17
SI JAGO GAMBAR TELAH TIADA
Ketika aku duduk di bangku kelas enam, Darmawi sahabat karibku yang dikatakan orang sebagai anak idiot itu jatuh sakit. Dia mengidap penyakit ayan. Di saat jam istirahat, tiba-tiba anak berbadan besar itu terjatuh. Sebelum ia tak sadarkan diri ia mengatakan kepalanya terasa pusing dan matanya berkunang-kunang. Tubuhnya berkeringat dingin yang membasahi pakaian seragam putih merah yang ia kenakan. Saat Darmawi terjatuh, dari mulutnya keluar busa putih yang kental.
Siang itu terpekiklah seluruh murid perempuan di kelasku melihat kondisi Darmawi demikian. Aku berlari mendekati tubuh anak itu. Aku guncang-guncang badannya. Tapi dia tidak bergerak, sementara kedua matanya tetap terbuka. Kawan-kawanku yang perempuan sebagian histeris dan menangis. Darmawi sudah tak sadarkan diri.
Semua murid takut melihat kondisi Darmawi yang sangat ngeri itu. Aku berlari ke ruang kepala sekolah. Berteriak-teriak. Hebohlah seluruh guru. Murid-murid di kelas lain ikut pula datang berkerumun ke kelasku, melihat apa yang terjadi. Kepala sekolah dan seluruh guru datang melihat dan cepat melakukan pertolongan. Akhirnya Darmawi dilarikan ke rumah sakit.
Tiga hari Si Jago Menggambar itu tak sadarkan diri. Dia terbaring lemah di ranjang yang berkain putih. Sekali sadar dia kejang-kenang lagi. Kasihan aku lihat ayah ibunya yang menunggui dia dengan teramat sedih. Ibunya tak henti-henti menangis. Terdengar pula bisik-bisik kedua orangtua itu dengan apa biaya rumah sakit akan dibayar. Mereka orang susah seperti juga keluargaku. Mendengar itu aku hanya bisa termenung dan menahan kesedihan lantaran aku sendiri tidak dapat berbuat apa-apa. Hanya kepada Tuhan aku berdoa semoga sahabatku itu diberikan kesembuhan kembali.
Beberapa hari Darmawi tidak masuk sekolah, ada suasana yang berbeda dari hari-hari biasanya. Ruang kelas terasa sepi tanpa sosok anak itu. Aku pandangi bangkunya yang kosong. Wajah-wajah kawanku pun seolah terlihat lesu. Guru mengajar di depan kelas juga lesu.
Aku teringat bagaimana Darmawi dizalimi oleh kawan-kawanku yang tidak menyukai dia. Anak itu diejek karena kekurangan dirinya.
“Hooiii... lihat tuh telinga Darmawi, tungkiknya meleleh...!”
“Pergi kau anak dungu, jangan dekat-dekat aku!”
“Jangan mau berkawan sama dia, nanti buku kau diconteknya!”
Begitulah anak itu mendapat perlakukan yang tidak adil oleh teman-temanku di sekolah. Kadang dia terlihat marah dihina begitu, tapi lebih banyak diam lantaran ia sudah sering ditegur guru agar tidak berbuat onar lagi. Tapi sebenarnya Darmawi tidak pernah memulai, malah kawan-kawanku yang memulai dahulu, atau tepatnya berbuat onar kepada Darmawi. Siapa yang tak sakit dilecehkan? Tapi posisi Darmawi serba sulit. Tidak melawan ia akan terus menjadi bahan hinaan. Melawan dia pula yang dianggap bersalah karena memukul anak orang, sampai menangis dibuatnya. Ah, hidup ini kadang tidak adil.