Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jika Pers Membawa Misi Tersembunyi

19 Februari 2012   14:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:27 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia jurnalistik (pers) memang dituntut agar tetap independen. Prinsip both side cover dimaksudkan supaya pers tidak terlanjur menghakimi (trial by press). Dengan prinsip itu, berita yang disiarkan oleh sebuah penerbitan pers akan berimbang dan faktual. Bagi para pembaca, pemirsa atau pendengar akan menyantap semua informasi itu, tetapi pada akhirnya akan disadari jika pemberitaan itu mengarah kepada sebuah misi.

Dewasa ini, memang cukup banyak penerbitan pers yang benar-benar memberitakan sebuah peristiwa secara berimbang, namun terdapat satu dua media massa yang mengemban misi tertentu. Saat kita membandingkan sudut pandang sebuah pemberitaan, terlihat angle yang cukup kontras antara satu media dengan media yang lain. Media yang satu memberitakan “air setengah penuh,” sementara yang lain mengulas berita “air setengah kurang” yang dibumbui dengan sejumlah komentar miring.

Dinamika pemberitaan yang sarat kepentingan itu sesungguhnya membuat para pembaca, pemirsa maupun pendengar makin dewasa. Pada akhirnya, masyarakat dapat melihat dengan jernih, mana penerbitan pers yang benar-benar independen dan mana yang sarat kepentingan (misi). Sebab, pesan dan misi tersembunyi yang ditutupi dengan trik atau teknik peliputan modern, toh akan terlihat adanya kepentingan disana.

Contoh yang paling nyata dapat dilihat pemberitaan, laporan atau talkshow yang disajikan dua stasion televisi berita nasional. Kedua stasion televisi itu oleh masyarakat disebut sebagai TV Biru dan TV Merah. Pemilik atau pemegang saham pada kedua stasion televisi tersebut merupakan tokoh politik nasional yang cukup terkenal. Mereka saat ini merupakan rival politik yang masing-masing memimpin partai politik tertentu.

Kedua stasion televisi itu memiliki angle pemberitaan yang cukup kontras. Televisi yang satu jarang memberitakan aktivitas tokoh politik pemilik stasion televisi yang satu lagi, demikian juga sebaliknya. Sebenarnya ada baiknya menjaga jarak seperti itu, karena kedua stasion televisi itu saling menjaga supaya tidak terlanjur ngomong, makanya mereka hanya memberitakan tokoh politik pemilik media yang bersangkutan.

Kalaulah kedua media televisi itu sempat saling menjelekkan para tokoh politik yang menjadi ownernya, dijamin akan runyam. Tidak tertutup kemungkinan, kedua stasion televisi itu akan berhadapan di pengadilan. Biasanya mereka memberitakan orang lain, boleh jadi saat itu mereka akan menjadi sumber berita bagi televisi yang lain.

Nampaknya mereka sangat hati-hati dalam memberitakan kedua tokoh politik yang notabene pemilik stasion televisi merah atau biru. Kru kedua televisi itu tahu bahwa kedua tokoh itu adalah “lawan” atau rival politik meskipun awalnya mereka berasal dari partai yang sama. Situasinya sangat sensitif, lebih-lebih menjelang Pemilu 2014.

Ironisnya, jika stasion televisi itu mengadakan talkshow yang nara sumbernya dari kekuatan politik yang tidak memiliki televisi, tidak jarang nara sumber itu menjadi pesakitan. Pernah sekali waktu saya menonton talkshow yang menghadirkan Wamen ESDM yang duduknya berdampingan dengan seorang politisi. Pak Wamen itu “dihajar” habis-habisan oleh pembawa acara dan nara sumber yang lain.

Tidak sopannya, nara sumber yang berada disamping Pak Wamen itu sampai menyenggol-nyenggol bahunya ke bahu Pak Wamen. Saat Pak Wamen sedang menjelaskan, terus dipotong oleh nara sumber disebelahnya. Persis seperti anak ABG yang sedang marahan di halaman sekolah. Sehingga timbul kesan bahwa stasion televisi itu ingin memojokkkan seseorang. Ini salah satu contohnya, diantara sejumlah contoh penghakiman (trial by press) yang dilakukan oleh para pembawa acara di televisi.

Dengan cara dan trik seperti itu, pemirsa dapat menilai bahwa stasion televisi itu memang ingin “menghabisi” kekuatan politik tertentu melalui pembentukan opini publik. Kalaupun motto yang mereka tulis “independen” maka para pemirsa di tanah air yang sudah cerdas, jelas tidak yakin lagi. Ke depan, semoga mereka menyadari bahwa keberpihakannya selama ini terbaca oleh para pemirsa, pembaca dan pendengar.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun