Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pak Jokowi! Amanah Koq Dilelang?

11 April 2013   22:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:21 1695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gebrakan Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo alias Jokowi memang nyentrik dan “aneh-aneh.” Malah sikap “nyentrik” itu, kini dicontoh oleh sejumlah calon kepala daerah, misalnya ada yang blusukan ke daerah-daerah kumuh. Pastinya, barang asli tetap memiliki perbedaan dengan barang imitasi. Gaya Jokowi hanya cocok dilakukan oleh seorang Joko Widodo, bukan oleh Joko Lain.

Dalam minggu ini, publik Jakarta dan nasional dibuat heboh oleh isue lelang jabatan camat dan lurah secara online yang diluncurkan oleh Jokowi. Peminatnya cukup banyak, bagaimana tidak, fasilitas dan penghasilan resmi yang diperoleh PNS dari jabatan itu cukup menggiurkan. Banyak pihak yang mengapresiasi langkah Jokowi, namun banyak juga yang heran, sambil bertanya koq amanah dilelang?

Boleh jadi, Jokowi memilih lelang jabatan camat dan lurah sebagai langkah antisipatif untuk menghindari tekanan tim sukses atau para pendukungnya. Masalahnya, di era pemilihan kepala daerah secara langsung, tekanan dari tim sukses atau politik balas budi memang sulit dihindari. Dalam kondisi ini, terkadang seorang kepala daerah sudah seperti boneka yang semuanya diatur oleh tim suksesnya.

Sudah menjadi rahasia umum, anggota tim sukses yang merasa berjasa menaikkan seseorang ke kursi kepala daerah, biasanya meminta kompensasi atas jerih payahnya. Kompensasi itu bisa proyek atau merekomendasikan seseorang untuk jabatan tertentu. Terkadang kompetensi orang yang direkomendasikan oleh anggota tim sukses itu tidak standar, namun kepala daerah tidak bisa menolak.

Jadi jangan heran ketika seseorang terpilih sebagai kepala daerah, tidak lama kemudian terjadi perombakan perangkat daerah. Terkadang, perombakannya terjadi secara besar-besaran, bahkan staf yang dianggap tidak mendukung si kepala daerah saat Pilkada, juga ikut digusur. Lalu orang mulai berkomentar, kenapa si polan memegang pos itu padahal dia begana begini, kenapa si polin dicopot padahal dia sangat begana begini, dan seterusnya.

Setelah itu, mulailah terjadi resistensi, penolakan, tidak mustahil sampai kepada pemogokan. Barangkali sedikit terasa aneh jika sampai kepada situasi penolakan, karena pergantian sebuah jabatan adalah hak seorang kepala daerah, terserah dia, kepada siapa dibaginya amanah yang sedang diembannya. Mungkin, seorang kepala daerah menganggap bahwa orang yang ditempatkannya pada posisi sekarang sesuai dengan tipologi yang diinginkannya, atau sesuai visi yang sudah dikampanyekannya. Silahkan!

Hal itu mempertegas bahwa seorang pemimpin akan memilih para pembantunya dari orang-orang yang memiliki tipologi yang sama dengan dirinya. Seorang pemimpin yang ingin sukses tidak mungkin memilih pembantunya yang tidak sesuai dengan karakternya, kecuali karena tekanan politik (tim sukses atau partai pengusung).

Paling menyedihkan jika seorang pemimpin memilih pembantunya terdiri dari orang-orang yang tidak bisa bekerja. Sangat mungkin karena si pemimpin itu sendiri tidak tahu, apa yang mau dikerjakannya. Pada gilirannya, tugas atau amanah yang seharusnya dikerjakan oleh seorang kepala dinas, camat atau lurah, akhirnya kembali menjadi beban kepala daerah. Lalu untuk apa gunanya ada pembantu jika amanah itu harus diemban sendiri oleh seorang kepala daerah?

Bagaimana dengan lelang jabatan camat dan lurah yang sedang dilakukan Jokowi? Terjaminkah orang-orang yang lulus seleksi itu mampu mengemban sebagian amanah yang ada di pundak Jokowi. Padahal, Jokowi belum tentu mengenal persis karakter, daya juang dan kinerja para peminat jabatan itu. Lagi pula, jabatan adalah amanah (tanggung jawab) tentu harus diberikan kepada orang-orang berintegritas.

Normalkah orang-orang yang meminta jabatan atau amanah (tanggung jawab)? Bagi mereka yang memiliki standar moral tinggi pasti merasa malu meminta-minta amanah, karena orang dapat menilai bahwa seorang peminta jabatan memiliki rencana tersembunyi. Perlukah diberi amanah kepada orang yang memiliki rencana tersembunyi.....?? Kasihan para PNS yang berlomba-lomba meminta amanah sebagai camat dan lurah.

Makanya jadi aneh ketika Jokowi menggagasi lelang jabatan camat dan lurah. Entahlah! Barangkali benar isue yang menyatakan bahwa Jokowi sedang menghindar dari tekanan tim sukses dan pendukungnya. Sekarang, dari cara Jokowi memilih pembantunya, mari kita lihat tipologi atau karakter Jokowi yang sesungguhnya. Coba telisik beberapa kalimat dibawah ini, Jokowi termasuk pemimpin yang seperti apa?


  1. Pemimpin yang pintar akan mencari pembantunya yang cerdas dan kreatif supaya dia terlihat lebih pintar lagi;
  2. Pemimpin yang bodoh akan mencari pembantunya yang lugu supaya mudah disuruh-suruh dan diperintah;
  3. Pemimpin yang berani akan mencari pembantunya dari orang-orang yang tegas supaya semua perintahnya dapat dilaksanakan tanpa ragu-ragu;
  4. Pemimpin yang penakut akan memilih pembantunya dari orang-orang penjilat supaya dia selalu dipuji-puji sebagai orang pemberani;
  5. Pemimpin yang jahat akan memilih pembantunya orang-orang yang bersedia menghalalkan segala cara supaya semua keinginannya dapat dipenuhi;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun