Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menunggu Lahirnya Partai Anti Korupsi (PAK)

6 Juli 2012   02:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:15 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penundaan persetujuan DPR-RI terhadap usulan pembangunan gedung KPK benar-benar memiliki snow ball effect, terus menggelinding seperti bola salju. Lebih-lebih setelah seorang komisioner KPK membuka wacana “saweran” rakyat untuk dana pembangunan gedung KPK. Wacana itu mendapat sambutan luas, baik melalui media jejaring sosial maupun aksi-aksi masyarakat yang secara sukarela mengumpulkan dana.

Gejala yang dapat dirasakan bahwa wacana “saweran” rakyat untuk pembangunan gedung KPK makin meluas. Hal ini menunjukkan bahwa demikianlah besarnya dukungan masyarakat untuk menghancurkan kejahatan luar biasa, yang dikenal dengan istilah korupsi. Disisi lain, “saweran” itu merupakan simbol perlawanan rakyat terhadap wakil-wakilnya yang duduk di DPR.

Sebenarnya, apa yang terjadi di Indonesia sungguh sangat ironis. Biasanya, seperti kita lihat di negara-negara lain, yang “diserang”  oleh rakyat adalah pemerintahnya (eksekutif), bukan wakil rakyat (legeslatif). Sebab, wakil rakyat selalu berpihak kepada rakyat.  Di Indonesia, malah sebaliknya, wakil rakyat yang dilawan oleh rakyatnya. “Saweran” rakyat untuk gedung KPK dijadikan alat pemersatunya.

Perlawanan itu ingin mempertegas kepada publik, seolah-olah wakil rakyat tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi. Lebih-lebih setelah diperkuat oleh keterlibatan beberapa wakil rakyat dalam kasus korupsi. Terakhir, kasus keterlibatan seorang wakil rakyat dalam kasus pengadaan Al Quran yang membuat citra lembaga legeslatif itu makin terpuruk.

Pastinya, opini itu terus mengkristal sekaligus mengubah pandangan masyarakat terhadap partai politik yang menempatkan wakil-wakilnya di DPR. Kepercayaan publik terhadap partai politik terus turun ke titik nadir, terutama partai politik yang selama ini mengusung isu-isu anti korupsi. Publik makin rindu terhadap sebuah partai politik yang bersih. Sepertinya, “saweran” rakyat untuk membangun gedung KPK dapat dijadikan embrio untuk melahirkan sebuah partai politik baru.

Partai politik apakah gerangan yang cocok? Sesungguhnya kita belum tahu. Namun, ketika melihat semangat rakyat yang berdiri dibelakang “saweran” rakyat untuk membangun gedung KPK, makin mempertegas bahwa rakyat rindu akan partai politik yang benar-benar anti korupsi. Jikalah momentum ini terbaca oleh para pegiat anti korupsi, sudah selayaknya segera dibentuk Partai Anti Korupsi (PAK). Mereka yang hari ini mendukung “saweran” rakyat dipastikan akan berdiri dibelakang PAK.

Kemudian, dengan keberadaan PAK dalam kancah politik nasional, maka perjuangan memberantas korupsi tidak lagi terbatas di kalangan NGO, KPK, dan elemen sipil lainnya. Pemberantasan korupsi dapat dimulai dari inti atau pusat kekuasaan. Nah, bila pegiat anti korupsi yang berperan memegang tampuk kekuasaan, rasanya tidak mungkin lagi terjadi korupsi di negeri ini.

Wajar jika hari ini kita menunggu lahirnya PARTAI ANTI KORUPSI, tempat kaum nasionalis sejati berkumpul, tempat para pencinta Indonesia bersatu, tempat para penegak kebenaran berpadu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun