Dalam podcast-nya, Hasan Nasbi menyampaikan sebuah cerita tentang perjalanan batin temannya dalam menentukan calon pemimpin negeri ini. Temannya merupakan pendukung Prabowo Subianto pada Pemilihan Tahun 2014 dan 2019. Seiring terjadinya rekonsiliasi antara Jokowi dan Prabowo setelah pemilihan terakhir, dia merasa kecewa dan menarik dukungannya terhadap Prabowo.
Namun dalam perjalanannya, yang bersangkutan mendapatkan kesadaran spiritual sehingga kembali memberikan dukungannya kepada Prabowo untuk menjadi Presiden Republik Indonesia pada Pemilihan 2024. Dia memiliki keyakinan spiritual bahwa Prabowo lah calon ideal untuk meneruskan kepemimpinan negeri ini.
Cerita yang disampaikan tersebut merupakan bentuk aspirasi tiap individu dalam menentukan calon pemimpinnya. Banyak faktor yang dapat membentuk pendapat dan keyakinan masyarakat. Kecakapan calon pemimpin memang dapat dinilai dari berbagai sudut pandang. Sisi spiritualitas juga dapat menjadi sumber inspirasi dalam menentukan foto pasangan calon Presiden dan Wakilnya yang nanti akan dicoblos di bilik suara. Semua itu adalah hal yang lumrah, dapat dipahami, dan merupakan keistimewaan serta kewenangan tiap individu untuk menentukan nasib bangsa kedepan.
Sebagai contoh, Penulis menjatuhkan pilihan kepada Tuan X dalam pemilihan 2014 dan 2019. Pada Pemilihan Tahun 2014, pilihan jatuh kepada Tuan X dengan pertimbangan harapan yang diusung. Harapan dalam bentuk figur pemimpin yang berbeda dari pemimpin terdahulu dan pesaingnya pada saat itu. Pemilu Tahun 2019 juga pilihan dijatuhkan kepada kandidat yang sama dengan pertimbangan serupa.Â
Contoh di atas adalah merupakan pengalaman penulis dalam menentukan pilihan calon presiden. Cara penentuan pilihan tersebut didasarkan pada analisis nalar dan logika yang dimiliki penulis pada saat pemilihan dilaksanakan. Dari kontemplasi nalar dan logika tersebut, pilihan dibulatkan dan dimantapkan dengan ketukan hati nurani. Dengan dasar tersebut lah pilihan dijatuhkan kepada pasangan calon pemimpin bangsa.
Jika melihat diskusi yang berjalan selama tahun politik ini, pemilih dapat pula menentukan pilihan dengan melihat mayoritas dukungan kepada pasangan calon tertentu. Semakin terlihat dan dipersepsikan bahwa sepasang calon memiliki dukungan yang besar maka semakin besar pula khalayak ramai turut serta menjatuhkan pilihan yang sama. Fenomena seperti ini dikenal dengan istilah Bandwagon Effect.
Dengan memperhatikan contoh-contoh di atas, pada hakikatnya dapat diambil benang merah yang menghubungkan berbagai cara penentuan pilihan. Pemilih dapat menggunakan analisis rekam jejak pencapaian, latar belakang calon pemimpin, kedekatan suku, dan lain sebagainya. Namun diujung jalan untuk meraih kesimpulan, semua pemilih akan menetapkan pasangan yang didukung berdasarkan suara yang keluar dari dalam hati. Pilihan hati yang didasarkan pada nurani dan kearifan masing-masing individu.
Bahwa dengan segala penyampaian visi-misi maupun program kerja, calon yang paling dapat mengetuk hati nurani rakyat lah yang akan mendapatkan suara mayoritas. Cara mengetuk hati ini lah yang tidak dapat dimanipulasi. Calon pemimpin harus dengan sungguh-sungguh menampilkan kesungguhan, kewibawaan, dan ketulusan untuk memajukan negeri ini. Kepura-puraan akan memiliki ruang yang kecil. Sisi personal seperti ini lah yang akan memberikan dampak besar dalam menggaet suara pemilih.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI