Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Karena Kompasiana, Kriko Dikenal Dunia

12 September 2015   17:03 Diperbarui: 13 September 2015   23:48 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keterangan foto: poksay lokal bernama Kriko.

Kriko, burung poksay “ndeso,” dari tengah belantara Gayo. Burung berkepala putih, bertubuh hitam. Hidup dari dahan ke dahan, dalam semak belukar di pinggir Danau Laut Tawar. Burung lokal berharga murah, makanya jarang dilirik para penggemar satwa. Bulunya biasa, tampilannya sederhana, hanya bermodal suara memekik dan berisik.

Siapa tidak kenal burung kriko, jam weker alami dari Tanoh Gayo. Mulai anak-anak sampai orang dewasa, mengenal kriko sama dengan mengenal dirinya. Setiap berangkat ke ladang, si kriko akan menjerit dari dalam semak. Memberitahu teman-temannya, ada bahaya didepan mata. Suaranya adalah pertahanan alami poksay “ndeso” dari belantara Gayo.

Selain sebagai early warning system, suara berisik si kriko juga indikasi unggas itu sedang bergembira. Dia ingin mengatakan, matahari pagi telah terbit, sambutlah kedatangan fajar dari ufuk timur. Pekik seekor kriko, akan disambung oleh kriko lain, seperti pesan berantai. Bukan hanya kriko terjaga, warga pun dibangunkan oleh alarm pagi dari semak belukar. Begitulah tabiat si kriko, burung berisik, bertahan hidup dari ulat dan serangga.

Siapa menduga, nasib kriko si burung “ndeso,” yang selalu ceria membantu sesama. Mengingatkan warga akan datangnya waktu. Dari burung poksay lokal yang “bertugas” sebagai alarm pagi, tiba-tiba menjadi pembawa berita ke seantero dunia. Nama kriko bukan lagi milik Gayo, tetapi menjadi milik dunia

Kriko telah menghiasi dada seekor burung, logo dari sebuah media warga. Media tempat berkumpulnya para blogger, penulis dan  kritikus, mulai dari Sabang sampai ke Merauke. Kompasiana nama media itu. Berawal dari sebuah media kecil, hanya dilihat sebelah mata, kini melejit melewati batas mimpinya.

Kini, kriko bukan semata-mata nama seekor burung, tetapi menjadi akronim yang relevan dengan misi Kompasiana. KR, akronim dari kreatif, ciri khas blogger yang bergabung di media warga ini. I, akronim dari informatif yang menjadi misi utama dari Kompasiana, dan KO adalah akronim komunikatif, fungsi paling penting yang menyebabkan Kompasiana tetap bertahan.

Buktinya, di media itulah para blogger memekik dan berisik, layaknya kriko di pagi hari. Memberitahu teman akan bahaya, membangunkan warga dari tidur lelap, mengajak warga untuk berkarya. Informasi yang disampaikan sering dijadikan rujukan, tulisan yang ditayangkan sering di-copypaste oleh media lain. Hebat, bukan?

Penulisnya bukan sembarang orang, mulai dari wakil presiden sampai rakyat jelata. Mulai dari profesor sampai guru taman kanak-kanak. Mereka bukan mencari gaji, apalagi untuk dipuji. Mereka orang-orang bernyali, semata-mata karena ingin memberi dan berbagi informasi. Bagaikan kriko, memekik dan berisik, diminta ataupun tidak diminta, saat senang ataupun susah, terus berisik dan berisik.

Kriko, dari nama seekor burung yang hidup di semak-semak, di sebuah kota kecil, kini menjadi milik dunia. Kriko bukan hanya seekor burung, dia adalah penyampai berita dan informasi. Jayalah kriko, Dirgahayu Kompasiana, media warga tempat warga bercerita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun