[caption id="attachment_382603" align="aligncenter" width="635" caption="Ilustrasi (Foto: jagadiri.co.id)"][/caption]
Asuransi, mendengar nama itu kerap kali membuat saya alergi. Bukan alergi terhadap tujuan dan manfaat asuransi. Saya alergi dengan sosok berdasi dan berbaju rapi. Mereka mengaku dari asuransi. Sosok ini datang silih berganti berasal dari berbagai institusi asuransi. Tidak sempat bertemu muka, mereka tidak segan menelepon berulangkali. Gigih luar biasa, tak kenal siang maupun malam hari.
Sosok-sosok itu cerdas dalam diskusi, jagoan berbicara, dan mampu meyakinkan lawan bicara. Meskipun saya katakan tidak tertarik, mereka terus berusaha meyakinkan. Saya berharap, sosok membosankan itu cepat berlalu dari hadapan saya. Ternyata tidak, mereka begitu gigih dan bertahan. Sampai akhirnya, saya benar-benar bosan dan menyerah. Saya terpaksa menerima tawaran produk asuransi kesehatan itu semata-mata agar dia cepat berlalu dari sana.
Menyerah bukan akhir kunjungan dari agen asuransi. Rupanya, saya sudah membuka pintu untuk kedatangan mereka diwaktu berikutnya. Kunjungan sosok berdasi itu bukan hanya ke kantor, mereka juga hadir didepan pintu rumah. Tidak jua bertemu di kantor atau rumah, dia calling ke handphone kita.
Seringkali saat itu kita sedang meeting atau istirahat. Dia tidak peduli, terus menelepon berulangkali. Kepentingannya sangat sepele, dia hanya ingin menjelaskan sebuah produk baru dari perusahaannya. Sungguh sebuah tekanan yang sangat menyiksa.
Ketersiksaan semacam itu yang membuat saya kapok berurusan dengan agen asuransi. Saya sempat berpikir, ingin mencari asuransi yang tidak “menyiksa” pelanggannya. Di televisi, banyak iklan asuransi yang menawarkan kenyamanan kepada pelanggannya. Setelah bergabung dengan asuransi tersebut, ternyata handphone yang berdering. Panggilan itu berasal dari agen asuransi yang berafiliasi dengan sebuah bank. Lama kelamaan, panggilan telepon masuk itu pun menjadi sebuah siksaan baru.
Pada tanggal 18 April 2015 lalu, saya membaca ulasan Kompasiana tentang Nangkring Bersama Asuransi JAGADIRI. Awalnya saya tidak tertarik membaca ulasan tentang asuransi karena trauma ketersiksaan yang belum pupus. Setelah berulangkali menjadi headline di Kompasiana, saya coba menyimak ulasan sejumlah teman kompasianer tentang Asuransi JAGADIRI.
Eh, ini bukan asuransi biasa. Saya makin penasaran. Saya unduh materi Nangkring bersama Asuransi JAGADIRI dari official blog Kompasiana. Setelah saya baca, koq makin menarik, mirip dengan pola asuransi yang pernah saya impikan. Sebuah asuransi yang tidak “menyiksa” pelanggannya, tetapi memberi kenyamanan. Benarkah?
Dalam materi Nangkring itu disebutkan:
§Kepribadian dari brand JAGADIRI mengandung unsur-unsur yang bersifat muda, bersemangat (vibrant), dinamis, serta inovatif dan jenaka (witty);
§Target market utama dari JAGADIRI adalah kalangan usia 28-35 tahun, sedangkan kalangan 36-45 tahun sebagai target market tambahan;
§JAGADIRI hadir dengan terdorong oleh perspektif masyarakat yang masih melihat asuransi sebagai suatu hal yang “membebani,” yakni dengan pengertian;
oMengerti kepentingannya, tetapi dirasakan masih mahal;
oKetidaknyamanan dikejar-kejar oleh agen asuransi;
oProses pendaftaran dan pembelian yang rumit;
oMenggunakan jargon yang tidak umum dan sulit dimengerti;
oSulitnya melakukan klaim asuransi.
§JAGADIRI menjamin kemudahan dan kenyamanan yang menjawab berbagai pespektif dan kekhawatiran tersebut, dengan menghadirkan sebuah “asuransi tanpa beban;”
§Sebagai upaya untuk mengedepankan aspirasi pelanggan, JAGADIRI pun memberikan main proposition yakni: instant protection, claim assurance dan best price guarantee.
Istimewanya, JAGADIRI mampu membaca tren terkini yang sedang berkembang di kalangan anak muda dan masyarakat luas. Wajar jika JAGADIRI dapat dikatakan sebagai bukan asuransi biasa, tetapi sebagai asuransi luar biasa. Mereka menawarkan produk jaga tiga sebelum datang yang tiga, yaitu: Jaga Sehat, Jaga Aman dan Jaga Jiwa.
Lihat saja fokus distribusi dan pendekatan JAGADIRI melalui digital-marketing sebagai channel utama yang bersifat pull, serta telemarketing dan face-to-face marketing yang bersifat push.
Apa alasannya digital-marketing ditetapkan sebagai channel utama JAGADIRI?
§Jumlah pengguna internet yang mencapai 82 juta orang dan 57 juta diantaranya mengakses internet melalui smartphone;
§Dari total pengguna smartphone di Indonesia, hingga 75% menggunakan smartphone untuk mencari informasi mengenai asuransi dan 64% diantaranya melakukan riset terhadap beberapa referensi sebelum akhirnya membeli sesuatu secara online;
§Pasar ecommerce yang tumbuh sebesar 37,8% untuk kalangan usia 12-22 tahun, menurut data IPSOS Indonesia sejak 2 September 2014; Sebagai contoh, dulu tidak ada yang percaya untuk membeli sepatu atau pakaian melalui online. Namun, saat ini fashion justru merupakan kategori paling diminati dan dibeli secara online, dan mendominasi pasar ecommerce di Indonesia hingga sebesar 70%.
Tunggu apa lagi, jaga lima sebelum datang yang lima. Merapat ke JAGADIRI yuuukkk....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H