Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kompasianer, Nyaham Yuk!

31 Januari 2016   15:33 Diperbarui: 31 Januari 2016   17:44 3441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Screen of Tray Tracking | Capture milik koleksi pribadi"][/caption]Benarkah menjadi trader saham itu ribet? Tidak, malah cara kerjanya semudah pedagang asongan. Lantas, kenapa orang Indonesia kurang tertarik berinvestasi dalam bentuk saham melalui Bursa Efek Indonesia? Jawabannya beragam, ada yang mengatakan belum cukup modal, ada juga yang takut rugi, tetapi paling banyak mengatakan belum paham.

Wajar apabila investor saham di Indonesia cukup sedikit, kira-kira 1 berbanding 589. Artinya, dari 589 orang di Indonesia [penduduk Indonesia tahun 2015 sebanyak 255,4 juta jiwa], hanya ada 1 orang yang menginvestasikan uangnya kedalam bentuk saham. Ini bukan isapan jempol, PT Kustodian Sentral Efek Indonesia [KSEI] melaporkan bahwa investor saham Indonesia per 28 Desember 2015 hanya 433.607 orang [Metronews, 1 Januari 2016].

Wajar sekali apabila investor asing nyaris mendominasi bursa saham Indonesia. Lihat saja hasil penutupan bursa saham tanggal 29 Januari 2016, pembelian saham oleh investor asing di pasar reguler mencapai 1,40 Trilyun. Fantastis bukan?

Disisi lain, kita sering membaca berita penipuan oleh investor bodong yang membawa kabur uang masyarakat mencapai ratusan juta rupiah. Kenapa mereka terkecoh dan lebih memilih berinvestasi ke lembaga abal-abal, ini yang aneh. Padahal negara sudah menyiapkan Bursa Efek Indonesia [BEI] sebagai lembaga tempat berinvestasi yang legal dan terjamin.

Apapun komentar terhadap hal itu, ternyata pengetahuan masyarakat tentang pasar saham masih sangat rendah. Dalam persepsinya, membeli saham atau menjadi investor itu perlu uang ratusan juta rupiah. Ternyata itu salah, Kepala Kantor BEI Aceh Thasrif Murhadi [Harian Ekonomi Neraca, 29 Januari 2016], mengatakan: “untuk menjadi salah satu investor tidak perlu memiliki biaya yang besar, dengan biaya Rp 100 ribu saja juga sudah bisa menjadi salah satu pemilik aset.”

Sungguhkah? Tentu, mari kita ambil contoh saham maskapai Garuda [kode saham GIAA]. Pada penutupan pasar saham tanggal 29 Januari 2016 lalu, harga saham GIAA Rp 395 per lembar. Murah bukan? Dua lembar saham Garuda setara dengan sebatang rokok. Ambil contoh rokok merek DHL, harga sebungkusnya adalah Rp 18 ribu. Maka, harga setiap batangnya Rp 900. Jadi uang untuk sebungkus rokok setara dengan 40 lembar saham GIAA.

Dengan demikian, jelas sekali bahwa investasi dalam bentuk saham tidak mesti dengan uang puluhan atau ratusan juta rupiah. Cukup dengan uang Rp 79 ribu, kita sudah bisa membeli 2 lot [1 lot = 100 lembar] saham GIAA [Garuda]. Dengan kepemilikan saham ini, apa maknanya? Sesungguhnya kita sudah mempunyai andil dalam bisnis maskapai penerbangan nasional itu.

Dalam paragraf awal tulisan ini sudah saya sampaikan bahwa cara kerja trader saham  semudah pedagang asongan. Misalnya, ketika 10 lot saham Garuda [GIAA] yang dibeli kemarin pada harga Rp 395 per lembar [harga 10 lot = Rp 395.000], hari ini harganya naik dari harga Rp 395 per lembar menjadi Rp 450 lembar. Apa yang harus dilakukan? Jual atau diamkan.

Dalam keadaan seperti ini, ada dua keuntungan yang mungkin bisa diperoleh seorang pemegang saham. Pertama, membiarkan saham itu karena mengharap deviden atau pembagian keuntungan dari perusahaan. Kedua, ingin memperoleh capital gain yaitu selisih antara harga beli dan harga jual. Contoh, harga 10 lot saham GIAA yang dibeli kemarin Rp 395.000, kemudian hari ini naik menjadi Rp 450 per lembar. Dari selisih harga itu, apabila dijual diperoleh keuntungan sebesar Rp 55 ribu.

Siapa nantinya yang akan menjual saham itu, kitakah? Bukan, kita adalah investor yang memberi perintah kepada broker atau pialang saham untuk jual [sell] atau beli [buy] saham. Nah, untuk memudahkan investor berdagang saham, para pialang menyediakan fasilitas trading online.

Bagaimana cara membeli atau menjual? Investor cukup mengisi form dilaman website trading online itu. Mulanya, ketik kode saham di kolom yang tersedia, klik GO, klik tombol buy [beli] atau sell [jual], lalu keluar harga saham detik itu, isi jumlah lot dan muncul total harga secara otomatis, isi PIN Code, dan klik submit sebagai tombol perintah kepada pialang. Dalam tempo sekian detik, perintah itu langsung direspon dengan munculnya keterangan di kolom order: matched [cocok], open [buka/menunggu], atau reject [tolak].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun