Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi dan “Kutukan” Kumatsugata

4 Desember 2014   04:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:06 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi, Presiden ke-7 Republik Indonesia, Selasa (2/12/2014), lebih memilih terbang bersama rakyat daripada menumpang “Air Force One.” Pesawat kepresidenan yang dibeli serharga Rp. 800 milyar lebih bersama crew harus parkir di apron Halim PK karena urung ditumpangi  sang majikan.

Presiden Jokowi kembali membuat berita ketika menghadiri pertemuan dengan petinggi kepolisian di Semarang, Jawa Tengah. Menurut Kompas TV, alasan Jokowi menggunakan pesawat komersial supaya hemat. Rombongan yang ikut bersama presiden hanya 15 orang. Mereka menempati kursi bagian belakang pesawat.

Presiden rakyat, terbang bersama rakyat. Inilah jargon baru bagi orang nomor 1 di Indonesia. Begitulah image yang dapat dipetik dari berita itu. Sekilas terbersit rasa bangga melihat kepala negara yang merakyat, pro penghematan dan tidak terikat protokoler.

Setidak-tidaknya, aksi terbang bersama rakyat itu bisa menjadi “antalgin” atas menurunnya kepuasan publik terhadap kerja Presiden Jokowi. Seperti diketahui, tingkat kepuasan publik kepada mantan Gubernur Jakarta itu hanya 44,94% sedangkan yang tidak puas mencapai 43,82%.

Angka itu diperoleh berdasarkan hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA  pasca naiknya harga BBM (Tribunnewsdotcom, 21/11/2014).

Menaikkan popularitas seorang presiden bukan pekerjaan mudah. Popularitasnya tergantung kepada apa yang diucapkan dan dilakukan. Wajar ucapan, langkah dan bahasa tubuhnya dicatat dengan “tinta abadi” oleh rakyatnya. Sebab, hanya ucapannya yang bisa dipegang, langkahnya yang akan diikuti, dan bahasa tubuhnya yang akan ditiru rakyat.

Langkah Presiden Jokowi bersama kabinet kerjanya mendapat banyak acungan jempol meski belum menunjukkan hasil maksimal. Bahasa tubuhnya sejalan dengan harapan rakyat, terutama untuk gerakan hidup sederhana. Masalahnya, banyak ucapan Jokowi yang tak berwujud, seperti kabinet ramping, menteri dari profesional, dan seterusnya.

Begitu sakralkah ucapan seorang pemimpin? Seperti ditulis Ian Sancin dalam novel Yin Galema (2009) bahwa “titah raja adalah hukum adat negeri.” Mengacu kepada kalimat itu, maka ucapan pemimpin adalah harga mati. Bahkan di era demokrasi, ucapan sang pemimpin merupakan janji yang memotivasi rakyat memilihnya.

Demikian pula dalam tradisi sosial masyarakat Aceh, dikenal istilah “kumatsugata” yang artinya ucapan anda yang kupegang. Hal ini sesuai dengan bunyi pribahasa: Manusia yang dipegang ucapannya, kerbau yang dipegang talinya.

Kumatsugata itu persis “kutukan.” Rakyat Aceh paling merasakan penderitaan akibat berpegang kepada kumatsugata. Sebagai contoh, pada tanggal 16 Juni 1948, Bung Karno berpidato di Lapangan Kuta Asan Sigli, ketika semua wilayah Indonesia sudah dikuasai oleh Belanda, kecuali Aceh.

Bung Karno mengatakan sambil menunjuk payung diatas kepalanya: “Biar Republik Indonesia selebar payung, kita harus berjuang terus dengan Aceh sebagai daerah modal dalam meneruskan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 dan meneruskan perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara (kutipan dari buku AK Jakobi, Aceh Daerah Modal, 1992).

Aceh sebagai daerah modal, itulah suara Bung Karno yang tergolong kumatsugata. Ucapan itulah sebagai pegangan pejuang Aceh yang kemudian memotivasi mereka menuju kancah perang di Medan Area. Siapa bisa menduga,  kumatsugata ternyata berumur pendek, bahkan menjadi “kutukan.” Enam tahun kemudian, Bung Karno malah mengirim pasukan untuk mengejar kaum republiken yang menagih kumatsugata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun