Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Beca Berlangganan, Hemat Ongkos Hemat BBM

18 Maret 2012   17:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:51 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_169507" align="aligncenter" width="640" caption="Beca yang dimodifikasi sebagai angkutan murah dan hemat BBM menyiasati kenaikan BBM bulan depan (Foto: Syukri Muhammad Syukri)"][/caption] Beca atau sering juga disebut dengan becak merupakan angkutan roda tiga yang digunakan warga sebagai angkutan alternatif. Selain sepeda motor, beca menjadi angkutan murah bagi mereka yang pergi bekerja atau siswa-siswa yang pergi sekolah. Beberapa kota yang kekurangan angkutan kota (angkot), beca menjadi pilihan warga, bahkan mereka menjadikan beca sebagai angkutan berlangganan. Angkutan antar jemput berlangganan untuk para pekerja dan siswa, kemudian menjadi salah satu peluang bisnis yang dibaca oleh orang-orang kreatif. Pada saat jam padat, para pekerja dan siswa tidak kebagian tempat duduk dalam angkot atau bis kota sebagai angkutan murah menuju ke tempat kerja dan sekolah. Yusmandin Idris (47), seorang jurnalis yang bermukim di Cot Gapu, beberapa hari lalu di sebuah cafe di tengah kota Bireuen Aceh, mengaku sangat khawatir jika anak-anaknya harus bergelantungan di angkot atau bis karena tidak kebagian tempat duduk. Sulit membayangkan jika anak-anak yang masih kecil itu harus terkapar di atas aspal karena tangannya lepas dari pegangan. Untuk mengantar empat orang anaknya dengan sepeda motor, juga sangat tidak mungkin, karena dia hanya memiliki satu unit sepeda motor. Apabila dia harus bergantian mengantar isteri ke tempat kerja, lalu mengantar anak-anaknya ke sekolah secara berulang-ulang, tentu sangat merepotkan dan menyita waktu. Supaya tidak repot untuk urusan antar jemput isteri dan anak-anak, Yusmandin memutuskan untuk berlangganan beca. Melalui pola ini, si anak dijemput ke rumahnya setiap pagi, dan diantar kembali ke rumahnya pada siang hari. Menurut Yusmandin, angkutan model ini lebih menjamin keamanan dan keselamatan anak-anak terutama yang masih usia SD, dibandingkan harus naik angkot yang penumpangnya sering bergelantungan. Sejumlah penarik beca ternyata berhasil membaca kerepotan seorang ayah sebagai peluang bisnis. Kata Yusmandin, mereka tidak segan-segan menawarkan kepada tetangga atau kenalannya untuk antar jemput berlangganan. Sayangnya, sebuah angkutan becak biasanya memiliki kapasitas duduk untuk dua orang anak sekolah. Para penarik beca di kota Bireuen Aceh, kemudian merenovasi sendiri becanya. Selama ini, beca itu hanya muat untuk 2 orang, kini dimodifikasi agar mampu menampung 8 orang anak sekolah. Meskipun masih terdapat beberapa beca yang menempatkan penumpangnya melebihi kapasitas karena belum dimodifikasi. [caption id="attachment_169508" align="aligncenter" width="300" caption="Beca yang memuat penumpangnya diluar kapasitas (Foto: Syukri Muhammad Syukri)"]

1332090904587988257
1332090904587988257
[/caption] Menurut informasi dari Yusmandin, setiap anak dikenakan ongkos Rp.100 ribu per bulan. Dia sudah lama mempercayai antar jemput anak sekolah kepada penarik beca tersebut. "Ongkos Rp 100 ribu per bulan itu khusus ongkos untuk antar jemput sekolah. Kalau untuk antar jemput mengaji, lain lagi ongkosnya," kata wartawan Harian Serambi Indonesia itu. Kreativitas penarik becak ini mendapat apresiasi dari masyarakat di kota itu, yang ditandai dengan makin banyaknya orang tua mempercayai urusan antar jemput anak kepada penarik beca berlangganan tersebut. Selain ongkosnya murah, hemat BBM karena ditarik oleh sepeda motor, juga keamanan anak-anak lebih terjamin. “Penarik beca itu umumnya orang yang sudah kita kenal,” ungkap Yusmandin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun