Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Aceh Pernah Alami Kiamat Sugra

21 Desember 2012   20:14 Diperbarui: 25 Desember 2016   21:31 8806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_223127" align="aligncenter" width="1024" caption="Ilustrasi/tsunami Aceh (foto: voaindonesia.com)"]Benarkah warga Provinsi Aceh sudah pernah merasakan kiamat? Benar, mereka sudah merasakan “tragisnya” kiamat sugra (kiamat kecil). Peristiwa itu terjadi pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004. Dimulai pukul 07.58 WIB saat bumi Aceh diguncang oleh gempa bumi dengan kekuatan 9,3 skala richter. Banyak gedung dan bangunan yang rubuh akibat hentakan gempa dahsyat tersebut. Warga di Banda Aceh dan penduduk Provinsi Aceh berlarian keluar rumah. Mereka mencari tempat terbuka karena takut datangnya gempa susulan.

Sekitar dua jam kemudian, ketika  warga sedang mencari area aman di luar rumah, sekonyong-konyong orang berlarian sambil berteriak air, air...air. Siapapun tidak pernah menduga, Samudera Hindia yang begitu tenang tiba-tiba “menggelegak.” Airnya tumpah ke daratan, menerjang apa saja.  Setelah semua hancur, semua orang yang selamat tersadar, ternyata gelombang dahsyat itu bernama tsunami. Itulah kiamat sugra.

Akibat dari kiamat sugra itu tidak tanggung-tanggung, luluh lantak semua permukiman penduduk dan fasilitas umum yang terdapat di pesisir Aceh. Bukan itu saja,  jaringan telekomunikasi tidak berfungsi sama sekali. Gelombang tsunami yang setinggi pohon kelapa itu bahkan menyebabkan 229.826 orang hilang dan 186.983 tewas (data dari PBB). Di Aceh sendiri, tercatat sebanyak 126.915 tewas dan 37.063 hilang. 

Bagaimana pengalaman orang yang sudah pernah mengalami kiamat sugra itu? Hari ini, Jumat (21/12/2012) di Takengon, saya berkesempatan berbincang-bincang dengan Arslan (48), salah seorang yang selamat dari hempasan tsunami. Arslan adalah warga Takengon, yang waktu itu berkunjung ke Banda Aceh dalam rangka menghadiri pernikahan putra pamannya di kampus Unsyiah Darussalam. Pamannya adalah seorang guru besar di perguruan tinggi itu. 

Arslan berkisah, saat terjadi gempa besar itu, dia dan beberapa kerabatnya masih berada disebuah rumah di kawasan Blang Padang, pusat kota Banda Aceh. Setelah gempa reda, mereka dengan tergesa-gesa berangkat menuju ke kampus Unsyiah dengan  mobil kijang super 1979. Bersama tiga orang kerabatnya, mereka melihat wajah orang yang begitu cemas akibat hentakan gempa besar itu. 

Warga dengan wajah ketakutan itu berkerumun disepanjang jalan menuju ke arah Darussalam. Arslan ketiga kerabatnya juga mengaku cukup cemas. Namun, karena acara prosesi pernikahan akan segera dimulai, dia terus memacu mobil kijang keluaran 1979 itu menuju arah Darussalam. Tepat di depan kantor Gubernur Aceh (sekitar 4 Km lagi sebelum sampai ke kampus Unsyiah Darussalam), Arslan dikejutkan oleh orang-orang panik yang berlarian ke arah jalan raya. 

Dalam kepanikan itu, mobil-mobil saling bertabrakan, bahkan orang-orang yang sedang berlarian tertabrak begitu saja. Dia belum menyadari, apa yang sedang terjadi. Mobil yang dikemudikannya sudah terjebak ditengah kemacetan yang cukup parah. Maju tidak bisa, apalagi mundur. Ketika itulah, dia mendengar suara gemuruh yang sangat keras. Dia menoleh ke kiri, arah kantor Gubernur Aceh, asal suara gemuruh itu. 

Betapa kagetnya dia saat melihat "benda hitam" yang sangat besar muncul dari belakang kantor gubernur. Dalam hitungan detik, suatu  benturan keras menghantam mobilnya, buuumm.... "Benda" itu telah membentur mobil kijang tua itu. Ternyata, "benda" itu adalah air berwarna hitam. Mobilnya digulung air dan terdorong ke arah Kantor Dipenda Aceh. Dengan sangat cepat, air hitam itu menggenangi bagian dalam mobilnya. 

Dalam suasana sangat panik, Arslan dan dua orang kerabatnya berusaha menyelamatkan diri melalui jendela mobil. Dia tidak tahu bahwa salah seorang kerabatnya  yang dipanggil kakek masih terjebak dalam mobil. Hal itu baru diketahui Arslan setelah mobil itu ditemukan beberapa jam kemudian. Dan, kakek itu telah meninggal dunia dalam kabin mobil kijang 1979 itu. 

Setelah berada diluar mobil, tutur Arslan, air hitam setinggi pohon kelapa itu terus datang silih berganti bagai rangkaian gelombang menghempas semua orang yang ada disana. Tragisnya, Arslan tidak bisa berenang sehingga dia terhempas kesana-sini seperti sebuah bola ditengah samudera. Atas kuasa Sang Khalik, dia bisa menjangkau pucuk daun kelapa. Ternyata belum juga aman. Gelombang berikutnya datang lebih keras menghantam tubuhnya. Dia kembali terlempar dari pucuk pohon kelapa itu. 

Ditengah hempasan air, dia berhasil menjangkau sekeping papan yang terbawa gelombang. "Alhamdulillah," sebut Arslan. Dengan bergayut pada sekeping papan itu, dia terhempas ke atap sebuah rumah. Disana, dia melihat sejumlah orang yang sedang menangis histeris. Ada yang memanggil nama anak isteri, dan orang tuanya. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, hanya menatap  orang yang timbul tenggelam terbawa gelombang air berwarna hitam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun