“Terima kasih, Kawan.”
“Kapan kita akan bertemu lagi?” tanya Anya, sahabat Latifah.
Aku menarik napas dalam-dalam. Membuangnya pelan. Kupandangi satu persatu wajah kawan-kawanku itu.
“Entahlah, aku tidak tahu. Semoga suatu hari nanti kita berjumpa. Aku doakan kalian sukses menggapai cita-cita,” kataku.
Tak lama kemudian ibu keluar menemui kami. Mengajak kawan-kawanku masuk ke dalam rumah. Tapi kawan-kawanku menolak dan ingin di halaman saja.
“Kau sudah siap berangkat, kan?” tanya Ibu kepadaku.
“Sudah, Bu.”
“Cepatlah, kita akan ke terminal,” kata Ibu lagi, menyuruhku bersiap-siap. Tapi apa yang harus aku siapkan?
Aku berpamitan sebentar kepada kawan-kawanku yang masih berdiri mematung di halaman. Aku temui Nek Ani.
“Nek, maafkan aku bila selama bekerja di warung Nenek aku ada salah...” kataku kepada Nek Ani. Aku lihat airmatanya masih menempel di pipinya yang tua.
“Tidak Gam, Kau tidak pernah bersalah kepada Nenek. Kau anak yang rajin dan baik,” jawab Nek Ani. Dipeluknya tubuhku dengan penuh kasih sayang.