Mohon tunggu...
MUHAMMAD SYAIFUL ANWAR
MUHAMMAD SYAIFUL ANWAR Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Semua orang punya paradigma, stigma, dan logika yang berbeda. Kalau Anda belum bisa mengkonversikannya melalui perkataan, mari,,,,kita coba untuk ungkapkan dalam sebuah tulisan!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kabinet Merah Putih: Menyusupnya Ambisi Politik dalam Kebijakan Publik

25 Oktober 2024   08:05 Diperbarui: 25 Oktober 2024   08:05 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena kabinet gemuk di Indonesia, terutama dalam konteks Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, telah menjadi sorotan tajam di kalangan pengamat politik dan masyarakat. Struktur kabinet yang gemuk ini sering kali dipandang sebagai langkah strategis untuk menjangkau berbagai kepentingan politik dan sosial. Namun, di balik kelebihan jumlah menteri dan posisi, ada kekhawatiran bahwa ambisi politik mendominasi kebijakan publik, yang seharusnya berorientasi pada kepentingan rakyat. Dalam pandangan paradigma kritis, fenomena ini perlu dianalisis dari berbagai aspek, termasuk dampaknya terhadap efektivitas pemerintahan, partisipasi publik, dan dinamika kekuasaan.

Ukuran Kabinet dan Efektivitas Pemerintahan

Salah satu argumen utama melawan kabinet yang terlalu gemuk adalah potensi hilangnya efektivitas dalam pengambilan keputusan. Dalam konteks pemerintahan, semakin banyak anggota kabinet, semakin sulit untuk mencapai konsensus. Hal ini dapat menyebabkan ketidakpastian dalam pelaksanaan kebijakan dan memperlambat proses pengambilan keputusan. Dalam situasi di mana Indonesia dihadapkan pada tantangan besar, seperti pemulihan ekonomi pascapandemi dan isu-isu lingkungan yang mendesak, kecepatan dan ketepatan pengambilan keputusan sangat penting.

Selain itu, kabinet yang terlalu besar juga berpotensi menimbulkan konflik internal. Dengan banyaknya menteri dan posisi yang ada, setiap individu mungkin lebih fokus pada kepentingan pribadi atau kelompoknya daripada kepentingan nasional. Konflik ini dapat merusak stabilitas politik dan mengalihkan perhatian dari isu-isu yang lebih krusial. Dalam pandangan kritis, hal ini mencerminkan ketidakmampuan pemerintah untuk mengelola sumber daya manusia secara efektif, yang pada gilirannya mengarah pada kekecewaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah.

Misalnya, dalam menangani masalah pembangunan infrastruktur, jika terdapat beberapa kementerian yang mengurusi aspek yang sama tanpa koordinasi yang jelas, hal ini dapat memperlambat proyek dan menambah biaya. Dalam situasi di mana waktu dan sumber daya sangat terbatas, efisiensi menjadi kunci. Dengan ukuran kabinet yang besar, tantangan ini menjadi lebih kompleks dan sering kali menghasilkan hasil yang tidak memuaskan bagi masyarakat.

Ambisi Politik dan Korupsi

Salah satu implikasi serius dari kabinet gemuk adalah potensi peningkatan praktik korupsi dan nepotisme. Ketika menteri lebih fokus pada ambisi politik mereka daripada kepentingan publik, ruang untuk penyalahgunaan kekuasaan menjadi lebih besar. Dalam situasi di mana kepentingan politik mengalahkan integritas, banyak keputusan yang diambil bukan berdasarkan pada data dan fakta yang obyektif, melainkan berdasarkan pada kepentingan kelompok tertentu.

Dalam konteks ini, ambisi politik dapat menyusup ke dalam kebijakan publik dengan cara yang merugikan. Kebijakan yang seharusnya mendukung kesejahteraan masyarakat sering kali terdistorsi untuk melayani kepentingan elit. Sebagai contoh, proyek-proyek infrastruktur yang seharusnya bermanfaat bagi masyarakat umum bisa jadi malah dimanfaatkan untuk keuntungan kelompok-kelompok tertentu yang memiliki koneksi politik.

Partisipasi Publik dan Transparansi

Kabinet Merah Putih yang gemuk juga menimbulkan pertanyaan mengenai partisipasi publik dan transparansi. Dalam sistem demokrasi, penting bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Namun, dengan kabinet yang besar, peluang untuk mendengar suara-suara dari masyarakat mungkin akan berkurang. Keberadaan banyak menteri sering kali menciptakan jarak antara pemerintah dan masyarakat, sehingga suara masyarakat yang beragam tidak terwakili dengan baik.

Transparansi juga menjadi isu yang penting. Ketika terdapat banyak posisi dalam kabinet, sering kali sulit untuk melacak tanggung jawab masing-masing menteri. Hal ini dapat memicu kecurigaan terhadap praktik korupsi dan nepotisme. Dalam konteks Indonesia, di mana korupsi telah menjadi isu yang meresahkan, adanya kabinet yang terlalu gemuk dapat memperburuk persepsi publik mengenai integritas pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun