Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Kontinyuitas Eskpor Kopi Jaga Stabilitas Sistem Keuangan

20 November 2014   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:19 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia Tahun 1997-1998 seperti baru terjadi beberapa hari yang lalu. Traumanya masih sangat membekas. Mereka yang pernah mengalami krisis ekonomi itu bisa merasakan perihnya. Betapa, ketika uang dalam saku kehilangan nilai.

Sebelum krisis, jajanan sekolah anak saya biasanya hanya Rp.100. Dia bisa membeli dua potong pisang goreng. Sebaliknya, begitu terjadi krisis, dengan uang Rp.100 itu, si anak tidak bisa membeli apapun. “Ayah, uang Rp.100 ini tidak laku lagi kata nenek penjual pisang goreng itu,” ungkap anak saya sambil menangis.

Begitulah secuil kisah sedih seorang karyawan ketika menghadapi krisis ekonomi 16 tahun lalu. Disisi lain, para petani kopi malah mendapat rezeki berkelimpahan. Harga jual kopi tiba-tiba melonjak mengikuti trend US$. Biasanya 1 Kg kopi [sebelum krisis ekonomi] hanya Rp. 10 ribu per kilogram, saat terjadi krisis, harga kopi melambung menjadi Rp. 50 ribu per kilogram.

Dewasa ini, harga kopi sepertinya hampir tidak pernah turun dari angka Rp.50 ribu per kilogram. Paling sering, harga kopi naik [pernah] mencapai angka Rp. 100 ribu per kilogram. Komoditi kopi benar-benar memanjakan para petani, ekportir, dunia usaha dan dunia perbankan.

“Harumnya” kopi Gayo mnyebabkan permintaan buyer luar negeri terhadap komoditi ini terus meningkat. Para eksportir sempat kesulitan mengumpulkan kopi dari petani. Demi kontinyuitas pasokan kopi Gayo, menurut Rizwan seorang eksportir asal Takengon, para buyer bersedia membayar didepan.

Uang para buyer luar negeri itu ditransfer ke rekening ekportir yang ditempatkan pada beberapa bank devisa yang terdapat di Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah. Uang itu mengalir lagi ke rekening petani sebagai pembayaran harga kopi. Kemudian, uang para petani ditempatkan pada sejumlah rekening yang terdapat pada kantor kas atau unit bank tertentu di ibukota kecamatan.

Berapakah nilai ekspor kopi Gayo dari Januari sampai Agustus 2014? Angkanya cukup fantastis, yaitu US$ 22.962.704 atau sama dengan Rp. 276.539.844.272 [kurs US$ hari ini Rp.12.043]. Angka ini berasal dari hasil ekspor kopi Gayo [dasar SPEK yang diterbitkan Pemda Aceh Tengah] sebanyak 4.015.137 kilogram. Negara tujuan ekspor utama adalah ke Amerika Serikat, yaitu sebanyak 3.707.010 kilogram.

Untuk diketahui, uang sebesar Rp. 276,5 milyar itu terdistribusi untuk 36 ribu lebih kepala keluarga [petani kopi], 6 eksportir, puluhan angkutan barang, ribuan pedagang pengumpul, serta ribuan penyortir dan buruh petik kopi. Uang atau devisa inilah yang menjadi kekuatan ekonomi rakyat Aceh Tengah, baik untuk dibelanjakan maupun disimpan pada bank yang terdapat di daerah itu. Oleh karena itu, kontinyuitas ekspor kopi harus dipertahankan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.

Benarkah devisa sebesar Rp. 276,5 milyar itu mendukung stabilitas sistem keuangan? Pasti, karena dana sebesar itu tidak mungkin dibelanjakan seluruhnya, atau disimpan di rumah. Paling kurang, setengah dari dana itu beredar di dunia usaha, misalnya sektor jasa, konstruksi dan perdagangan, dan sebagian lagi tersimpan di bank dan lembaga keuangan lainnya.

Mari kita kenali dahulu yang namanya sistem keuangan. Dalam bahan presentasi Bank Indonesia (BI) nangkring Kompasiana disebutkan bahwa Sistem Keuangan adalah kumpulan institusi dan pasar yang mana terdapat interaksi didalamnya dengan tujuan mobilisasi dana dari surplus unit [pihak yang kelebihan dana] ke defisit unit [pihak yang kekurangan dana], dengan menggunakan instrumen keuangan.

Lantas, kenapa stabilitas sistem keuangan menjadi penting?

Pertama, adanya potensi peningkatan resiko pada perekonomian. Krisis pada lembaga dan pasar keuangan berdampak signifikan pada perekonomian dan berbiaya besar. Misalnya, biaya krisis 1997-1998 Indonesia yang mencapai 51% dari PDB.

Kedua, stabilitas sistem keuangan tidak saja mendukung stabilitas harga [dan makroekonomi] tetapi juga pertumbuhan ekonomi.

Ketiga, pengalaman krisis global menunjukkan bahwa stabilitas harga [saja] tidak cukup menjamin pertumbuhan jangka panjang yang berkelanjutan.

Nah, berdasarkan rekomendasi IMF “BI should establish a Financial Stability Unit for conducting the micro and macro level analysis required to detect systemic vulnerability,” maka pada Tahun 2003 BI mulai aktif dalam mendorong terciptanya stabilitas sistem keuangan di Indonesia, antara lain melalui: (1) pembentukan Biro Stabilitas Sistem Keuangan (BSSK), serta (2) mengkomunikasikan hasil surveillance secara semesteran yang dituangkan dalam laporan perdana yang dikenal dengan nama Kajian Stabilitas Keuangan (KSK).

Begitulah urgennya stabilitas sistem keuangan. Terus, bagaimana tujuan dan tugas BI saat ini? Sesuai dengan UU OJK Nomor 21 Tahun 2011: (1) tugas pengaturan dan pengawasan terhadap lembaga keuangan perbankan, yang meliputi kelembagaan, kesehatan, kehati-hatian, dan pemeriksaan bank, akan dialihkan dari Bank Indonesia ke OJK. Sementara Bank Indonesia tetap memiliki tugas pengaturan perbankan terkait aspek makroprudensial; (2) Bank Indonesia dapat melaksanakan pemeriksaan secara langsung terhadap bank ttt yang masuk sistemically important bank dan/atau bank lainnya sesuai kewenangan Bank Indonesia dibidang makroprudensial.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun