Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Abaikan Jalan Berlubang, Pemerintah Bisa Dituntut!

6 Januari 2015   15:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:43 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_388860" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi - Jalan berlubang. (Kompas.com)"][/caption]

Masih ingat almarhum Sophan Sophian, artis dan politisi terkenal yang meninggal dalam sebuah konvoi motor gede (moge). Waktu itu adalah tanggal 17 Mei 2008. Suami Widyawati itu bersama rombongan moge Harley Davidson sedang menuju Yogyakarta untuk memperingati 100 tahun Kebangkitan Nasional.

Saat berada di hutan Widodaren Jatim, Sophan Sophian dikabarkan jatuh dari moge Harley Davidson ke sebuah lubang. Kakinya patah dan tubuhnya ditimpa moge. Dalam perjalanan ke rumah sakit, artis dan politisi kawakan itu akhirnya meninggal dunia. Tidak ada informasi yang jelas, apakah mogenya yang masuk ke lubang sehingga membuatnya terjatuh.

Itu satu sisi kecelakaan yang dialami Sophan Sophian. Di sisi lain, kecelakaan di jalan raya akibat roda depan sepeda motor masuk lubang, bukan cerita baru. Hampir setiap hari terbaca di media cetak dan online tentang kisah kecelakaan lalu lintas akibat pengabaian jalan berlubang. Namun karena sifatnya kecelakaan tunggal, keluarga korban umumnya pasrah menerima kejadian itu sebagai sebuah musibah.

Demikian pula dengan penyelenggara jalan, mereka terlihat meremehkan peristiwa itu.  Terkesan merasa tidak bersalah atas kecelakaan tersebut. Barangkali mereka menganggap bahwa kecelakaan itu terjadi akibat kecerobohan si pengguna jalan. Kenapa mereka tidak mengelakkan lubang itu, kira-kira begitu dalam hati para penyelenggara jalan.

Justru karena itu, jalan berlubang sering dibiarkan menganga meskipun kecelakaan demi kecelakaan terus terjadi. Tidak tega melihat darah terus berceceran di sana, biasanya warga di sekitar lokasi itu akan menutup lubang tersebut dengan kerikil dan tanah. Daya tahan timbunan kerikil dan tanah terbatas. Kurang dari sebulan, lubang itu kembali menganga menunggu mangsa. Korban pun terus berjatuhan selama lubang itu dibiarkan menganga.

Boleh jadi para penyelenggara jalan belum membaca maksud pasal 24 UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, sehingga terkesan santai dan cuek. Sebaliknya, warga juga belum mengetahui adanya perlindungan negara kepada para pengguna jalan. Barangkali karena sama-sama belum mengetahui, wajar jika kecelakaan tunggal akibat roda depan sepeda motor masuk lubang, dianggap sebagai kecerobohan pengemudi.

[caption id="" align="aligncenter" width="352" caption="Jalan berlubang pada ruas jalan provinsi antara Takengon-Jagong Jeget (Foto: Junaidi)"]

14205064351531453800
14205064351531453800
[/caption]

Bagaimana bentuk perlindungan negara kepada para pengemudi di jalan raya? Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 menyatakan: “Penyelenggara Jalan wajib segera dan patut untuk memperbaiki Jalan yang rusak yang dapat menyebabkan Kecelakaan Lalu Lintas.”

Seandainya penyelenggara jalan belum memiliki anggaran untuk memperbaiki jalan yang rusak itu, apa yang harus mereka lakukan? Dalam pasal 24 ayat (2) diberi solusinya sebagai berikut: “Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara Jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas.”

Terus, apa sanksinya bagi penyelenggara jalan yang tidak segera memperbaiki jalan tersebut? Pasal 273 ayat (1) menegaskan bahwa: “Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 12.000.000 (dua belas juta rupiah).”

Bagaimana jika si pengendara mengalami luka berat? Dalam pasal 273 ayat (2) ditegaskan: “Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah).”

Apabila si pengendara sampai meninggal dunia, maka penyelenggara jalan dapat dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Hal ini jelas disebutkan dalam pasal 273 ayat (3) yaitu: “Dalam perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 120.000.000 (seratus dua puluh juta rupiah).”

Ternyata, penyelenggara jalan belum memberi tanda atau rambu pada jalan yang rusak tersebut, apa sanksi hukumnya? Pasal 273 ayat (4) menyatakan bahwa: “Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1.500.000 (satu juta lima ratus ribu rupiah).”

Siapakah penyelenggara jalan dimaksud? Untuk ruas jalan nasional adalah Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum. Sedangkan ruas jalan provinsi, penyelenggara jalan adalah Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Bina Marga/Pekerjaan Umum. Sementara untuk ruas jalan kabupaten/kota dan desa, penyelenggara jalan adalah Pemerintah Kabupaten/Kota dalam hal ini Dinas Bina Marga/Pekerjaan Umum kabupaten/kota.

Untuk menghindari penyelenggara jalan menjadi obyek tuntutan warga karena abai memperbaiki jalan yang rusak, tidak ada salahnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Dinas Bina Marga/Pekerjaan Umum Provinsi menempatkan petugasnya di setiap daerah. Petugas itu khusus ditugaskan untuk memperbaiki kerusakan jalan yang menjadi tanggung jawabnya.

Apabila lembaga tersebut kekurangan tenaga, juga tidak salah jika melimpahkan tugas pembantuan kepada kabupaten/kota dengan special job memperbaiki jalan nasional/provinsi yang rusak (berlubang) di wilayah kabupaten/kota itu. Demikian pula dengan pemerintah kabupaten/kota, jangan sempat abai untuk memperbaiki ruas jalan yang menjadi tanggung jawabnya. Pasalnya, membiarkan jalan itu rusak, siap-siap anda akan dituntut oleh warga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun