Mohon tunggu...
Syukri Muhammad Syukri
Syukri Muhammad Syukri Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk berbagi

Orang biasa yang ingin memberi hal bermanfaat kepada yang lain.... tinggal di kota kecil Takengon

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ini Bukan Republik Wong Cilik

17 Desember 2014   15:23 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:08 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_359915" align="aligncenter" width="480" caption="Rambu-rambu larangan bagi sepeda motor di depan bundaran HI Jakarta."][/caption]

Jangan bersedih, ini bukan republik wong cilik, tetapi republik orang-orang berduit. Ingin menikmati hasil kemerdekaan? Kantong anda harus berisi segepok duit. Ingin melihat hasilpampasan perang Jepang, semisal Hotel Indonesia dan Sarinah? Anda harus punya duit untuk beli mobil, naik taksi atau bis.

Kenapa? Terhitung sejak Rabu (17/12/2014), sepeda motor dilarang melewati ruas jalan protokol dari Bundaran HI hingga ke Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta. Meski sepeda motor adalah kenderaan legal dan syah, bayar pajak, tetapi sejak hari ini telah kehilangan hak melaju dijalur itu.

Jangan marah, karena ini bukan republik wong cilik. Meski anda taat pajak, bayar pajak tepat waktu, bukan berarti anda bisa bebas kemana saja. Kumpulan pajak yang anda bayar paling-paling untuk menambah fasilitas bagi orang beruang.

Supaya mereka serasa hidup di tanah surga, sembari menikmati kemerdekaan yang dulu direbut dengan darah oleh kakek anda. Mobil mereka bisa melaju meninggalkan debu untuk anda. Karena sepeda motor anda tak lagi menghalangi mobil mengkilapnya.

Jangan menangis, ini bukan republik milik wong cilik. Anda hanya disanjung menjelang pemilihan umum. Kenapa? Karena ditangan anda masih ada suara yang sangat berharga. Suara yang bisa mengantarkan seorang pengaku pembela wong cilik menjadi raja di Batavia. Begitu suara itu anda serahkan kepadanya, anda kembali menjadi wong cilik biasa yang tetap papa ditengah nestapa.

Hapuslah air matamu, ini bukan republik milik wong cilik. Ini republik para raja yang dulunya juga wong cilik. Statusnya persis seperti anda. Mereka juga pernah menangis seperti anda, sebelum menjadi raja. Makanya, bilapun seember air matamu mengalir, sebesar bola tenis matamu bengkak, tidak ada artinya. Anda tetap sebagai wong cilik yang harus mengikuti kehendak penguasa.

Tersenyumlah, artinya anda sadar bahwa ini republik kaum beruang, kaum jetset, kaum kaya raya yang bebas lalu lalang dengan mobil empat roda. Subsidi negara lebih banyak untuk mereka, bukan untuk anda. Sepeda motor anda hanya disubsidi sedikit, 2 sampai 5 liter bensin.

Sudah cilik, dilarang-larang lagi. Kepada siapa anda akan mengadu, semua telah melupakan anda, karena anda adalah wong cilik biasa. Seandai mereka benar pembela wong cilik, bukan hanya sepeda motor yang dilarang lalui jalur itu, mobil juga [kecuali bis dan taksi]. Semua harus naik sepeda, kenderaan wong cilik, kenderaan bebas polusi dan bebas BBM. Tapi, kaum beruang mana mau capek-capek mendayung sepeda.

Sadarlah, ini republik kaum beruang bukan republik kaum papa. Meski dulu anda bermimpi bisa berleha-leha di taman Istana Rakyat? Manalah mungkin, sepeda motor anda saja tidak boleh mendekat ke pagar istana. Makanya jangan bersedih. Tekanlah perasaanmu, biarkan air mata itu kering diterpa angin Jakarta yang panas.

Sekali lagi, ini bukan republik wong cilik, tetapi republik kaum beruang yang haus kesenangan. Mimpilah, semoga anda masih bisa bersenang-senang dalam mimpi itu. Sebab, hanya mimpi yang tidak dilarang bagi wong cilik, hiburan bagi yang papa ditengah dusta para raja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun