Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Belajar Bumi di Museum Tsunami

19 Januari 2014   00:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_306843" align="aligncenter" width="480" caption="Suasana didalam Museum Tsunami, Banda Aceh."][/caption] Liburan sekolah menjadi momentum paling tepat untuk mengajak anak-anak mengunjungi obyek wisata menarik di tanah air. Liburan semester tahun 2014 ini direncanakan untuk menikmati berbagai wahana hiburan di Taman Impian Jaya Ancol. Sayang, rencana besar itu gagal total. Berita banjir yang melanda Jakarta menyurutkan keinginan anak-anak untuk menjejakkan kaki di tanah Betawi. Liputan televisi terhadap berbagai bencana di tanah air seperti banjir di Jakarta, meletusnya gunung Sinabung di Sumatera Utara, menyebabkan Banda Aceh menjadi pilihan berlibur. Rencananya, dari Banda Aceh akan menyeberang ke Sabang. Namun, informasi prakiraan cuaca dari BMKG tentang badai dan tingginya gelombang laut di perairan Sabang, menyurutkan niat menjejakkan kaki di kilometer nol. [caption id="attachment_306844" align="aligncenter" width="300" caption="Model bola dunia, wahana untuk belajar tentang lapisan bumi."]

13900650621942521109
13900650621942521109
[/caption] Minggu lalu, posisi kami sudah berada di Banda Aceh. Ingin terbang ke Jakarta, anak-anak takut banjir. Ingin menyeberang ke Sabang, mereka takut badai dan gelombang. Ingin ke Sibayak, anak-anak takut dampak letusan Gunung Sinabung. Akhirnya semua sepakat, liburan sekolah 2014 dihabiskan di Banda Aceh. Obyek kunjungan yang direncanakan adalah Museum Tsunami, salah satu tempat yang belum pernah dimasuki di Banda Aceh. Hari itu, Kamis (8/1/2014) sekitar pukul 14.00 WIB, tibalah kami di Museum Tsunami, Jalan Sultan Iskandar Muda Banda Aceh. Pengunjung museum yang dirancang oleh Ridwan Kamil (sekarang Walikota Bandung) itu cukup ramai. Sebagian besar pengunjung adalah anak-anak yang didampingi orang tuanya. Pengunjung tidak dipungut bayaran. Masuk ke museum itu memang antri, tetapi tidak terlalu lama. Begitu masuk, kami harus melewati lorong gelap dengan percikan air yang menimpa kepala dan wajah para pengunjung. Ditengah percikan air itu, terdengan lantunan ayat-ayat suci Al Quran. Nuansanya membuat para pengunjung merinding, seolah-olah sedang masuk dalam sebuah lorong waktu. Diujung lorong itu, kami masuk dalam ruang gelap yang berisi gundukan tembok setinggi pinggang. Diatas tembok itu tersedia monitor berisi slide-slide tentang peristiwa tsunami 2004. Lalu, kami masuk ke ruang berikutnya, berbentuk cerobong kapal yang berisi nama-nama korban tsunami. Diatas cerobong gelap itu tertulis kaligrafi dengan lafal Allah yang mendapat cahaya dari luar. Sungguh suasananya membuat merinding. [caption id="attachment_306846" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan menuju ke ruang pamer Museum Tsunami"]
13900652212058224740
13900652212058224740
[/caption] Keluar dari ruang gelap itu, kami melintasi jembatan yang membentang diatas kolam menuju ke lantai satu. Dilantai satu terdapat dokumentasi, foto dan miniatur peristiwa tsunami. Anak saya yang bungsu, ketika tsunami terjadi masih berusia 4 bulan, begitu lama memandangi foto tentang kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami. Ketika ditanya, kenapa dia berlama-lama memandang foto itu? “Saya sedih melihat ibu yang memeluk mayat anaknya itu,” tutur si bungsu, polos. Selesai dari ruang foto dan dokumentasi, kami bergerak ke ruang yang berisi model simulasi tsunami. Alat dan model yang terdapat disana benar-benar menambah pengetahuan saya dan anak-anak tentang asal muasal bisa munculnya tsunami. Model itu memperlihatkan gerakan air dari tengah lautan sampai menghantam permukiman yang ada daratan. Sayang, di ruang model tsunami itu tidak ada guide khusus yang bisa menjelaskan pengetahuan tentang tsunami, akhirnya kami mencoba sendiri dan menafsirkan sendiri dengan bantuan Oom Google. Ketika kami sedang memperhatikan sejumlah model tentang tsunami, anak saya yang bungsu sudah berlari ke arah bola dunia berwarna biru. Bola dunia itu memang menarik perhatian anak-anak, karena berputar pelan seperti sebuah mainan. Kami pun menyusul ke arah bola dunia yang satu bagiannya diiris untuk memperlihatkan lapisan bumi. Pertanyaan pertama yang meluncur dari mulut si bungsu saat itu: “Ini games apa? Bagaimana cara mainnya?” Saya mencoba menjelaskan, ini bola dunia, seperti inilah bumi tempat kita tinggal sekarang. Dimana kita tinggal, tanya si bungsu. Saya mencari pulau Sumatera, menunjukkan ujung pulau Sumatera. “Disinilah kita saat ini,” kata saya. Terus Ancol itu dimana, tanyanya lagi. Saya menunjukkan sebuah tempat di utara Jakarta. Dia mengangguk-angguk, saya berharap dia tidak bertanya lagi. Soalnya, saya juga tidak menguasai seluruh nama tempat yang terdapat di muka bumi ini. Tiba-tiba dia bertanya: “kerak bumi itu apa?” Dia menunjuk irisan pada bola dunia yang tertulis kerak bumi. Mata saya melihat kekiri dan kekanan, mencari guide museum itu. Namun, saya tidak melihat mereka, sementara pertanyaan itu harus segera terjawab. Akhirnya saya minta bantu Oom Google. Apa kata Oom Google? Kerak bumi merupakan lapisan terluar bumi yang terdiri dari kerak samudera dan kerak benua. Tebal kerak samudera itu antara 5-10 Km, sementara tebal kerak benua antara 20-70 Km. “Koq ayah tahu?” tanya anak saya. Iya, kan ada Oom Google, kata saya sambil menunjukkan gadget android. [caption id="attachment_306845" align="aligncenter" width="300" caption="Ruang lukisan dalam Museum Tsunami, pelajaran berharga untuk generasi mendatang."]
1390065135309090826
1390065135309090826
[/caption] Ternyata bukan hanya si bungsu yang tertarik terhadap bola dunia itu, saya, isteri dan putri saya mulai memperhatikan unsur-unsur yang terdapat dalam lapisan bumi. Memang pada model bola dunia itu ditulis lapisan bumi terdiri dari kerak bumi (crust), mantel bumi (mantle), dan inti bumi (core). Hasil informasi dari Oom Google, disebutkan bahwa: dipusat bumi terdapat inti bumi (core) pada kedalaman 2.900-6.371 Km. Ada juga mantel bumi. Mantel atas berada pada kedalaman 400 Km, dan mantel bawah kedalamannya sampai 2.900 Km. Hari itu, kami benar-benar memperoleh pengetahuan berharga tentang gempa, tsunami dan bumi. Ternyata, dengan melihat model-model yang ada di museum itu, perihal gempa lebih mudah untuk dimengerti. Museum Tsunami bisa menjadi wahana belajar tentang bumi, tentang gempa dan tsunami. Museum ini cocok untuk anak-anak usia SD yang rasa ingin tahunya masih sangat tinggi. Liburan di museum ternyata lebih asyik, teriak si bungsu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun