Mohon tunggu...
Muhammad Subhan
Muhammad Subhan Mohon Tunggu... -

Muhammad Subhan, seorang jurnalis, penulis dan novelis. Editor beberapa buku. Tinggal di pinggiran Kota Padangpanjang. Bekerja di Rumah Puisi Taufiq Ismail. Nomor kontak: 0813 7444 2075. Akun facebook: rahimaintermedia@yahoo.com, email aan_mm@yahoo.com. Blog: www.rinaikabutsinggalang.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Eksotisme Rumah Puisi dan Rumah Budaya di Pertemuan Kaki Dua Gunung

27 Oktober 2011   05:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:27 1768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_139671" align="aligncenter" width="672" caption="Lihatlah Tuan, dua gunung seolah menaungi Rumah Puisi dan Rumah Budaya di Aie Angek. Di sebelah kanan tampaklah Marapi, gunung yang gagah itu, namun kepundannya sedang diselimuti kabut putih selembut kapas. Di sebelah kiri terlihat pula Singgalang yang tak habis-habis mata ini ingin terus memandang. Alam yang damai. Nun, di samping Rumah Budaya terbentang luas persawahan dengan padinya yang menguning tanda telah masak. Bila Tuan beruntung, akan nampaklah di mata Tuan di angkasa dua ekor elang besar yang mengepakkan sayapnya, memadu asmara. Hmm, indah nian alam ciptaan Tuhan. (Foto: dok. Rumah Budaya/Aie Angek Cottage)."][/caption] Oleh Muhammad Subhan Kalaulah Tuan dan Puan datang ke Sumatera Barat dari arah Padang hendak ke Bukittinggi atau sebaliknya, janganlah Tuan lewatkan singgah ke Rumah Puisi dan Rumah Budaya Aie Angek. Kedua rumah yang memiliki panorama alam yang sangat eksotis ini, dibangun oleh Sastrawan Taufiq Ismail dan Budayawan Fadli Zon. Berhentilah Tuan sejenak di Aie Angek—6 kilometer dari Padangpanjang atau 11 kilometer dari Bukittinggi—tak jauh dari kedai sayur organik Aie Angek terlihatlah  bangunan megah nan indah, Rumah Puisi dan Rumah Budaya namanya. Rumah Puisi pada dasarnya adalah tempat pelatihan guru dan perpustakaan dengan 7.000 judul buku, sedangkan Rumah Budaya adalah semacam museum mini yang menyimpan koleksi benda-benda sejarah Minangkabau, semisal keris, songket, lukisan, koin, alat-alat musik dan alat-alat masak tradisional yang berusia puluhan hingga ribuan tahun silam. Rumah Puisi dan Rumah Budaya diapit oleh sejumlah objek wisata andalan Sumatera Barat dan menjadi sentral kegiatan seni budaya dan sastra di Minangkabau bahkan Indonesia. Berikut gambaran beberapa daerah inspiratif dan rugi rasanya dilewatkan begitu saja bila datang berkunjung ke Ranah Minang: NAGARI AIE ANGEK [caption id="attachment_139677" align="alignleft" width="300" caption="Bila Tuan ke Bukittinggi, singgahlah sejenak di Aie Angek, 6 km dari Padangpanjang atau 11 km dari Bukittinggi. Sesampainya di sana, tolehkanlah pandangan Tuan menghadap Singgalang yang menjulang. Bila pagi dan petang datang, Tuan akan melihat indahnya rinai dan kabut turun menyelimuti perkampungan di kaki gunung yang rancak itu. Tak jauh dari sana, lihatlah sebuah rumah megah berdinding kaca, di dalamnya tersimpan ribuan buku yang meminta hendak dibaca. Itulah Rumah Puisi namanya."][/caption] Aie Angek adalah satu nagari di “Luhak Nan Tuo” Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, yang berlokasi di lereng Gunung Marapi (2891,3 m), berhadapan dengan Gunung Singgalang (2.877 m), dan Gunung Tandikek (2.438 m) yang menjulang. Disebut Aie Angek (air hangat) lantaran di Nagari ini terdapat sumber air panas yang keluar sejak ratusan tahun lalu dari lereng Gunung Marapi dan dijadikan objek wisata serta dikelola masyarakat setempat. Pertanian merupakan sektor utama masyarakat di nagari ini lantaran didukung lahan pertanian yang terbentang luas dan subur. Kondisi cuaca yang sejuk dan selalu diguyur rinai dan kabut menyebabkan sayur mayur bermekaran dan menyejukkan mata memandang. Di sepanjang jalan yang membelah nagari ini, di kiri dan kanan, terhampar lahan luas milik masyarakat yang dikelola dengan cara mayoritas masih konvensional. Di tengah-tengah nagari ini terdapat sebuah ‘tabek’ (tebat) atau situ yang seolah kelihatan tepat di bawah kaki Gunung Marapi. Namanya Tabek Busuak. Tabek ini sudah diberdayakan anak nagari setempat sebagai arena wisata memancing sejak tahun 1987 dan cukup terkenal di Sumatera Barat. Tabek ini pun merupakan sumber daya alam milik Nagari Aie Angek yang sudah mendapatkan piagam penghargaan dari Kementerian Kelautan RI sebagai sumber daya alam yang dikelola secara mandiri oleh pemerintahan Nagari Aie Angek, dengan melibatkan swadaya masyarakat. Hasil dari pengelolaan Tabek Busuak ini dipergunakan untuk kepentingan kemajuan pembangunan Nagari Aie Angek, seperti pembangunan masjid, lapangan sepakbola dan sarana-sarana lainnya. Sebagian dibangun dari hasil pengelolaan Tabek Busuak. Sampai saat ini kegiatan pemancingan terus dilakukan setiap enam bulan sekali. Aie Angek punya beberapa keunggulan yang tidak dimiliki oleh nagari lain di Kabupaten Tanah Datar, di antaranya pasar sayur-mayur, Institut Pertanian Organik (IPO), Kawasan Agribisnis Sayur Organik (KASO) dan Rumah Puisi milik Sastrawan Nasional Dr. Taufiq Ismail. Keunggulan ini bila dikemas dengan profesional, diyakini akan menjadi aset wisata dan budaya paling menjanjikan. Nagari ini pernah dicanangkan sebagai Kawasan Sayur Organik oleh Pemerintah Provinsi Sumbar. Petani diarahkan untuk mengolah lahan organik dan menjauhi segala jenis pestisida. Meski tanpa pupuk kimia, sebagian petani di daerah yang memiliki curah hujan cukup tinggi ini terbilang banyak yang sukses. Petani memang paham betul bahwa cara konvensional dalam pertanian akan bisa lebih cepat mendatangkan untung besar. Tapi cara-cara itu sebenarnya hanya akan “membunuh” manusia perlahan-lahan karena mengkonsumsi makanan-makan yang telah diracuni pestisida. Lalu sebagian petani di Aie Angek mulai tertarik dengan kencing sapi dan kencing kambing untuk dijadikan pupuk. Disamping itu ada juga petani yang meramu sendiri pestisida yang mudah terurai hingga tidak membahayakan tanaman dan tanah. Maka tak heran di lahan-lahan pertanian Nagari ini tumbuh subur sayur mayur seperti lobak, sawi, bawang, cabai, bahkan kopi dan strowberry. Sebagian hasil tani itu dipasarkan di Pasar Sayur Aie Angek, maupun ke Pasar Koto Baru dan Pasar Padang Luar Bukittinggi. ANTARA SINGGALANG, MARAPI DAN TANDIKEK [caption id="attachment_139678" align="alignleft" width="300" caption="Pesona kepundan Gunung Marapi yang sekali-kali mengeluarkan debu vulkanik. Panorama itu dapat dilihat dari Rumah Puisi dan Rumah Budaya."][/caption] Dari Nagari Aie Angek terhampar panorama indah dua gunung yang tak kalah gagahnya dari Gunung Marapi. Dua gunung itu adalah Singgalang dan Tandikek. Gunung Singgalang merupakan salah satu gunung yang menyangga langit Minangkabau. Lokasinya tidak jauh dari kota Bukittinggi dan kota Padangpanjang, tapi gunung ini masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Agam. Mengingat Gunung Singgalang dekat dengan dua kota wisata tersebut, bagi yang ingin berlama-lama di kawasan ini, dapat menginap di beberapa hotel yang ada di dua kota tersebut. Gunung Singgalang sendiri termasuk ke dalam jenis gunung vulkanis yang tidak aktif. Gunung ini ditutupi hutan hujan tropis, trek pendakian terjal. Di gunung ini juga terdapat dua buah telaga di puncaknya, yaitu Telaga Dewi dan Telaga Kumbang. Tiga puncak utama gunung ini sering disebut Tri Arga. Salah satu puncaknya merupakan gunung dengan tinggi 2.877 meter dari permukaan laut (dpl). Gunung Singgalang mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Dari bentuknya, gunung ini sangat mirip dengan Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Selain Singgalang, di antara sekian banyak gunung lainnya di Sumatera Barat, hanya Gunung Marapi yang menjadi objek wisata paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Gunung Marapi sudah memiliki jalur tetap untuk para pendaki, sehingga memudahkan para pendaki untuk melakukan pendakian. Di gunung  ini, terdapat bunga edelwis yang melambangkan cinta dan pengorbanan, tumbuh bermekaran di sekitar lereng gunung, yang menambah indahnya pemandangan Marapi. Tapi edelwis ini menjadi bunga yang dilindungi dan para pendaki dilarang untuk memetiknya. Gunung Marapi yang juga dikenal sebagai Marapi atau Berapi memiliki ketinggian 2891,3 m dari permukaan air laut (dpl). Sebagai salah satu gunung yang paling aktif di Sumatera, Marapi sudah sering meletus. Terhitung sejak akhir abad 18 hingga 2011 tercatat ratusan kali melatus, dalam skala kecil dengan mengeluarkan abu belerang. Akses untuk mencapai Gunung Marapi cukup mudah, mengingat letaknya yang tidak jauh dari pusat kota  Bukittinggi dan kota  Padang Panjang. Dari Padang atau Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Ketaping menuju Gunung Marapi, butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk sampai ke lokasi. Sedangkan jika bertolak dari kota Bukittinggi butuh waktu sekitar 30 menit. Transportasi untuk mencapai lokasi dapat ditempuh melalui jalur darat, bisa menggunakan angkutan umum atau travel. Ongkos transportasi berkisar antara Rp.15.000-Rp20.000 per  orang. Jika gunung Marapi berdiri sendiri, tidak halnya dengan gunung yang satu ini, Tandikek (2437 meter). Gunung Tandikek masih satu kesatuan dengan Gunung Singgalang bahkan ada yang menyebut bak adik kakak. Gunung ini berada di Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Karakteristik Gunung Tandikek merupakan gunung api aktif, ditutupi hutan hujan tropis, trek pendakian tidak begitu terjal. Dari ketiga gunung ini, yang paling indah adalah panorama kabut yang turut lembut menyelimut kawasan di antara tiga kaki gunung ini, yaitu Aie Angek Cottage, Rumah Budaya dan Rumah Puisi. Namun kabut hanya akan turun jika gerimis datang menyapa tanah di kawasan itu. RUMAH PUISI TAUFIQ ISMAIL [caption id="attachment_139681" align="alignleft" width="300" caption="Penyair Taufiq Ismail (tengah) berfoto bersama dengan rombongan mahasiswa yang berkunjung ke Rumah Puisi."][/caption] Inilah rumah yang didalamnya terpancar aura sastra dari seorang tokoh penyair Indonesia bernama Taufiq Ismail. Rumah Puisi rampung dibangun akhir Desember 2008 lalu. Tujuan didirikannya Rumah Puisi ini, salah satunya sebagai tempat pelatihan guru bahasa dan sastra Indonesia dalam meningkatkan pemahamannya terhadap bahasa dan sastra Indonesia serta meningkatkan kemampuan dalam bidang tulis-menulis. Tempat itu juga bisa dipakai untuk kegiatan SBSB (Siswa Bertanya Sastrawan Bicara), acara-acara pertemuan sastra, dan sejumlah kegiatan lainnya. Rumah Puisi juga dilengkapi perpustakaan yang tidak hanya diisi buku-buku dari dalam negeri khususnya koleksi pribadi (7.000-an judul), tetapi juga berbagai buku terbitan luar negeri, baik karya sastra, agama, maupun sejumlah judul lainnya lainnya. Digagasnya Rumah Puisi sebagai pusat pembelajaran sastra dan bahasa Indonesia antara lain berdasarkan pengalaman Taufiq Ismail selama ini bersama majalah sastra Horison dan pihak-pihak terkait yang sejak 1998 lalu hingga 2008 menyelenggarakan MMAS dan SBSB. Hingga kini lebih dari 2.000 guru yang ikut MMAS se-Indonesia yang digelar selama enam hari di 12 kota dengan tim terdiri atas 113 sastrawan dan 11 aktor-aktris yang masuk ke 213 SMA/SMA/MAN. Sedangkan untuk SBSB digelar di 164 kota yang terletak di 31 provinsi. Jika Anda berkesempatan menyinggahi Rumah Puisi, di ruang utama Rumah Puisi terdapat sejumlah kursi yang dijadikan tempat pelatihan para guru. Di sekeliling ruangan terpajang berbagai banner dengan tulisan menarik mengajak orang-orang untuk membaca buku dan menulis. Di areal Rumah Puisi terdapat sebuah bangunan yang merupakan tempat peristirahatan sastrawan yang diundang ke Rumah Puisi. Bangunan itu memiliki dua buah kamar, layaknya sebuah ruang hotel kelas bintang empat. Rumah ini diberi nama Rumah Sastrawan Tamu dan disewakan dengan harga Rp400 ribu per malam. Di samping itu juga dilengkapi sebuah kantin yang menyediakan berbagai makanan dan minuman ala Rumah Puisi. Tentu sangatlah nikmat di tengah udara sejuk menyeruput the hangat maupun kopi panas, ditemani makanan ringan sebagai cemilan. Di sebelah kantin berdiri sebuah surau yang di dinding bagian depannya bergantung puisi Taufiq Ismail berjudul Sajadah Panjang, sementara di sebelah kantin di depan Rumah Budaya terdapat sebuah palanta (gazebo) yang sering digunakan untuk pementasan baca puisi, saluang, rabab, maupun kegiatan kesenian lainnya. Disaat pagi dan sore hari, pemandangan di Rumah Puisi akan sangat terlihat asri, karena disekitar Rumah Puisi ini bertumbuhan bunga-bunga indah ragam warna dan rupa yang bermekaran. Disekelilingnya terbentang sawah yang berundak-undang yang membentang dari kaki Gunung Singgalang dan ladang penduduk yang bercocok tanam di lahan organik. Lokasi ini juga tidak jauh dari Kedai Sayur Mayur di Aie Angek yang menjadi primadona pengunjung yang datang dari luar Sumbar. Rumah Puisi bisa ditempuh dari Padangpanjang dengan jarak sekitar 6 kilometer, sedangkan dari arah Bukittinggi sekitar 11 kilometer. Dari jalan lintas Padangpanjang-Bukittinggi Rumah Puisi sangat dekat. Jika pengunjung menggunakan kendaraan umum bisa turun di pinggir jalan lalu sedikit mendaki hingga sampai ke rumah puisi. Tarif angkutan umum dari Padangpanjang ke Rumah Puisi hanya Rp3.000, sedangkan dari Bukittinggi Rp5.000. RUMAH BUDAYA FADLI ZON [caption id="attachment_139684" align="alignleft" width="300" caption="Rumah Budaya dan Aie Angek Cottage Aie Angek, berada di depan Rumah Puisi."][/caption] Rumah Budaya didirikan oleh tokoh muda minang yang sukses sebagai pengusaha dan politisi nasional, Fadli Zon. Rumah Budaya ini mulai dibangun pada tahun 2009 di areal Rumah Puisi. Tujuannya sebagai pusat dokumentasi kebudayaan Minangkabau. Didalamya tersimpan sejumlah koleksi baik buku, post card, artefak, manuskrip, keris pusaka, koin kuno, alat musik tradisional, dan berbagai koleksi lainnya. Bangunan Rumah Budaya berbentuk setengah bagonjong, bertingkat dua. Di tingkat dua terdapat sebuah aula dengan kapasitas 200-an tempat duduk, disekelilingnya berdinding kaca sehingga pengunjung dapat mudah memandang panorama Gunung Singgalang, Tandikek dan Marapi. Di ruangan aula ini sangat cocok digunakan sebagai tempat kegiatan, baik seminar, workshop, pelatihan, dengan skala lokal, nasional, regional maupun internasional. AIE ANGEK COTTAGE [caption id="attachment_139685" align="alignleft" width="300" caption="Bila Tuan datang dari negeri berhawa panas, jangan sungkan Tuan berendam sejenak di kolam pemandian Aie Angek Cottage. "][/caption] Aie Angek Cottage adalah bagian dari Rumah Budaya. Bisa disebut mini hotel lantaran tempat ini menyediakan fasilitas penginapan dengan jumlah 22 kamar. Letaknya di sebelah gedung Rumah Budaya. Layaknya hotel lainnya, cottage ini juga dikelola secara profesional, dengan sejumlah fasilitas, di antaranya kamar tidur, kamar mandi air panas, televisi, dan kolam ronang air hangat. Bagi tamu yang berkunjung ke Rumah Puisi yang ingin membawa keluarganya bermalam, dengan harga terjangkau dapat memanfaatkan fasilitas Aie Angek Cottage ini. Demikian juga buat perusahaan-perusahaan yang ingin melakukan kegiatan pelatihan/training buat karyawannya, ingin mendapatkan suasana berbeda maka tempat inilah paling cocok dan menjadi alternatif utama. PASAR SAYUR AIE ANGEK [caption id="attachment_139686" align="alignleft" width="300" caption="Seorang pedagang sayur di Pasar Sayur Aie Angek. (Sumber foto: padangmedia.com)"][/caption] Mencari sayur mayur segar yang baru diambil dari ladangnya di Sumatra Barat hanya ada di Pasar Sayur Mayur Aie Angek. Di samping itu, pengunjung juga dapat menikmati panorama Gunung Marapi dan Singgalang yang menjulang dari pasar sayur ini. Keindahan kedua gunung itu selalu menciptakan eksotisme yang tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Pemandangan alam perawan yang sungguh menawan. Kabut tipis seolah memeluk erat kedua pinggang gunung itu, lalu beranjak perlahan ke Utara. Tak jauh dari Pasar Sayur ini, di kaki Gunung Singgalang, terhamparlah lahan luas pertanian penduduk. Berundak-undak, membentang dari kaki gunung hingga ke tepi jalan yang ceruk. Sayur mayur hijau segar yang tumbuh di lahan-lahan subur menyejukkan mata yang memandang. Inilah Pasar Sayur Nagari Aie Angek di tepi Jalan Raya Padang Panjang-Bukittinggi Km 6, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanahdatar, Sumatera Barat. Anda akan terpesona dan ingin berlama-lama disana. Apalagi jika Anda “orang kota” yang selalu akrab dengan bising knalpot dan kotornya debu, suasana alam yang syahdu itu akan selalu menghadirkan rindu. Tak hanya turis lokal yang suka singgah di pasar sayur ini, turis mancanegara pun banyak yang senang memesan sayur di pasar ini. Tentunya bagi mereka yang hobi memasak. Sayur mayur di pasar sayur Aie Angek harganya terbilang terjangkau pembeli, tidak jauh beda dengan harga di pasaran. Bermacam sayur pun di jual, mulai dari sawi putih, kentang, wortel, slada, sawi pangsit, tomat, terong, bawang merah Rp14.000/kg, dan beberapa jenis sayur mayur lainnya. Pasar Sayur ini merupakan pasar yang dibangun Pemda Tanah Datar sebagai salah satu ikon pariwisata di daerah Luhak Nan Tuo itu. Pedagang yang berjualan di pasar yang tidak terlalu luas ini menyewa kedai kepada Pemda. Jumlahnya ada sekitar 15-an pedagang. PASAR TRADISIONAL KOTO BARU [caption id="attachment_139688" align="alignleft" width="300" caption="Pendakian ke Gunung Marapi dapat dilakukan melalui Koto Baru."][/caption] Pasar Tradisional Koto Baru lebih kurang 3 km jaraknya dari Rumah Budaya dan Rumah Puisi. Inilah pasar sayur terbesar di Sumatera Barat setelah Pasar Sayur Alahan Panjang Solok dan Padang Luar Kabupaten Agam. Pasar ini berada di kaki Gunung Marapi dan sangat ramai di kala hari pekan, yakni hari Senin. Di pasar inilah seluruh petani dari kampung-kampung di sekitarnya, seperti Padangpanjang, Singgalang, Aie Angek, Panyalaian, Sungai Puar,  menjajakan sayur mayur hasil tani mereka. Sayur mayur itu dibeli orang dari berbagai kota di Sumbar. Namun lantaran pekan setiap Senin itu, seringkali terjadi kemacetan panjang di kawasan ini mengingat jalan lintas Sumatera yang membelah kawasan itu hanya satu-satunya dan sempit. NAGARI PANDAI SIKEK [caption id="attachment_139690" align="alignleft" width="300" caption="Penyair Taufiq Ismail bersama Sastrawan Ajib Rosidi (Jogja) dan Sastrawan Singapura Suratman Markasan berziarah di makam ulama Minangkabau Syekh Haji Miskin di Pandaisikek."][/caption] Pandai Sikek adalah Nagari yang terletak di ujung paling Barat Kabupaten Tanah Datar, di kaki gunung Singgalang yang indah dan subur. Nagari ini terkenal sebagai salah satu tujuan wisata nasional, dan sebagai desa penghasil sayur-sayuran. Anak nagarinya pintar mengukir dan menenun kain songket. Di nagari ini pula, ibunda penyair Taufiq Ismail berasal. Batas-batas Nagari Pandai Sikek, sebelah Utara berbatas dengan Nagari Padang Laweh, Kabupaten Agam, sebelah Timur Nagari Aie Angek dan Nagari Koto Baru, sebelah Selatan Nagari Koto Laweh, dan sebelah Barat: Gunung Singgalang. Koordinat berada pada 0°23’49″ Lintang Selatan 100°22’54″ Bujur Timur, dengan jumlah 5.500 jiwa (BPS 2005). Mata pencaharian penduduknya mayoritas Bertani (60%), Industri (10%), Bidang Jasa (10%), dan lain-lain (20%). Anda dapat menemukan Tenun Pandai Sikek yang sangat terkenal dan sering melihat gambarnya pada uang lima ribuan. Di situ ada gambar seorang perempuan sedang menenun kain. Itulah tenunan dari nagari yang cantik ini, negeri yang berudara sejuk dan dingin. Sangat cocok bagi Anda untuk beristirahat bersama orang yang dekat di hati atau bersama keluarga. Satu lagi yang paling istimewa, bagi yang suka kuliner, di nagari ini terkenal dengan kue Bikanya. Rasanya sangat khas dan berbeda dari bika lainnya. Kue ini juga cocok dijadikan oleh-oleh, tapi lebih nikmat jika dimakan selagi panas-panas. PERGURUAN DINIYAH PUTERI [caption id="attachment_139693" align="alignleft" width="300" caption="Perguruan Diniyyah Puteri Padangpanjang. (Foto: dok. diniyyah puteri)"][/caption] Lebih kurang 6 kilometer dari Rumah Puisi dan Rumah Budaya, terdapat sebuah perguruan puteri yang cukup terkenal, namanya Diniyah Puteri. Perguruan ini didirikan oleh seorang tokoh perempuan minangkabau bernama Rahma El Yunusiyah. Perguruan ini dibangun bertujuan untuk mencerdaskan kaum perempuan agar menjadi pendidik yang cakap dan bertanggung jawab. Keberhasilan Rahmah ini ternyata menarik perhatian Syaikh Abdurrahman Taj, Rektor Universitas al-Azhar Cairo Mesir waktu itu. Menurut sejarah, pada tahun 1955, Syaikh Abdurrahman mengadakan kunjungan ke sekolah yang terletak di Padangpanjang ini. Rektor tertarik dengan sistem pembelajaran khusus yang diterapkan kepada putri-putri Islam Indonesia. Ia menimba pengalaman dari sekolah yang didirikan pada tahun 1923 itu.  Waktu itu, al-Azhar belum memiliki lembaga pendidikan khusus perempuan. Tak lama setelah kunjungan, kampus Islam ternama itu membuka pendidikan khusus perempuan yang bernama kulliyyât al-banât. Sebagai rasa terima kasih, Syaikh Abdurrahman mengundang Rahmah ke Universitas al-Azhar. Tahun 1957 Rahmah menunaikan haji, dan pulangnya mampir ke Kairo untuk menghadiri undangan Sang Rektor. Tak diduga sebelumnya, Rahmah ternyata mendapat anugrah yang luar biasa. Ia dianugrahi gelar Syaikhah oleh Universitas itu. Gelar Syaikah bukanlah sembarang gelar. Ini hanya untuk orang-orang ahli dalam bidang tertentu dan menguasai khazanah ilmu-ilmu keislaman. Gelar yang baru disandangnya itu setara dengan gelar Syeikh Mahmoud Syalthout, salah seorang mantan rektor al-Azhar. Bahkan, Buya Hamka pernah berkata Selama beberapa ratus tahun ini, hanya Rahmahlah yang memperoleh anugrah gelar tersebut. Rahmah hidup hingga usia 69 tahun. Tepat pada jam 18.00 tanggal 26 Februari 1969, aktivis perempuan pelopor pendidikan itu menutup mata. Dialah satu-satunya saikhah Indonesia meninggal dunia. Dari perjuangan Rahmah itu, sekarang telah berdiri sebuah kampus Perguruan Diniyah Puteri yang termegah di Padangpanjang, Kota Serambi Mekah. Saat ini terdapat TK, SD, madaras tsanawiyahd dan aliyah, serta sebuah perguruan tinggi puteri dengan jurusan Ilmu Kependidikan. Di samping Perguruan Diniyah Puteri, di Kota Serambi Mekah juga terdapat pesantren khusus putera, yaitu Sumatera Thawalib, yang dibangun dulunya oleh Inyiak DR (ayah Buya Hamka) bersama sejumlah toko ulama lainnya. Di kota ini juga terdapat Pondok Pesantren Modern Serambi Mekah, sekolah Muhammadiyah “Kauman”, serta sekolah unggul SMA Negeri 1 Padangpanjang yang bangunannya merupakan bekas sekolah guru di masa penjajahan Belanda. Sejumlah objek wisata unggulan yang terdapat di Padangpanjang, adalah Lubuk Mata Kucing, Minangkabau Village, Pusat Dokumentasi Islam dan Minangkabau (PDIKM), dan sekitar 3 km arah Padang terdapat sebuah air terjun yang sangat indah, bernama Air Terjun Lembah Anai. DANAU MANINJAU [caption id="attachment_139694" align="alignleft" width="300" caption="Panorama Danau Maninjau nan memukau. (Sumber foto: indonesiantourismcentre.blogspot.com)"][/caption] Siapa yang tak kenal dengan danau ini, Maninjau. Inilah danau terindah pemandangan alamnya di Sumatra Barat. Di jalan turunan menuju danau ini dari Bukittinggi terdapat jalan yang berkelok-kelok, itulah jalan yang terkenal dan nyanyikan Kelok Ampek Puluah Ampek (Kelok Empat Puluh Empat, red). Sepanjang jalan di kiri kanannya terhadap sawah penduduk yang berundak-undak dengan lenggok kerbau yang sedang menghela pedati di jalanan. Bahkan karena sangat menariknya pemandangan ini, penyanyi legendaris Minangkabau, Elly Kasim pernah mendendangkannya dalam sebuah lagu yang berjudul “Kabau Padati”. Saat ini, objek wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara adalah Puncak Lawang yang berada di atas ketinggian ± 1.210 m diatas permukaan laut. Dari puncak inilah tampak pemandnagna yang sangat indah danau maninjau. Pada zaman penjajahan Belanda, pPuncak Lawang sudah dijadikan sebagai tempat peristirahatan bagi kaum bangsawan Belanda saat itu. Oleh Pemerintah Kabupaten Agam saat ini kawasan Puncak Lawang dikembangkan sebagai lokasi Take Off Olah Raga Dirgantara Paralayang (Paragliding). Sambil melayang-layang bebas di udara dan menjelang mendarat di Bayur, tepian Danau Maninjau, dari udara kita dapat menikmati keindahan Danau Maninjau yang tiada duanya di dunia ini. Jika kita ingin berwisata menikmati Danau Maninjau atau ingin menikmati Panorama Embun Pagi dan Embun Tanai serta keindahan Puncak Lawang jangan lupa singah dulu di Pasar Matur, guna membeli Kacang Matur, kacang rendang yang gurih untuk menemani perjalanan wisata anda nantinya. Tak jauh dari Puncak Lawang, anda juga bisa menikmati panorama yang indah dari Embun Pagi. Disini, sesuai dengan namanya, suasananya selalu bagaikan kita berada di pagi hari. Sejuk dan nyaman. Objek wisata Embun Pagi, terletak tidak seberapa jauh dari objek wisata Danau Maninjau dan juga berada pada ketinggian sekitar ± 1.000 M dari permukaan laut, dan memberikan kebebasan melayangkan pandangan menikmati keindahan alam sekitarnya. Menurut sejarah, Maninjau berasal dari kata tinjau, semula ada rombongan hanya ingin meninjau saja, ternyata jadi menetap (Nagari Maninjau), berlanjut dengan melakukan kegiatan keingintahuan lebih mendalam dengan cara menyigi seperti nama kampung Sigiran. Sewaktu menyigi itu banyak dijumpai pohon Bayua jadilah sekarang Nagari Bayua. Sebagai bukti dari alam takambang dijadikan guru. Danau Maninjau adalah Danau vulkanik dengan luas 99,5 km2 dengan kedalaman mencapai 495 meter dan merupakan danau terluas kesebelas di Indonesia, dan terluas kedua di Sumatra Barat. Menurut cerita Danau Maninjau pada awalnya merupakan gunung berapi yang di puncaknya terdapat terdapat sebuah kawah yang luas dan meletus hingga membentuh sebuah danau. ISTANA BASA PAGARUYUNG [caption id="attachment_139696" align="alignleft" width="300" caption="Istano Pagaruyung di Tanahdatar. (Sumber foto: wisatatanahdatar.blogspot.com)"][/caption] Istana Basa Pagaruyung merupakan sebuah objek wisata peninggalan bersejarah yang terletak di Kabupaten Tanah Datar. Dahulunya pagaruyung merupakan istana kesultanan Islam tahun 1600-an dengan nama yang diambil dari ibukota provinsi yaitu Nagari Pagaruyung. Sekilas dilihat bangunannya memang mirip replika yang ada di taman mini. Kerajaan ini didirikan oleh Adityawarman pada tahun 1347 dan runtuh saat terjadinya Perang Padri (1821-1837) yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol (akibat pecah konflik kaum Padri dengan kaum adat bangsawan). Istana Pagaruyung dari Kota Batusangkar berjarak lima kilometer, dan dari Kota Padang, ibukota Provinsi Sumbar, sekitar 110 km. Dari Rumah Puisi dan rumah Budaya lebih kurang 30 kilometer. Istana itu berada pada ketinggian 460 meter dari permukaan laut (DPL). Istana Pagaruyung adalah salah satu pencerminan tingginya budaya masyarakat Minangkabau, dan pusat Kerajaan Minangkabau tempo "doeloe". Bangunan Istana Pagaruyung selama ini juga menjadi tempat pengumpulan benda-benda peninggalan sejarah budaya Minangkabau, sekaligus merupakan lambang kemajuan seni ukir Minangkabau. Seni ukir itu terlihat pada bagian dinding dan tiang utama bangunannya. Selama ini istana tersebut merupakan simbol kejayaan Minangkabau masa lalu, dan di dalamnya tersimpan sejumlah koleksi benda bersejarah milik raja-raja Pagaruyung pada zamannya, seperti keris, pedang, gong dan aneka pakaian kebesaran raja. Sayangnya, pada tanggal 28 Februari 2007 silam, Istana ini ludes terbakar lantaran terkena sambaran petir dan memusnahkan seluruh isinya. Saat ini pembangunannya kembali sedang dikerjakan dan hampir rampung. Sementara Istana Silinduang Bulan yang tak jauh dari Istana Basa Pagaruyung juga ikut terbakar pada 21 Maret 2010 lalu. Selain Istana Basa Pagaruyung, sejumlah objek wisata lainnya yang juga cukup menarik diantaranya Ngalau Indah, Batu Batikam, Batu Basurat, dan Air Terjun Mayang Terurai. JAM GADANG BUKITTINGGI [caption id="attachment_139697" align="alignleft" width="300" caption="Pesona Jam Gadang Bukittinggi. (Sumber foto: alifia-smanda.blogspot.com)"][/caption] Bagi yang sering berkunjung ke Kota Wisata Bukittinggi, maka bangunan jam besar di tengah kota tentu tidaklah asing lagi. Itulah Jam Gadang yang menjadi kebanggaan Bukittinggi Koto Rang Agam. Jam Gadang adalah sebuah menara jam yang merupakan markah tanah kota Bukittinggi. Simbol khas Sumatera Barat ini pun memiliki cerita dan keunikan karena usianya yang sudah puluhan tahun. Jam Gadang dibangun pada tahun 1926 oleh arsitek Yazid Sutan Gigi Ameh. Peletakan batu pertama jam ini dilakukan putra pertama Rook Maker yang saat itu masih berumur 6 tahun. Jam ini merupakan hadiah dari Ratu Belanda kepada Controleur (Sekretaris Kota). Pada masa penjajahan Belanda, jam ini berbentuk bulat dan di atasnya berdiri patung ayam jantan, sedangkan pada masa pendudukan Jepang, berbentuk klenteng. Pada masa kemerdekaan, bentuknya berubah lagi menjadi ornamen rumah adat Minangkabau. Ukuran diameter jam ini adalah 80 cm, dengan denah dasar 13 x 4 meter sedangkan tingginya 26 meter. Pembangunan Jam Gadang yang konon menghabiskan total biaya pembangunan 3.000 Gulden ini, akhirnya menjadi markah tanah atau lambang dari kota Bukittinggi. Ada keunikan dari angka-angka Romawi pada Jam Gadang ini. Bila penulisan huruf Romawi biasanya pada angka enam adalah VI, angka tujuh adalah VII dan angka delapan adalah VIII, Jam Gadang ini menulis angka empat dengan huruf IIII. Di Bukittinggi tentu tak hanya Jam Gadang yang ada. Inilah kota yang memiliki banyak objek wisata yang saling berdekatan, dan mudah dijangkau dengan berjalan kaki. Misalnya, Lobang Jepang yang memiliki lorong di bawah tanah bercabang-cabang. Dari objek wisata ini bisa disaksikan pemandangan Ngarai Sianok yang membatasi Bukittinggi dan Agam. Selain itu ada Janjang Ampek Puluah, Janjang Seribu, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, Istana Negara Tri Arga, Rumah Kelahiran Bung Hatta, dan Perpustakaan Priklamator Bung Hatta. Jarak Bukittinggi dari Rumah Puisi Taufiq Ismail dan Rumah Budaya Fadli Zon hanya berjarak kurang lebih 11 km. Di sepanjang jalan menuju Rumah Puisi, di kiri kanannya, terhamparlah pemandangan alam yang sangat indah berupa panorama sawah penduduk di kaki Gunung Marapi dan Singgalang yang menjulang. NAGARI KOTO GADANG [caption id="attachment_139699" align="alignleft" width="300" caption="Kantor KAN Nagari Koto Gadang. (Sumber foto: blogminangkabau.wordpress.com)"][/caption] Negeri indah di kaki Gunung Singgalang ini adalah Koto Gadang. Menyebut nama Koto Gadang tak lepas dari nama wartawati pertama Indonesia, Rohana Kudus. Dialah pendobrak kejumudan perempuan dan memimpin perempuan-perempuan Koto Gadang untuk berkarya, khususnya membuat kerajinan rumah tangga. Nagari Koto Gadang merupakan salah satu dari 11 nagari yang terletak di Kecamatan IV Koto, Kabupaten Agam. Asal usul Nagari Koto Gadang menurut sejarahnya dimulai pada akhir abad ke-17, dimana ketika itu sekelompok kaum yang berasal dari Pariangan Tanah Datar mendaki dan menuruni bukit dan lembah, menyeberangi anak sungai, untuk mencari tanah yang elok untuk dipeladangi dan dijadikan sawah serta untuk tempat pemukiman. Setelah lama berjalan, sampailah di sebuah bukit yang bernama Bukit Kepanasan. Disitulah mereka bermufakat akan membuat teratak, menaruko sawah, dan berladang yang kemudian berkembang menjadi dusun. Lama kelamaan, dikarenakan anak kemenakan bertambah banyak, tanah untuk bersawah dan berladang tidak lagi mencukupi untuk dikerjakan maka dibuatlah empat buah koto. Bercerailah kaum-kaum yang ada di bukit tersebut. Dimana 2 penghulu pergi ke Sianok, 12 penghulu dan 4 orang tua pergi ke Guguk, 6 penghulu pergi ke Tabeksarojo, dan 24 penghulu menetap di Bukit Kepanasan. Karena penghulu yang terbanyak tinggal di koto tersebut maka tempat itu dinamakan Kotogadang. Itulah nagari – nagari awal yang membentuk daerah IV Koto. Kaum-kaum yang datang bersama ini kemudian membangun pemukiman dan bernagari dengan tidak melepaskan adat kebiasaan mereka. Dengan bergotong royong mereka membangun rumah-rumah gadang, sehingga sebelum tahun 1879 banyaklah rumah gadang yang bagus berikut dengan lumbungnya. Pada tahun 1879 dan 1880 terjadilah kebakaran besar sehingga memusnahkan perumahan-perumahan tersebut. Penghidupan orang Koto Gadang sebelum Alam Minangkabau berada di bawah pemerintah Hindia Belanda ialah bersawah, berladang, berternak, bertukang kayu dan bertukang emas. Dimana pekerjaan bertukang emas anak negeri sangat terkenal di seluruh minangkabau. Dikarenakan perkembangnya penduduk sehingga hasil yang diperoleh dari persawahan tidaklah mencukupi lagi, mulailah orang Koto Gadang pergi merantau ke negeri lain seperti Bengkulu, Medan dan lain-lain. Setelah pemerintah Hindia Belanda memerintah Alam Minangkabau, Koto Gadang dijadikan ibu nagari dari Kelarasan IV Koto. Dibuatlah susunan pemerintahan yang baru dengan Tuanku Lareh sebagai pemimpin yang memerintah di kelarasan IV Koto dan Penghulu Kepala sebagai pemimpin pemerintahan nagari. Itulah sekilas sejarah singakat nagari ini. Yang menarik bangunan-bangunan rumah warga di Koto Gadang mayoritas masih berarsitektur layaknya bangunan di zaman Belanda. Hampir seluruh warganya perajin perak meski alamnya tidak memiliki sumber tambang perak. DANAU SINGKARAK [caption id="attachment_139701" align="alignleft" width="300" caption="Rel kereta api di tepi Danau Singkarak. (Sumber foto: potlot-adventure.com)"][/caption] Nah, ini objek wisata yang tak kalah menariknya dari Danau Maninjau di Kabupaten Agam. Namanya Danau Singkarak, berada di dua kabupaten di provinsi Sumatera Barat, Indonesia, yaitu Kabupaten Solok dan Kabupaten Tanah Datar. Danau ini memiliki luas 107,8 km² dan merupakan danau terluas ke-2 di pulau Sumatera. Danau ini merupakan hulu Batang Ombilin. Namun segian air danau ini dialirkan melalui terowongan menembus Bukit Barisan ke Batang Anai untuk menggerakkan generator PLTA Singkarak di dekat Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Ikan bilih (Mystacoleucus padangensis) merupakan spesies ikan yang diperkirakan hanya hidup di danau ini, dan menjadi salah satu makanan khas. Penelitian para ahli mengungkapkan 19 spesies ikan perairan air tawar hidup di habitat Danau Singkarak, Kabupaten Solok dan Tanah Datar, dengan ketersediaan bahan makanannya yang terbatas. Dari 19 spesies itu, tiga spesies di antaranya memiliki populasi kepadatan tinggi, yakni ikan Bilih/Biko (Mystacoleusus padangensis Blkr), Asang/Nilem (Osteochilus brachmoides) dan Rinuak. Spesies ikan lainnya yang hidup di Danau Singkarak adalah, Turiak/turiq (Cyclocheilichthys de Zwani), Lelan/Nillem (Osteochilis vittatus), Sasau/Barau (Hampala mocrolepidota) dan Gariang/Tor (Tor tambroides). Kemudian, spesies ikan Kapiek (Puntius shwanefeldi) dan Balinka/Belingkah (Puntius Belinka), Baung (Macrones planiceps), Kalang (Clarias batrachus), Jabuih/Buntal (Tetradon mappa), Kalai/Gurami (Osphronemus gurami lac) dan Puyu/Betok (Anabas testudeneus). Selanjutnya, spesies ikan Sapek/Sepat (Trichogaster trichopterus), Tilan (mastacembelus unicolor), Jumpo/Gabus (Chana striatus), Kiuang/Gabus (Chana pleurothalmus) dan Mujaie/Mujair (Tilapia pleurothalmus). Danau Singkarak berada pada letak geografis koordinat 0,36 derajat Lintang Selatan (LS) dan 100,3 Bujur Timur (BT) dengan ketinggian 363,5 meter diatas permukaan laut (mdpl). Luas permukaan air Danau Singkarak mencapai 11.200 hektar dengan panjang maksimum 20 kilometer dan lebar 6,5 kilometer dan kedalaman 268 meter. Danau ini memiliki daerah aliran air sepanjang 1.076 kilometer dengan curah hujan 82 hingga 252 melimeter per bulan. Menuju danau ini dari Rumah Puisi harus melewati kota Padangpanjang, berbelok ke arah Solok. Jika menumpang kendaraan umum hanya membutuhkan ongkos antara Rp10.000-Rp15.000. *) Bahan tulisan dirangkum dari berbagai sumber.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun