Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kisruh APBD DKI Jakarta Gegara Siluman

6 Maret 2015   06:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:05 1125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_371616" align="aligncenter" width="673" caption="Ilustrasi (Foto: tempodotco)"][/caption]

Kisruh antara Gubernur Ahok versus DPRD DKI Jakarta tentang APBD (diakui atau tidak) telah berhasil menyedot perhatian publik. Malah isu-isu lain seperti pelemahan KPK, melemahnya rupiah, kenaikan BBM, dan naiknya harga beras mulai mendapat porsi lebih kecil dalam pembertaan. Apakah kisruh yang sedang terjadi di Pemerintahan DKI Jakarta tergolong pengalihan isu? Wallahualam.

Tulisan ini bukan mengulas tentang pengalihan isu, tetapi mencoba memfokuskan kepada bagaimana sebuah APBD disusun. Sebagaimana diketahui bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) merupakan sebuah lembaga politik yang menjadi bagian dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, disamping kepala daerah (gubernur, bupati/walikota). Kedua lembaga itulah yang oleh undang-undang diberi wewenang untuk membahas APBD suatu daerah.

Keberadaan anggota parlemen (DPRD) di sebuah daerah otonom merupakan tuntutan demokrasi. Sebab, dalam sebuah pemerintahan yang demokratis, rakyat harus terlibat dalam semua penyusunan kebijakan publik. Salah satu kebijakan publik strategis di daerah adalah Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD).

Dokumen anggaran itu diajukan oleh kepala daerah kepada DPRD, artinya rancangan APBD itu perlu mendapat persetujuan alias disepakati bersama rakyat. Dalam konteks ini, rakyat direfleksikan oleh para anggota DPRD tersebut.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun 2015 ditegaskan: “Sinkronisasi kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah lebih lanjut dituangkan dalam rancangan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan rancangan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD sebagai dasar dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Tahun Anggaran 2015.”

Membahas Kebijakan Umum Anggaran (KUA), Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) serta rancangan perda APBD merupakan salah satu fungsi DPRD. Untuk mencapai kata disepakati bersama, tiada pilihan lain maka KUA, PPAS dan rancangan perda APBD harus dibahas oleh rakyat, dalam hal ini diwakili oleh anggota DPRD.

Proses pembahasan sebuah rancangan kebijakan bersama wakil rakyat (di level parlemen manapun) mesti ada penambahan/pengurangan, koreksi maupun perubahan. Proses seperti itu cukup wajar sepanjang masih dalam bingkai dan koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Malah jika anggota DPRD menerima bulat-bulat KUA, PPAS dan rancangan Perda APBD yang diajukan kepala daerah, itu yang patut dicurigai. Boleh jadi rakyat (konstituen) akan menuding bahwa wakil mereka di lembaga terhormat itu tidak berfungsi alias menjadi tukang stempel semata.

Lantas, apa saja fungsi DPRD provinsi di Indonesia? Dalam pasal 96 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, DPRD provinsi mempunyai fungsi:


  • Pembentukan Perda provinsi;
  • anggaran; dan
  • pengawasan.

Bagaimana fungsi Pembentukan Perda Provinsi harus dijalankan oleh para wakil rakyat itu (Pasal 97):


  • membahas bersama gubernur dan menyetujui atau tidak menyetujui rancangan Perda Provinsi;
  • mengajukan usul rancangan Perda Provinsi; dan
  • menyusun program pembentukan Perda bersama gubernur.

Kemudian, bagaimana proses lahirnya sebuah APBD Provinsi? Dalam pasal 99 disebutkan bahwa: “Fungsi anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 96 ayat (1) huruf b diwujudkan dalam bentuk pembahasan untuk persetujuan bersama terhadap rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi yang diajukan oleh gubernur.”

Fungsi anggaran itu dilaksanakan dengan cara (Pasal 99 ayat 2):


  • membahas KUA dan PPAS yang disusun oleh gubernur berdasarkan RKPD;
  • membahas rancangan Perda Provinsi tentang APBD Provinsi;
  • membahas rancangan Perda Provinsi tentang perubahan APBD Provinsi; dan
  • membahas rancangan Perda Provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD Provinsi.

Fungsi pengawasan yang dimiliki oleh anggota DPRD (pasal 100) itu diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap:


  • pelaksanaan Perda Provinsi dan peraturan gubernur;
  • pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi; dan
  • pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK.

Cukup jelas bahwa KUA, PPAS dan Rancangan Perda Provinsi tentang APBD harus dibahas oleh DPRD. Lantas, kenapa Gubernur Ahok begitu berang terhadap anggota DPRD DKI Jakarta. Siluman pun ikut dibawa-bawa dalm kisruh itu.

Kedua belah pihak saling menyalahkan, bahkan sampai merembes ke ranah hukum. Sedih nian nasib rakyat Jakarta menyaksikan “papa dan mamanya” bertengkar soal “siluman.” Siapakah yang silumannya? Coba cermati beberapa hal berikut ini:

Pertama, periksa KUA dan PPAS yang diajukan Gubernur Ahok, apakah sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) DKI Jakarta (sesuai pasal 99 ayat 2 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2014)?

Kedua, periksa notulensi (rekaman video-kalau ada) pembahasan KUA, PPAS, dan Rancangan Perda DKI Jakarta tentang APBD, apakah tambahan program yang disarankan (jika ada) oleh anggota DPRD sejalan dengan program dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) DKI Jakarta atau RKPD Tahun 2015?

Ketiga, apakah nota kesepakatan tentang KUA dan PPAS antara Gubernur Ahok dan Pimpinan DPRD DKI Jakarta sudah ditanda tangani kedua belah pihak?

Keempat, apakah rapat paripurna DPRD DKI Jakarta telah menyetujui Rancangan Perda tentang APBD DKI Jakarta yang diajukan oleh Gubernur Ahok?

Kelima, apakah draft Rancangan APBD DKI Jakarta yang disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk evaluasi adalah rancangan yang telah disetujui bersama?

Apabila kelima hal itu ditelusuri dengan cermat, maka “siluman” yang selama ini dituding melahirkan anggaran siluman pasti akan ketahuan. Siapa silumannya? Yuk kita cari bersama-sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun