"Oh, silahkan pak," balasnya.
Esoknya, saya datang ke Buntul Pediwi, jaraknya sekitar 1,5 Km dari pusat kota Takengon. Disana, Pak Sukarman sudah menanti kedatangan saya. Sambil menunggu masuknya waktu shalat ashar, kami berbincang-bincang seputar rendahnya minat masyarakat memelihara sapi perah.
"Ada yang bilang memelihara sapi perah itu merepotkan, padahal beternak sapi perah dapat dua keuntungan, anak sapi dan susu," ungkap Pak Sukarman.
Mandikan Sapi
Usai salat ashar, kami beranjak menuju ke kandang sapi yang berada dibelakang rumah Pak Sukarman. Disana, saya melihat seorang bocah laki-laki sedang memandikan sapi dengan menyiram perut dan kaki si putih-hitam. Bocah itu ternyata putra sulung Pak Sukarman, dan dia  kelihatan sangat berbakat dalam mengurus sapi perah.
"Itu anak saya, namanya Miko. Baru tamat SMP, alhamdulillah sudah diterima masuk sekolah peternakan di Saree Aceh Besar," jelas Pak Sukarman.
"Berbakat tuh anak. Lalu, kenapa sapi itu harus dimandikan?" tanya saya.
"Disitu ada sisa urin dan kotoran ternak. Kalau tidak dibersihkan, susu yang dihasilkan akan tercemar urin," sebut lelaki paruh baya itu.
Setelah itu, saya melihat si Miko menyiram lantai kandang sambil mendorong sisa air dengan sapu lidi. Lalu, bocah yang masih muda belia itu dengan sigap mengelap perut dan puting susu sapi dengan kain kering. Dia memang terlihat cekatan dan benar-benar berbakat mengurus sapi perah.
Sementara itu, Pak Sukarman membubuhkan pakan ternak dalam ember plastik berwarna hitam. Pakan itu terdiri dari ampas tahu yang telah ditambah dengan mineral batangan. Sapi berwarna hitam belang putih itu sangat lahap menyantap pakan itu.
Secangkir Susu Segar