Mohon tunggu...
Muhammad Sobri
Muhammad Sobri Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

berjalan tanpa tujuan, hanya menghindari kesesatan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tutup Saja Pabrik Rokok (1)

26 Juni 2013   13:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:24 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Rokok dengan segala kontroversinya masih menjadi pembicaraan yang selalu hangat, bahkan akhir-akhir ini semakin memanas. Berawal dari efek buruk menghisap rokok yang beresiko menimbulkan berbagai penyakit mematikan, sekali lagi MEMATIKAN (http://health.kompas.com/read/2013/06/01/1032363/Perokok.Mati.10.Tahun.Lebih.Awal.). Ada juga (http://www.tempo.co/read/news/2013/01/16/060454788/200-Ribu-Orang-Meninggal-Akibat-Rokok). Dan masih banyak lagi, pembaca bisa temukan di Internet yang jumlahnya tak terhitung, baik dalam bentuk berita, artikel, opini, dan sejenisnya.

Pembicaraan mengenai rokok berlanjut pada seputar 'keluhan' para perokok pasif yang  merasakan efek tiga kali lebih besar daripada perokok aktif sendiri, begitu setidaknya  menurut para ahli kesehatan. Jadi, jika perokok aktif dapat merasa rileks saat menghisap sebatang rokok, maka perokok pasif merasakan TIGA KALI LEBIH RILEKS saat menghirup asap rokok, bukan begitu? Tentu saja bukan. Yang berpengaruh hanyalah efek buruknya, karena sama sekali tidak ada manfaat yang diperoleh dari barang yang berbahan utama tembakau ini.

Tak berhenti sampai disitu, pembicaraan mengenai rokok lebih meluas mencakup masalah perekonomian. Ya, rokok ternyata punya andil besar terhadap kasus kemiskinan di Indonesia.

"Pada September 2012, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras yang memberi
sumbangan sebesar 26,92 persen di perkotaan dan 33,38 persen di perdesaan. Rokok kretek filter
memberikan sumbangan terbesar ke dua kepada Garis Kemiskinan (8,67 persen di perkotaan dan 8,23
persen di perdesaan)
". (Sumber: Berita Resmi Statistik No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013).

Hal ini diperkuat dengan hasil survey beberapa LSM dalam dan luar negeri, yang intinya menyimpulkan bahwa rokok sebagai salah satu penyumbang kemiskinan. Iseng-iseng saya ketik "rokok dan kemiskinan" di Google, dan inilah hasilnya "About 17,500,000 results  (0.13 seconds) ".

Masih ada lagi, beberapa institusi Islam juga turut membicarakan masalah barang yang satu ini. Sebut saja MUI yang mengeluarkan fatwa rokok haram bagi anak-anak, remaja, dan ibu hamil. Demikian halnya Muhammadiyah yang juga mengeluarkan fatwa keharaman rokok. Fatwa ini tentu bukan main-main, mengingat kedudukan dan kapasitas kedua institusi tersebut di Indonesia. Sebelumnya memerlukan pembahasan yang panjang, yang lebih menitikberatkan pada kemanfaatan dan kemudharatan mengkonsumsi rokok.

Dan sampai saat ini, topik terhangat mengenai rokok adalah masalah iklan rokok dan penulisan peringatan bahaya rokok. Banyak pihak mendesak pemerintah agar penulisan peringatan tentang bahaya rokok disertai dengan gambar yang terkesan 'menyeramkan' bagi perokok. Misalnya, gambar paru-paru atau jantung yang rusak jika terus menerus terpapar asap rokok, seperti yang sering kita lihat di poster-poster kampanye anti rokok.

Mungkin inilah cara terakhir yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah perokok aktf di Indonesia. karena sepertinya beberapa hal di atas tak mampu menghentikan pertambahan jumlah perokok, atau bahkan tak mampu mengurangi jumlah perokok. Setelah peringatan para dokter tak bisa menghentikan, fakta bahwa rokok menyebabkan kemiskinan  tak mampu menyadarkan, dan fatwa sebagian Ulama pun tak jua memberi perubahan sesuai harapan.

Lalu, apalagi yang akan dilakukan setelah beberapa hal di atas tak kunjung mengurangi jumlah perokok aktif, di Indonesia?

Menurut saya, yang bukan dokter atau ahli kesehatan, juga bukan aktivis LSM anti rokok, apalagi Ulama yang bisa mengeluarkan fatwa. Saya doyan rokok, dan saya mengusulkan TUTUP SAJA PABRIK ROKOK,! Entah bagaimana caranya, tapi hanya  itulah yang akan menghentikan perokok.

Bersambung...

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun