Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025 ditandatangani oleh Presiden Prabowo pada Rabu, 22 Januari 2025 dan langsung berlaku pada hari yang sama.
Selain itu juga, dalam keputusan Menteri Keuangan No. S-37/MK.02/2025, efisiensi belanja difokuskan pada 16 pos anggaran, termasuk pengurangan belanja alat tulis kantor (90 persen), kegiatan seremonial (56,9 persen), perjalanan dinas (53,9 persen), dan berbagai pos lainnya.
Terdapat delapan pihak yang diberi instruksi oleh Prabowo melalui Inpres efisiensi 2025 itu, yakni para Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, para gubernur, dan para bupati/wali kota.
Ada 7 (tujuh) poin instruksi presiden ke kepala daerah dalam Inpres 1 Tahun 2025 yaitu;
- Membatasi belanja untuk kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.
- Mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar 50% (lima puluh persen)
- Membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim dan besaran honorarium yang mengacu pada Peraturan Presiden mengenai Standar Harga Satuan Regional
- Mengurangi belanja yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang terukur
- Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antarperangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya.
- Lebih selektif dalam memberikan hibah langsung baik dalam bentuk uang, barang, maupun jasa kepada Kementerian/Lembaga.
- Melakukan penyesuaian belanja APBD Tahun Anggaran 2025 yang bersumber dari Transfer ke Daerah sebagaimana dimaksud dalam diktum KEDUA huruf b.
Dari perspektif kebijakan publik, Inpres ini dapat dilihat sebagai sebuah upaya untuk merealisasikan prinsip-prinsip good governance. Dengan memfokuskan anggaran pada program-program prioritas, pemerintah diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.
Selain sebagai upaya untuk merealisasikan prinsip good governance. Kebijakan ini juga memiliki potensi risiko. Pemangkasan anggaran yang terlalu agresif dapat berdampak negatif pada kualitas pelayanan publik dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini juga perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan dampak ekonomi dan sosial yang negatif.
Implementasi Inpres ini tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada beberapa implikasi yang muncul dan perlu diantisipasi, seperti resistensi dari birokrasi, kurangnya kapasitas sumber daya manusia, melambatnya pembangunan infrastruktur, dan potensi dampak negatif terhadap pelayanan publik. Namun, perlu diingat bahwa keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada komitmen dan kerjasama dari seluruh pihak yang terlibat.
Kreatif dan Inovatif sebagai Kunci
Kreativitas dan Inovatif adalah kunci dari kepemimpinan otonomi daerah. Kepala daerah yang efektif mengintegrasikan ide-ide baru dan solusi kreatif untuk memecahkan masalah dan memanfaatkan peluang. Ini bisa mencakup penerapan teknologi baru, pengembangan model bisnis yang berkelanjutan, atau penerapan kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi lokal. Dengan mendorong inovasi, kepala daerah tidak hanya memenuhi kebutuhan saat ini tetapi juga mempersiapkan wilayah mereka untuk masa depan yang lebih baik.
Dengan adanya kebijakan Inpres tersebut juga, kepala daerah dituntut untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mengelola daerah. Seperti memaksimalkan potensi daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), baik pajak, wisata, retribusi daerah, dan pendapatan lain yang tidak bertentangan dengan peraturan.
PAD merupakan salah satu komponen penting dalam struktur keuangan pemerintah daerah, karena digunakan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah dan pembangunan di wilayah tersebut. Penggunaan PAD adalah untuk memenuhi kebutuhan pembangunan daerah, terutama dalam bidang infrastruktur, pelayanan publik, dan kesejahteraan masyarakat dan tak kalah pentingnya adalah mengurangi ketergantungan daerah pada transfer dana dari pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).