Novel Muhammad Subhan
Latihan Pramuka sore itu memang sangat melelahkan. Peluh mengucur di seluruh tubuhku dan bajuku basah. Malamnya aku merasakan tubuhku sakit semua. Otot-otot mengeras. Mungkin aku jarang berolahraga, lalu ketika mengikuti latihan baris berbaris dan lari keliling lapangan sekolah teganglah semua otot di tubuhku. Melelahkan sekali. Walau demikian tidurku terasa nyenyak walau di rumah nyamuk banyak.
Di hari Senin pagi kami warga SMP Palda sudah berkumpul di lapangan upacara. Seperti biasa setiap hari Senin digelar upacara bendera. Semua siswa berbaris menurut kelas masing-masing. Beberapa siswa dipilih untuk petugas upacara. Yudha, Pinru Regu Badak Pramuka kami kembali mempertahankan posisinya sebagai komandan upacara. Siswa kelas 2 membawa bendera. Mahmudi, anak kelas I-5 satu regu denganku di Regu Badak mendapat tugas membaca teks Pancasila. Saiful, kawanku juga, dapat tugas membaca teks Proklamasi.
“Kau, kemari!” Tiba-tiba Pak Syamsul, Wakil Kepala Sekolah menunjuk ke arahku.
“Saya, Pak?”
“Iya, kamu. Kemari!”
Aku buru-buru mendekat ke arah Pak Syamsul. Agak takut-takut. Kalau-kalau aku ada salah atau ada atribut yang tidak aku pakai. Setelah aku perhatikan tubuhku, syukurlah topi dan dasi ada aku kenakan. Kaus kaki juga. Lalu apa salahku?
“Kau baca doa!”
Ufh! Baca doa? Tiba-tiba jantungku berdegup cepat. Aku tidak pernah berdiri di depan orang banyak. Warga SMP Palda lebih seribu orang. Aku akan membaca doa di hadapan mereka? Aduh, bagaimana ini? Suaraku pun tidak bagus. Mendapat tugas itu kedua lututku gemetar.
“Maaf Pak, saya tidak bisa. Kalau dapat kawan yang lain saja ya, Pak?”
Mata Pak Syamsul tajam menatap ke arahku. Tampaknya dia marah.