[caption caption="Si Bungsu diatas sadel sepeda Wimcycle berwarna biru [Foto: dokpri]"][/caption]Sebagai penulis pemula, saya sangat senang manakala reportase di Kompasiana dimuat dalam media cetak, pada laman Freez Harian Kompas. Hebatnya lagi, setiap tulisan yang dimuat akan diapresiasi dengan sejumlah honorarium. Memang jumlahnya tidak seberapa, kira-kira cukup untuk meneraktir teman-teman minum kopi. Sambil menyeruput kopi, apresiasi itu sebagai bahan saya mendorong teman-teman lain menulis reportase terbaru, unik dan langka.
Alhamdulillah, cukup banyak teman-teman yang termotivasi. Mereka makin rajin menulis meskipun belum seluruhnya dimuat dalam laman Freez Harian Kompas. Sebaliknya, reportase saya sudah beberapa kali dimuat, tanpa terasa, jumlah honorarium yang mengalir ke rekening saya ikut bertambah. Saya berpikir, honorarium ini bisa ludes di warung kopi apabila tidak dijadikan dalam sebentuk benda. Pasalnya, honorarium ini adalah uang perhargaan yang memiliki banyak kenangan. Untuk menghargai honorarium itu, saya ingin membeli sebuah benda sebagai sweet memory dikemudian hari. Benda apa yang layak dibeli?
Si bungsu sudah berulangkali minta dibelikan sepeda baru, karena sepeda kecil yang ditunggangi sering mogok. Sepeda super mini itu terlihat makin kecil, tidak sebanding lagi dengan tubuhnya yang makin tinggi. Setiap dia meminta dibelikan sepeda baru, saya minta tangguh sampai tahun depan. Terkadang, sedih juga melihat si bungsu pulang ke rumah sambil mendorong sepeda tua yang rantainya putus. Apa daya, dana untuk membeli sepeda baru belum mencukupi.
“Yah, kalau beli sepeda untuk adik, mereknya Wimcycle ya,” pinta si bungsu sambil membetulkan rantai sepeda tua itu.
“Kenapa harus merek itu?” tanya saya.
“Sepeda itu kuat, seperti punya Fahmi. Rantenya nggak pernah lepas, ringan mengayuhnya,” jawab si bungsu yang merasa sangat terganggu dengan rantai sepeda yang sering putus.
Menjelang berakhirnya tahun 2011, saya merasa honorarium menulis di laman Freez sudah mencukupi untuk membeli sebuah sepeda. Saya ingin membuat kejutan, menghadiahi si bungsu dengan sepeda baru [baca kisahnya di Sepeda itu Bernama Kompasiana Freez]. Sesuai permintaannya, saya membeli sepeda Wimcycle Firebird. Saya akan membuat kejutan tahun baru 2012 dengan sebuah sepeda baru berwarna biru. Sengaja dipilih warna biru karena terkait dengan sumber uangnya. Uang pembeli sepeda itu bersumber dari honorarium menulis pada sebuah situs biru yang dikenal dengan nama Kompasiana.
“Yah, ada orang antar sepeda. Sepeda siapa ini?” suara si bungsu dari ujung telepon menanyakan perihal sepeda baru yang baru saja diantar oleh karyawan toko sepeda.
“Itu sepeda adik, hadiah tahun baru,” tegas saya.
“Horeeeee......,” teriak si bungsu sambil mematikan telepon.
Pekik kegembiraan si bungsu membuat hati ini sejuk. Janji untuk membelikan sebuah sepeda baru dapat diwujudkan pada awal tahun 2012. Bagi si bungsu, sepeda itu menjadi tunggangan baru yang menambah kegembiraannya. Bagi saya, sepeda warna biru itu sebagai monumen menulis, membuat saya bahagia saat melihat sepeda itu dapat ditunggangi oleh si bungsu. Untuk mempertegas sepeda itu sebagai monumen, saya sengaja menempel stiker Kompasiana di badan sepeda.