[caption id="attachment_166283" align="aligncenter" width="640" caption="Tiga orang buruh cangkul asal kawasan transmigrasi Atu Lintang Aceh Tengah selalu tersenyum bahagia menggeluti profesinya (Foto: Syukri Muhammad Syukri)"][/caption] Kita boleh tidak percaya dengan hasil survey yang membuktikan bahwa Indonesia adalah negera paling bahagia di dunia. Negara ini boleh kalah di sepak bola, pemberantasan korupsi, pendapatan per kapita, pengangguran, atau apapun namanya. Hampir semua survey, biasanya kita berada pada urutan paling buncit, terutama untuk sesuatu yang positif. Pernahkah terpikir oleh kita, ternyata hasil suvey Ipsos Global yang diterbitkan awal Februari lalu dan dikutip majalah Time edisi 1 Maret 2012, menempatkan Indonesia dalam posisi teratas dalam negara yang sangat bahagia. Respondennya berjumlah 18.687 responden yang berasal dari 24 negara. Negara sangat bahagia kedua setelah Indonesia adalah India disusul Meksiko, Brazil, Turki, Australia dan Amerika Serikat (VIVAnews, 2/2). Selama ini, terutama melihat berbagai pemberitaan media massa terkait masalah kriminal dan politik, sepertinya negara ini termasuk negara paling bersedih di dunia. Lebih-lebih setelah negara ini dilanda krisis ekonomi, berbagai bencana alam, konflik dan perang saudara, pertikaian antar warga, premanisme, kemiskinan, toh hasil survey itu membuktikan rakyat Indonesia tidak bersedih. Mengapa hasil survey itu membuktikan kebalikan dari hasil analisis para pakar politik dan psikologi di negara ini? Ternyata selama ini yang bersedih dan murung hanya para elit, petinggi negara, dan kalangan birokrasi. Mereka bersedih karena sedang dirundung masalah yang terkait dengan persoalan abuse of power. Lalu, karena mereka bersedih, kita juga terikut langgam seolah-olah seluruh rakyat Indonesia sedang bersedih. Padahal, rakyat dilevel grass root begitu bahagia dengan kondisi mereka. Buktinya, tiga orang tenaga upahan mencangkul, Paino, Karyo dan Soleh yang tinggal di kawasan transmigrasi Atu Lintang Aceh Tengah begitu bahagia dan tersenyum di ladang yang sedang dicangkulnya. Mereka tidak pernah bersedih atas apa yang sedang dihadapi oleh para petinggi negeri. Mereka hanya berpikir, bagaimana bisa memperoleh penghasilan untuk membeli beras dan lauk pauk hari itu. Kisruh yang sedang dihadapi oleh petinggi di Jakarta, kata Paino bukan urusannya. “Lha, kita ini kan wong cilik, yang penting bisa makan udah syukur,” ungkap Paino sambil tertawa. Jadi sangat wajar jika Ipsos Global menyimpulkan bahwa Negara Indonesia termasuk negara paling bahagia di dunia. Saya pribadi sangat sependapat dengan hasil survey itu berdasarkan hasil pengamatan dan bincang-bincang dengan masyarakat di sekitar permukiman saya. Meskipun mereka makan nasi hanya dengan lauk daun ubi rebus, tetapi mereka tetap puas dan bisa tersenyum. Inilah kekuatan yang masih kita miliki saat ini, jadi bangsa Indonesia jangan bersedih marilah terus tersenyum dan optimis. Kita ini bangsa bahagia maka masa depan menanti kita!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H