Sesekali kita perlu sadar diri, menyadari dari apa yang telah kita perbuat atau lakukan dari segala aktivitas yang pernah dilalui, serta mengkontemplasikannya. apakah di lalui dengan cara yang baik? Bijak? Atau jahat?. Manusia kerap kali terlalu fokus terhadap hasil dari pada proses. Sehingga acap kali tidak memberi ruang kebebasan terhadap alam untuk merasakan kebahagiaan sebagaimana mustinya. Pemerkosaan terhadap alam kian menjadi-jadi, sebagaimana hal demikian merupakan ulah birahi manusia yang tertutup hatinya oleh kebahagiaan duniawi semata, sehingga tidak memperhatikan ekologis realitasnya. Hutan di Kalimantan sebagai contohnya ; Tidak mungkin paru-paru dunia tersebut menghasilkan asap jika tidak ada pemantiknya. Desas-desus dari global warming acap kali sebagai distorsi. Hipokritis kerap mengikis moralitas manusia sehingga menjadi salah satu pendorongnya dalam berbuat jahat. Pembangunan sebagai eskalator manusia menuju peradaban! katanya. Terus di jamurkan di pelosok negri agar merata sehingga tak lagi merana soal keadilan dalam pembangunan. Adil? Tapi bagi alam tidak! Karena instanisasi dalam mendirikan pembangunan kerap dilalui dengan cara yang tidak etis, seperti keperluan lahan yang membentang kerap terjadi penyisiran alam dengan cara di bakar agar cepat rata tanpa pepohonan. Sehingga asap tebal bertebangan menuju hidung dan atau pernapasan manusia yang tidak bersalah.
Selain itu, Kendaraan yang menjamur dijalanan tampak ramai, disertai suara yang bising memenuhi punggung bumi ini. Sirkulasi udara bercampur dengan polusi, hewan-hewan menilisik mencari rumah karena oksigen tak lagi sama tidak seperti sebelumnya di zaman yang masih tampak hutan yang rindang disertai angin segarnya.
Teknologi terus berkembang, di kembangkan dengan sengaja dengan segala kendati hendak di masukan dalam niatnya, namun dalih umum yang kerap terpampang di iklan-iklan adalah untuk membantu manusia dalam hidupnya. Di segala aspek kehidupan terus di sediakan. Berkatnya, Tingkat mobilitas manusia kerap cepat dan mudah karena hadirnya kendaraan seperti mobil, motor, pesawat dll. Pesan suara tak lagi harus bertatap muka dalam penyamapainnya, karena kini sudah hadirnya ponsel dan lain sebagainya. Disertai dengan makanan yang tidak usah repot memasak karena tinggal pesan lewat teknologi tak selang lama akan datang diantar.
Membantu? Memang demikian, tapi hal tersebut semakin lama jika teruskan dalam kehidupan keseharian, akan menjadikan manusia itu lemah dan manja dari segala sesuatunya penuh dengan keinstanan. Hidup hedonis, konsumtif, serta malas bergerak menjadi efek dari pola dan atau siklus hidup ini. Sesekali gaya hidup yang kebarat-baratan mulai tampak dari pertukaran kebudayaan melalui internet, hal ini berimbas pada kepribadian lokalitas suatu bangsa. Demikianlah zaman sekarang zaman modernisme dan atau globalisasi.
Kabar yang berbeda akhir-akhir ini, kondisi dunia mulai di rasuki wabah yang lumayan berbahaya serta mematikan. Di raba-raba asal serta muasal dari keberadaannya ramai di perbincangkan oleh semua kalangan baik dari kalangan ; militer mauapun sipil, intelektual maupun sebaliknya, serta menjadi topik utama di berita atau media massa. Kota Whuhan di China merupakan wilayah pertama yang di kabarkan menjadi asal wabah ini terjadi. Sehingga kota tersebut seperti kota mati karena pengisolasian tempat/wilayah sebagai solusi dalam mengatasinya kerap dilakukan. Pembangunan rumah sakit secara instan tak butuh waktu satu tahun telah di bangunnya dengan fasilitas yang di madai serta dengan daya tampung yang besar, disiapkannya untuk penanganan terhadap warganya yang positif terkena virus ini.
Warga dan atau masyarakat whuhan dalam mengkonsumsi daging ekstrem seperti daging kelelawar, ular, tikus acap kali di lakukan bahkan menajadi suatu kebiasaannya. Permentasi dari binatang kelelawar, ular, tikus (yang di konsumsi) merupakan awal terbentuknya virus tersebut di gemborkan oleh media entah benar atau tidaknya soal tersebut, demikianlah prediktifnya.
Tidak hanya itu, perang biologis antara negara maju kerap di jadikan perbincangan warga net. Ada yang bilang virus ini di kirim oleh amerika untuk menghancurkan china karena persaingan dagang yang ketat, namun ada juga yang bilang virus ini di kirim oleh Vietnam dengan alasan yang sama seperti amerika tadi. Banyak spekulasi-spekulasi liar di masyarakat, namun hal demikian tetap prediksi yang sifatnya spekulatif karena tidak didasari dengan penelitian yang pasti, namun Namanya juga prediksi yaa.. bisa saja benar bisa juga salah.
Setelah kota whuhan-china sembuh dari wabah virus tersebut, kini seluruh dunia menjadi terkena dampaknyan. Salah satunya Indonesia. Wabah virus ini di namai corona atau covid-19 oleh WHO. Tingkat penularan yang begitu cepat menjadi awal perkembangan wabah ini di Indonesia. Virus ini terbilang baru keberadaannya, sehingga vaksin dan atau obatnya belum ada atau sekarang sedang berlomba-lombanya antar negara dalam menciptakan vaksin dan atau obat tersebut, tentu sifatnya prestisius.
Wabah ini membuat ricuh gemuruh riyuh di Indonesia serta negara-negra berkembang lainnya, bukan hanya menyentuh Kesehatan namun tersentuhnya juga bidang ekonomi, keamanan, politik serta aktivitas lainnya. Bagaimana bisa tidak tersentuh? Penularan yang begitu cepat menjadi sebuah panorama yang tidak mengindahkan saat melakukan aktivitas. Sehingga tak membutuhkan waktu lama. Pemerintah Indonesia memberikan aturan untuk menangani wabah ini. Salah satunya menerapkan social distancing dan juga serta Peraturan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagai implementasinya di bantu oleh pemerintah daerah dalam melakukan lock down disetiap wilayahnya. Terutama, wilayah jalur-jalur tertentu seperti ; Pelabuhan, bandara, dan lain sebagainya. Bagaimana dengan pemudik? Pemerintah juga melarang orang yang mudik atau pulang kampung sebagai pembantu program PSBB ini agar berjalan dengan lancar. Tentu hal demikian dilakukan dengan segala berat hati, namun tetap dengan pengawasan yaitu disertai dengan kajian-kajian yang mendalam agar tidak mengecewakan rencananya.
Budaya mudik saat hari raya memang sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia setiap tahunnya, namun hal ini tidak berjalan seperti sebelum-sebelumnya. Tentu karena semenjak wabah ini ada.
Bukan hanya pemudik, gerak para pedagang di pasar/jalanan, ojek serta lainnya menjadi berkurang omsetnya, karena ada aturan ini (PSBB dan Social Distancing) sehingga hal ini berimbas pada ekonomi yang tidak mensejahterakan bagi mereka, karena pelanggan atau konsumen juga ikut serta dalam aturan ini.
Tag line “Bekerja dirumah aja, belajar di rumah aja, ibadah di rumah aja” kerap di kampanyekan di seluruh media yang ada.
Dibidang Pendidikan misalnya. Para siswa atau pelajar di rumahkan, di alihkan tempat serta kegiatan belajar mengajar di rumah masing-masing secara daring. Daring atau dalam jaringan atau secara media dengan internet sebagai solusinya untuk mengantisipasi menular dan tertularnya dari wabah berbahaya ini. Bagaimana dengan siswa? Bahagia? Stres iya! Bagaimana tidak stress? fasilitas seperti Android yang kurang merata serta koneksi internet yang memang tidak semua wilayah terjamah menjadi alasan atau keluhannya. Yang dulunya media atau teknologi di gemborkan tepat/efesiensi membantu para siswa dalam belajar, kini terbukti bahwa para siswa mengeluh akan hal itu, mereka lebih nyaman dan nyenyak belajar secara bertatap muka.
Namun, dari hal demikian mengisahkan fenomena indah, peran keluarga di kondisi saat ini sangat besar pengaruhnya. Sebagai mana hal ini sejalan dengan teori belajar secara informal. Fenomena ini di harap memberikan transfer morality yang deras didalam proses belajarnya. Dari bimbingan orang tua dalam mengawasi anak belajar, para orang tua akan lebih dekat dan serta memahami perkembangan si anak. Dan seterusnya dari apa-apa yang tidak di ketahui akan tendensius ditemukan dan serta di pahami secara perlahan bahwa begitu besar peran orang tua dalam pendidikan.
Bukan hanya fenomena indah dalam bidang Pendidikan tampaknya. Namun, alam juga tersentuh dampak yang positif menurut saya.
Kini alam sudah mulai menampakan kesegarannya, mulai rindang berwarna hijau pekat sehat tampak di pepohonan yang dulunya terbalut polusi udara dari asap kendaraan. Kini jalanan mulai sepi tampaknya, suara kebisingan berkurang di kota-kota besar. Kini alam menunjukan pada taraf sehat yang lumayan dibilang berjalan sebagaimana mustinya.
Namun bencana bagi manusia, bagaiman tidak? ancaman terhadap Kesehatan pada bidang ekonomi mulai terasa.
Bagian ekonomi? Masyarakat kini tak lagi banyak bekerja di luar karena disertai aturan pemerintah yang mengikat, serta proses tertularnya yang cukup cepat serta berbahaya kini menjadi momok menakutkan bagi masyararakat. Sepanjang proses perjalanan hidup. Haluan berfikir kini bergeser, dulu masyarakat sangat membutuhkan pekerjaan najun Kini masyarakat tak lagi memerlukan pekerjaan, masyarakat butuh fasilitas dan atau logistik pangan yang kokrit serta instan diberikan. Sehingga pemerintah dalam hal ini sangat berperan.
Hingar bingar aktifitas sebelum wabah ini terjadi begitu besar disertai dengan segala varian pendorongnya entah nafsu atau lainnya. Namun, kini sangat begitu terbalik. Suasana seperti ini manusia kerap harus mengkontemplasikan dari apa-apa yang telah di perbuat atau di lakukan, sehingga kebijaksaan dari pada kontemplasi tersebut dapat dijadikan pembelajaran hidup bermakna serta implementasi untuk hidup yang lebih apik dan bijak serta tumbuh cinta antara manusia dengan alam tersemai dengan baik dan biak. sebagaimana ekologis merupakan sumber kehidupan yang konkrit bagi manusia. Semoga kondisi dari wabah pandemik covid-19 ini menjadi suatu pembelajarna dan kesadaran yang baik bagi kita semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H