Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Afwina, Sang Animator Peraih Beasiswa Aceh

15 September 2012   13:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:25 983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_205899" align="aligncenter" width="640" caption="Afwina berusaha mencari istal kuda di Takengon, karena hewan ini menjadi sumber inspirasinya untuk membuat sebuah film animasi."][/caption] Salah satu program populer yang diluncurkan oleh Pemerintah Aceh adalah beasiswa bagi mahasiswa Aceh untuk belajar di luar negeri maupun di dalam negeri. Penerima beasiswa Aceh untuk perguruan tinggi luar negeri, diantaranya untuk kuliah di Australia, Inggris, Jerman, Taiwan, Jepang, India, Malaysia. kawasan Timur Tengah, dan beberapa negara lainnya. Beasiswa dari Pemerintah Aceh diperuntukkan bagi mahasiswa Aceh untuk kuliah pada jenjang strata 2 dan strata 3. Mereka yang disebut mahasiswa Aceh adalah warga Provinsi Aceh atau provinsi lain yang asal usulnya dari Aceh. Biasanya, Komisi Beasiswa Aceh melalui media setempat membuka pendaftaran untuk mereka yang berminat. Komisi beasiswa ini melakukan sejumlah tes kepada para pendaftar, seperti tes IELTS bagi mereka yang TOEFL-nya sudah memenuhi standar. Calon penerima beasiswa juga disyaratkan untuk mengirimkan karyanya ke universitas yang dituju. “Saya mengirim film animasi anti rokok hasil kerja sewaktu di ITB,” demikian diungkapkan Afwina (27), Sabtu (15/9) dalam sebuah bincang-bincang saat bertemu di OZ Cafe Takengon. Gadis Aceh kelahiran Duri Riau tersebut sedang melakukan napaktilas ke Takengon, kota kelahiran orang tuanya. Coffee lovers yang berada di OZ Cafe, sebelumnya tidak pernah tahu kalau gadis bertubuh kecil berwajah imut-imut itu adalah seorang animator sekaligus penerima beasiswa Aceh lulusan S-2 dari University of Adelaide, Australia. [caption id="attachment_205896" align="aligncenter" width="453" caption="Afwina bersama para penerima beasiswa Aceh di University of Adelaide, Australia (Foto: Afwina)"]

13477141391383966917
13477141391383966917
[/caption] Wiwin, panggilan Afwina, bertutur bahwa beasiswa yang diterimanya selama kuliah di University of Adelaide sebesar Aus$ 736 per dua minggu, sedangkan uang kuliah dibayar langsung ke perguruan tinggi tersebut oleh Komisi Beasiswa Aceh. Bagi Wiwin, beasiswa sebesar itu sangat memadai untuk biaya hidup selama berada di Adelaide. “Malah beasiswa itu bisa dihemat, uang itu untuk beli kamera dan wacom intuos” tambah gadis single itu. Selama belajar di program studi Design in Digital Media pada University of Adelaide itu, salah satu karyanya di semester dua adalah film animasi berjudul “The Canned Cat” yang telah diuploadnya di You Tube. Sedangkan tugas akhirnya di perguruan tinggi itu membuat jenis film animasi stop motion/puppet animation. Karya film animasi lain yang sudah pernah dibuatnya seperti Zeta (zebra sahabat kita) berupa serial animasi tentang keselamatan berlalu lintas yang ditayangkan di Trans7. Kemudian, dia juga membuat animasi untuk buku Bubi Beruang yang diterbitkan oleh PT. Sygma Bandung, lalu animasi untuk opening bukukita.com. Pemilik alamat email wi2win_only@yahoo.com itu cukup banyak membuat film animasi yang diuploadnya di You Tube, diantaranya “once upon a time” berbentuk film animasi stop motion tentang kisah monster baik hati yang mati sia-sia. Sekarang, dia sedang merencanakan untuk membuat film animasi tentang kisah kepahlawanan Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, dan kisah-kisah perempuan tangguh lainnya di Indonesia. “Masalahnya, belum ada sponsor yang mau membiayai produksi film animasi itu, karena biaya pembuatan film animasi lumayan besar” sebut alumni ITB 2008 itu. Pemegang gelar MDDM dari University of Adelaide itu mengungkapkan bahwa pengerjaan sebuah film animasi itu tergolong berat, butuh sebuah tim dengan beberapa orang animator. Hal yang paling ironis, di Indonesia jarang ada yang mau membiayai pembuatan film animasi sehingga banyak animator handal yang pindah ke luar negeri. Kini, Afwina sang animator asal Aceh tersebut akan tetap membaktikan diri di tanah air. Tahun ini, dia mulai bertugas sebagai tenaga pengajar pada Politeknik Aceh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun