Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BSE, Perpustakaan Tanpa Buku

21 Mei 2012   13:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:00 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_182799" align="aligncenter" width="640" caption="Buku sekolah elektronik (BSE) Bahasa Indonesia untuk siswa SD cukup menarik dengan ilustrasi gambar sebagaimana buku hasil cetakan "][/caption] Buku adalah jembatan ilmu, begitu kata-kata bijak yang sering diucapkan orang. Kata bijak itu sungguh sangat benar, sebab orang bisa menggali dan mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan berdasarkan buku yang ditulis para ilmuan atau penulis lainnya. Demikian pula halnya bagi anak-anak sekolah dasar (SD), kebutuhan akan buku bacaan dan buku pelajaran menjadi penentu bagi mereka dalam menyelesaikan pendidikannya. Sebagai orang tua, kompasianer sangat berharap dapat melengkapi buku bacaan dan buku pelajaran bagi anak saya yang masih duduk di bangku kelas 2 SD. Sayangnya, di kota kecil tempat kompasianer bermukim belum ada toko buku yang memiliki judul buku yang lengkap. Dapat satu judul buku, tetapi tidak ada judul yang lain. Kendala ini menyebabkan sejumlah siswa terpaksa memfotocopy buku yang dimiliki teman-temannya. Salah satunya adalah buku anak saya yang paling sering dipinjam untuk difotocopy. Sejak kompasianer berlangganan jaringan internet mulai tahun 2010, kesulitan memperoleh buku bacaan maupun buku pelajaran sudah dapat diatasi. Selain membaca buku elektronik untuk kebutuhan sendiri, kompasianer juga mendownload hampir semua buku sekolah elektronik (BSE) dari situs Kementerian Pendidikan Nasional. Buku sekolah elektronik (BSE) yang didownload dan disimpan di PC kompasianer mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 SD. Selain soft copynya disimpan di hardisk PC, kompasianer juga memprint out BSE tersebut. Hal ini untuk memudahkan anak-anak membacanya, bisa dibaca sambil nonton televisi. Ternyata, BSE itu juga difotocopy oleh teman-teman anak saya. Bermanfaat juga, pikir saya. Tidak jarang, sejumlah teman-teman anak saya dari berbagai usia sering berkumpul di depan PC. Mereka ada yang khusus untuk membaca, ada pula yang mengerjakan PR. Melihat mereka yang begitu asyik membaca buku-buku elektronik, rasanya begitu bahagia. Terkadang ruang kerja saya sudah menyerupai perpustakaan umum, tetapi tanpa lemari buku karena semuanya berupa buku elektronik. Demikian pula bagi anak saya yang bernama Asyraf (8 tahun) benar-benar memanfaatkan BSE sebagai buku pegangan untuk menyelesaikan PR-nya. Menurutnya, BSE untuk SD itu sangat menarik karena gambar-gambarnya cantik-cantik, begitu juga tulisannya besar-besar sehingga mudah dibaca. Terkadang saya juga heran, dia membaca BSE untuk kelas yang lebih tinggi karena semua buku-buku itu sudah saya download ke PC saya. Dari komunikasi dengan beberapa teman anak saya, ternyata belum semua sekolah memanfaatkan BSE sebagai buku pegangan di sekolahnya. Guru-guru mereka masih mewajibkan menggunakan buku pelajaran non BSE. Buku keluaran penerbit tertentu itu terkadang sulit ditemukan di pasaran. Saya jadi berpikir, kenapa mereka masih mau menyusahkan siswa dengan mewajibkan buku-buku mahal itu, padahal sudah ada BSE yang sangat murah. Pagi tadi, kompasianer mencoba menelusuri, dan bertanya kepada ibu guru S (inisial nama guru dari teman anak saya) di sebuah SD yang terletak di tengah Kota Takengon Aceh Tengah. Dari perbincangan dengan kompasianer, ternyata si ibu guru mengetahui bahwa Kemendiknas menyediakan BSE, tetapi dia kurang memahami cara mendownloadnya. Dia menambahkan, rata-rata guru SD kurang familier dengan PC atau laptop sehingga mereka terpaksa menggunakan buku-buku lama. Kasihan melihat keluguan ibu guru S tersebut, saya menawarkan print out BSE untuk difotocopy. Dia kelihatan kurang merespon. Setelah saya desak, akhirnya dia buka kartu bahwa dia tidak memiliki cukup uang untuk memfotocopy BSE tersebut. Akhirnya, saya serahkan semua print out BSE tersebut dengan harapan orang tua siswa yang membutuhkan dapat memfotocopy dari si ibu guru itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun