[caption id="attachment_305502" align="aligncenter" width="600" caption="Yusuf (kanan) sedang melayani pembeli di toko berjalan miliknya."][/caption] Kesulitan dan himpitan ekonomi “memaksa” seseorang berpikir keras. Sering, seseorang tiba-tiba menjadi cerdas dan kreatif. Dari tangannya lahir sebuah kreativitas yang tak terduga. Dari hasil kerja kreatif itulah kemudian mereka bangkit menjadi orang sukses. Dimana ada kemauan disitu ada jalan, begitulah prinsip hidup orang-orang kreatif itu. Hal itulah yang telah dibuktikan Yusuf (35), seorang warga Banda Aceh yang nekad memodifikasi angkotnya menjadi toko berjalan. Akhir-akhir ini, sebut Yusuf yang ditemui di depan gedung ACC Dayan Dawood, Banda Aceh, Rabu (8/1/2014), usaha angkot mulai lesu seiring banyaknya mahasiswa yang menggunakan sepeda motor ke kampus. “Mengemudi labi-labi (sebutan untuk angkot) tidak mampu menutupi harga bensin, apalagi untuk kebutuhan dapur” ungkap Yusuf ditengah ramainya pengunjung festival seni Gayo Arts Summit itu. Angkot yang diubahnya menjadi toko berjalan itu masih tergolong baru. Mobil merek Suzuki itu masih menggunakan plat kuning (nomor polisi untuk angkutan umum). Sepertinya, Yusuf telah meninggalkan profesi sebagai pengemudi angkot. Bangku penumpang dalam angkot dibongkarnya. Kemudian, dimodifikasinya bagian dalam menjadi rak yang digunakan untuk menempatkan minuman, makanan ringan, dan berbagai kebutuhan rumah tangga. Dinding sebelah kiri dibuka dan dipasang engsel sehingga dapat buka tutup, sekaligus berfungsi sebagai atap. Didalam bak angkot itu terlihat kasur gulung, selimut dan bantal. Ternyata, Yusuf dan isterinya sering memanfaatkan angkot itu sebagai rumah. Menurut Yusuf, saat mereka tidak sempat pulang ke rumah, terutama karena acara keramaian tempatnya berjualan tutup sampai tengah malam. Kondisi itu menyebabkan mereka sering menginap di toko berjalan itu. Setiap ada keramaian atau festival tertentu, Yusuf selalu hadir disana. Pernah, dengan Angkot yang sudah diubah menjadi toko itu, mereka berjualan sampai ke Meureudu Pidie Jaya dan Calang Aceh Jaya, jaraknya sekitar 200 Km dari Banda Aceh. “Kalau tempat berjualan jauh, biasanya mobil ini kami parkir didepan masjid. Kami bisa memanfaatkan kamar mandi masjid untuk mandi,” jelas Yusuf. [caption id="attachment_305503" align="aligncenter" width="600" caption="Bagian belakang angkot, didalamnya berisi barang dagangan milik Yusuf."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H