Membimbing penulisan skripsi mahasiswa didalam kedai kopi? Ah, kayaknya nggak mungkin. Paling-paling itu hanya bagian dari pencitraan. Sama sekali bukan! Itulah keseharian seorang kandidat doktor yang bernama Jamhuri, dosen Fakultas Syari'ah UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Lelaki kelahiran Blang Ara Kabupaten Bener Meriah, 52 tahun lalu itu, Â menyadari ketidakyakinan publik terhadap aktivitas akademik yang dilakukannya di kedai kopi.
Pasalnya, kedai kopi di Banda Aceh sudah terlanjur mendapat stigma negatif. Seolah-olah "nongkrong" di kedai kopi hanya membuang-buang waktu.
"Saya ingin mengubah stigma itu," kata dosen UIN Ar-Raniry yang nyambi sebagai pengelola kedai kopi Skala Banda Aceh.
Dia tidak membantah tentang adanya orang-orang yang sengaja menghabiskan waktu di kedai kopi. Memang masih ada yang seperti itu, "ngobrol" atau mendengar obrolan orang lain sambil menikmati cangkir demi cangkir kopi.
Jangan salah, akhir-akhir ini yang "nongkrong" di kedai kopi bukan menghabiskan waktu. Malah, kedai kopi menjadi tempat membicarakan bisnis atau urusan pekerjaan. Begitu pun para mahasiswa, mereka memanfaatkan fasilitas WiFi untuk menyelesaikan tugas perkuliahan.
"Pernah beberapa lelaki paruh baya sibuk mengutak-atik smartphone, ternyata mereka sedang transaksi di pasar saham," ungkap host acara Keberni Gayo di TV Aceh itu.
Seperti itulah gambaran mutakhir tentang aktivitas warga Banda Aceh didalam kedai kopi. Terlepas dari semua itu, saya malah lebih tertarik terhadap aktivitas Pak Jamhuri dalam kapasitasnya sebagai pengelola kedai kopi Skala.
Jumat lalu (16/2/2018), saya sedang joging menikmati liburan nasional. Sewaktu menyelusuri trotoar penuh pohon trembesi di sepanjang Jalan Prof A Hasjmy, Pango, Banda Aceh, mata saya terpaku melihat aktivitas  Pak Jamhuri.
Hari itu, dia sedang membaca buku ditemani secangkir kopi didepan kedai kopinya. Pemandangan seperti itu terkesan "jarang" di era teknologi informasi saat ini. Biasanya, orang akan menghabiskan waktu dengan "memainkan" gadget, apalagi saat sedang sendiri.
"Langka," bisik saya. Timbul niat ingin mengabadikan momen itu tanpa diketahui oleh yang bersangkutan. Sambil menyelinap diantara pohon trembesi, saya potret lelaki itu menggunakan smartphone. Hasilnya sungguh dahsyat.