Kenapa mesti menulis?
Tidak hanya sebagai wakil pikiran, kata-kata yang ditulis juga pandai menggantikan keberadaan. Jika fotografi mengabadikan peristiwa dalam bentuk gambar, maka tulisan menyimpan, merawat dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
Kata yang diucapkan bisa salah diucapkan, menilai seseorang dari ucapan juga bisa salah diartikan, namun kita selalu bisa memeriksa pilihan kata bahkan mengganti dengan yang lebih sempurna untuk sesuatu yang ingin disampaikan.
Di jaman yang semuanya bergerak maju; teknologi maju, peradaban maju dan semuaya maju ini, pesan (ilmu dan pengalaman) dikomunikasikan dengan gambar dan video terasa lebih representatif, to the point dan mampu membantu menghindari 'kekurangakuratan maksud' dengan begitu baik. Masalahnya, tidak semua orang dan media mampu menerima pesan tersebut dikarenakan bias informasi atau ketiadaan media penangkap pesan itu sendiri.
Berbeda dengan tulisan yang bisa dengan sederhana tersimpan dalam lembaran-lembaran buku. Ia abadi, mudah dibawa, dibaca dan bahkan dihafal. Ia mudah diatur, diperbaiki, dikutip, diringkas dan dipahami. Tentu berbeda dengan gambar atau format video, bagaimana cara meringkas gambar atau video bahkan tidak pernah terpikir sebelumnya bukan.
Hadirnya media audio visual jangan ditentang, teknologi ini justru memperkaya khasanah cara ber-manusia kita yang membanggakan ini. Namun meninggalkan kemauan belajar menulis (terutama bagi yang merasa mengenyam pendidikan) adalah hal yang seharusnya dipertanyakan bersama-sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H