Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Politik

Wimar Sadarkan Swing Voters

20 Juni 2014   23:06 Diperbarui: 20 Juni 2015   02:58 672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_330062" align="aligncenter" width="600" caption="Karya Wimar Witoelar (Sumber foto: news.bisnis.com)"][/caption]

“Terima kasih Wimar.” Menurut prediksi saya, itulah kalimat yang berada di hati anggota timses kubu Prabowo-Hatta saat ini. Lihat saja, hampir tidak ada reaksi dari timses Prabowo-Hatta atas ulah Wimar Witoelar yang mengunggah gambar berjudul “Galeri Bajingan..Kebangkitan Orang-orang Jahat” di akun FB-nya. Padahal, dengan cap sebagai bajingan dan orang jahat, seharusnya timses Prabowo-Hatta akan marah besar dan mengajukan Wimar ke ranah hukum.

Sekarang malah terbalik. Berdasarkan komentar warga di media jejaring sosial, yang marah besar justru adalah swing voters. Mereka adalah warga yang belum menentukan pilihan atau tidak terikat kepada salah satu capres. Rada-radanya (berdasarkan arah komentar mereka di media jejaring sosial) terlihat kecenderungannya akan menjatuhkan pilihan kepada Jokowi-JK dalam Pilpres mendatang.

Apa yang terjadi sekarang? Setelah ulah Wimar, komentar para swing voters di media jejaring sosial mulai berubah 180 derajat dari sebelumnya. Kini, warga swing voters mulai ramai-ramai mengupload avatar (gambar profil) yang bertuliskan: I stand on the wrong side. Ini fenomena baru dalam hiruk pikuk Pilpres 2014. Menurut hemat saya, tanpa sengaja Wimar Witoelar telah menyadarkan swing voters terhadap pilihannya dalam Pilpres 9 Juli 2014 mendatang. Swing voters makin paham harus berdiri disisi yang mana.

Firman Noor, pengamat politik dari UI sebagaimana ditulis Republika (20/6/2014) mengkritik sikap pembawa acara Wimar Witoelar yang mengunggah foto berjudul “Gallery of Rogues..Kebangkitan Bad Guys” di laman Facebook. Firman menilai sikap Wimar sebagai bentuk kepanikan pendukung Jokowi terhadap elektabilitas Prabowo. “Ini kubu Jokowi panik,” kata Firman.

Sebenarnya, swing voters sudah mulai geram ketika Profesor Musda Mulia, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah yang juga anggota tim pemenangan capres Jokowi-JK mengatakan: “Saya setuju kalau kolom agama dihapuskan saja di KTP, dan Jokowi sudah mengatakan pada saya bahwa dia setuju kalau memang itu untuk kesejahteraan rakyat,” tulis Kompasdotcom (18/6/2014).

Pernyataan Musda Mulia yang menghebohkan itu terus bergulir bagai bola salju, dari mulut ke mulut, dari satu akun ke akun yang lain, dan tak terhentikan. Benar-benar sebuah kampanye hitam dari seorang anggota timses kepada capres yang didukungnya. Kalau dalam pemilihan kepala desa disebut dengan istilah penggembosan dari dalam. Ini yang aneh. Fenomena ini menjadi tanda tanya atas soliditas timses capres Jokowi-JK.

Beruntung, Hamka Haq langsung mengklarifikasi pernyataan Musda Mulia. Swing voters yang terlanjur sudah geram, kemudian mulai teredam. Apa bentuk klarifikasi Hamka Haq atas pernyataan Musda Mulia? Ketua DPP PDI Perjuangan itu membantah pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menghapus kolom agama dalam KTP. “Tidak ada program seperti itu,” kata Hamka kepada Republika (18/6/2014).

Selesai problem yang satu, ternyata muncul problem baru. Mereda antipati warga terhadap pernyataan Musda Mulia, kini mengapung lagi persoalan foto yang diunggah Wimar Witoelar. Kedua persoalan itu tergolong sebagai isu sensitif dan paling mudah dipicu. Lebih-lebih bukti fisik berupa foto yang diunggah itu telah beredar luas di dunia maya.

Bukan mustahil, foto copy berita tentang ulah Wimar dan pernyataan Musda Mulia sudah beredar dari satu warga ke warga yang lain. Apalagi dalam beberapa hari kedepan, ummat Islam akan memasuki bulan ramadhan, maka di malam hari akan dilaksanakan shalat tarawih. Biasanya, sebelum atau sesudah tarawih akan diadakan kuliah tujuh menit (kultum) untuk para jamaah di masjid dan mushalla. Akankah momentum kultum menjadi ajang membahas isu-isu sensitif itu?

Masalahnya, siapa yang bisa membendung atau melarang agar ulah Wimar dan pernyataan Musda Mulia tidak dibahas dalam kultum itu? Tidak ada, karena saat ini kita sedang berada dalam era demokrasi yang setiap warga negara memiliki kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat. Apabila ada keinginan untuk meng-counter isu itu, tentu akan sangat menguras tenaga timses Jokowi-JK, mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah dan desa. Sanggupkah timses Jokowi-JK meng-counternya? Pasalnya, ormas-ormas yang dikelompokkan oleh Wimar sebagai “Gallery of Rogues..Kebangkitan Bad Guys” memiliki kader dan pengurus sampai ke tingkat desa. Saya kurang yakin bahwa timses Jokowi-JK akan meng-counternya sampai ke level grass root.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun