Setiap bulan Ramadan, masyarakat Maluku tidak hanya sibuk menjalankan ibadah puasa, tetapi juga memiliki tradisi unik yang sudah melekat sejak lama yaitu dendang sahur. Tradisi ini bukan sekadar kegiatan untuk membangunkan orang sahur, tetapi juga memiliki makna sosial dan budaya yang mendalam. Di balik alunan suara merdu yang memanggil umat untuk bersiap menjalani ibadah puasa, terdapat kehangatan kebersamaan, kekeluargaan, dan kearifan lokal yang terus dipertahankan meskipun zaman terus berubah.
Dendang sahur adalah tradisi unik yang banyak ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, khususnya di Maluku. Biasanya, sekelompok orang atau anak muda berkumpul pada malam hari, terutama menjelang waktu sahur, untuk menyanyikan lagu atau dendang. Liriknya umumnya berupa ajakan untuk segera bangun sahur agar tidak terlambat melaksanakan ibadah puasa. Namun, lebih dari sekadar ajakan, dendang sahur ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan antarwarga di komunitas setempat.
Biasanya, mereka menggunakan alat musik tradisional seperti tambur, gendang, atau alat musik sederhana lainnya untuk mengiringi dendang. Lagu-lagu yang dibawakan sering kali berisi syair-syair bernuansa Islami atau berisi doa-doa untuk keselamatan dan berkah. Hal ini juga menjadi salah satu cara untuk mengingatkan makna bulan Ramadan yang penuh dengan berkah, kesabaran, dan kepedulian terhadap sesama.
Lebih dari sekadar tradisi, dendang sahur juga mengandung makna sosial yang kental. Selama bulan Ramadan, suasana kebersamaan di Maluku terasa lebih intens. Dendang sahur menjadi momen di mana masyarakat bisa saling berinteraksi, berbagi keceriaan, dan menguatkan rasa persaudaraan. Tidak jarang, kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, baik itu warga yang lebih muda maupun yang lebih tua. Terlebih lagi, warga yang tinggal berjauhan atau terpisah oleh jarak akan saling berkunjung dan berbagi kebahagiaan lewat dendang sahur.

Namun, seiring berjalannya waktu bentuk dendang sahur pun mengalami sedikit perubahan. Teknologi yang semakin berkembang memungkinkan sebagian kelompok untuk memanfaatkan speaker dan alat musik elektronik. Meskipun demikian, esensi dari dendang sahur tetap sama untuk membangunkan orang sahur dan menjaga rasa kebersamaan.Tak dapat dipungkiri bahwa generasi muda kini lebih akrab dengan teknologi modern dan kebiasaan yang lebih serba instan. Namun, dendang sahur tetap menjadi simbol kebersamaan yang menghubungkan generasi yang lebih tua dengan generasi muda. Beberapa komunitas di Maluku mulai berinovasi dengan memasukkan unsur seni tradisional dalam kegiatan dendang sahur mereka, misalnya dengan menyisipkan tarian atau memperkenalkan alat musik lokal yang jarang digunakan sebelumnya.
Keterlibatan generasi muda dalam melestarikan tradisi ini menjadi sangat penting. Selain sebagai upaya untuk menjaga identitas budaya, ini juga menjadi kesempatan untuk menyampaikan pesan penting tentang pentingnya kebersamaan, saling menghargai, dan menjaga nilai-nilai yang terkandung dalam bulan suci Ramadan. Oleh karena itu, berbagai komunitas di Maluku terus menggalakkan kegiatan ini sebagai bagian dari warisan budaya yang patut dilestarikan.
Sebagai masyarakat Maluku, menjaga dan merawat tradisi ini merupakan bagian dari upaya untuk mempertahankan kearifan lokal yang telah mengakar kuat dalam kehidupan sehari-hari. Semoga setiap tahun, kita bisa terus merasakan kedamaian dan kebersamaan yang tercipta melalui dendang sahur, dengan harapan yang tulus untuk tahun depan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI