Mohon tunggu...
Moh. Samsul Arifin
Moh. Samsul Arifin Mohon Tunggu... Dosen - Saya suka membaca dan menulis apa saja

Saya suka menulis, dan membaca apa saja

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Ancaman Kerukunan Kita dalam Grup WA

15 Agustus 2021   08:39 Diperbarui: 15 Agustus 2021   08:47 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: The Economic Times

Bincang-bincang (komunikasi) adalah fitrah manusia, kemampuan berkomunikasi bisa menentukan baik tidaknya kita menjalani aktifitas sehari-hari. Belajar-mengajar, bekerja, bahkan mengatakan cinta butuh kata-kata, terserah mau disampaikan dengan secara lisan, tulisan atau isyarat lainnya.

Tentu kita tahu, kini berkomunikasi dan mencari informasi banyak dilakukan via internet memelalui smartphone, membuat kita nyaman, cepat dan mudah. Jika dihitung. pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta orang, dan 167 juta orang Indonesia, atau sekitar 89 persen dari total penduduk, yang memakai ponsel pintar (wearesoscial). Penggunaan internet untuk mencari informasi dan komunikasi tidak bisa dihindari apalagi di masa pandemi, saat mobilitas sosial menjadi terbatas seperti ini.

Tidak hanya cepat, jumlah informasi pun bejibun tak terhitung. Tidak hanya harus dicari, berita-berita itu masuk dan menawarkan diri untuk dibaca dan ini tidak selalu baik. Terutama pengguna WhatsApp (WA) yang tidak bisa memilah mana informasi yang benar mana yang tidak.

Saya menemukan hipotesis sederhana yang sangat unik. Tentang "Bagaimana Berita Hoax di WAG (WhatsApp Group) Dapat Menjadi Teror Kerukunan Kita."  Sesingkat-singkatnya kalimat adalah, 1) kita terlalu mudah percaya (latah, kagetan) apa yang kita terima di WAG, terutama berita palsu yang ditampilkan melalui video atau gambar hasil editan, 2) kita tidak punya ilmu pengetahuan yang cukup untuk memeriksa semua informasi tsb, 3) kita tidak memiliki pengetahuan digital yang baik, sehingga sulit mengecek video/foto tsb hasil manipulasi atau tidak.

Murah dan mudahnya smartphone membuat semua orang bisa memilikinya, tapi kemampuan memfilter semua kontennya lah yang mahal, meskipun kita bisa memilikinya dengan belajar atau membaca tulisan seeprti ini.

Saya punya 79 WAG, mulai dari grup keluarga, grup organisasi, grup profesi, grup hobi, grup iseng dst. Meskipun tak semua grup tersebut digunakan setiap hari namun beberapa grup sangat aktif berbagi informasi. Macam-macamlah isinya, banyak yang positif, terutama grup keluarga. Kita tetap get in touch meskipun tidak sedang bersama. Atau grup yang sangat membantu terselesainya tugas saya.

Tapi jujur, ada pula dampak negatifnya, misal, berita palsu. Baik itu berupa pesan biasa, gambar dangan meme (mim) atau video hoax yang meresahkan. Berita itu dishare berulang-ulang, di grup A sudah ada, di grup B, C, D juga ada. Kita gampang membagikan ulang konten yang sebenarnya kita tak tahu kebenarannya, saya yakin ini juga terjadi pada anda karena ini sudah menjadi kebiasaan kita. Dan inilah masalahnya.

"Berita Covid itu bohongan, settingan, atau diciptakan penguasa," menjadi topik trend akhir-akhir ini. Saya percaya, saya tidak lebih tahu dari para ratusan ahli kesehatan di seluruh dunia. Sebagai kehati-hatian, saya selalu menghindar membicarakan terutama mengarahkan pembicaraan dan keyakinan lawan bicara untuk condong pada salah satu kepercayaan. 

Tapi diam adalah penyakit untuk saya sendiri. Miris rasanya melihat para tenaga medis bergiliran meninggal dunia, ditambah lagi sekarang, juga tetangga dan teman-teman saya sendiri yang sakit dan berguguran.

Mulai beranilah saya komentar, cas cis cus, bla bla bla, menjawab gambar ini, menentang video itu dan lain sebagainya. Pada saat yang sama telah dimulai pula perdebatan tak sehat, dimana saya dan juga 'lawan' saya memang bukan ahlinya. Dan bisa ditebak, saat berjumpa secara langsung pun perasaan tak lagi sama, meskipun kita tutupi dengan kalimat-kalimat bercanda.

Misalnya covid ini settingan, atau wabah sungguhan (pada saat menulis ini saya meninggalkan otak saya entah dimana, sekadar menghargai pembaca yang tak suka pada saya) toh, tidak perlukah kita belajar memeriksa dulu asal-usul sebuah berita?. Minimal lakukan 3 hal ini sebelum membagikan berita di WAG. 1. Benarkah?, 2. Pentingkah?, 3. Pantaskah?. Ijinkan saya menjelaskan sedikit prosesnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun