Yang tidak bisa dibayangkan adalah dunia yang menjadi balligh tanpa pertanyaan, tujuh milyar lebih yang bisa dihitung, saudara kita, musuh sekaligus. Dan masing-masing menantongi jawaban-jawaban acak. Setiap aku atau kamu bertanya, mereka mengambil satu dan memberikannya. Dan aku percaya, itu selalu terjadi.
Buku-bukuku menipis, setiap ada satu lembar berisi nama, kusobek dan ku simpan di rak buku dalam kamarmu. Nama-nama itu, aku suka membacanya satu-satu setelah shalat. Nama-nama itu, aku suka mengajaknya masuk dalam mimpi, meskipun aku tak pernah tidur.
Jenis kelamin adalah pembedaan paling miskin untuk memilah-milah manusia. Pembodohan, dan akhir harapan peradaban. Kita sama-sama berbeda sejak kakek kita menerima lamaran bapak.
Aku tidak pernah membaca dan mencari tahu buku apa yang membuat kakek punya satu pemahaman bahwa bapak adalah tepat untuk ibu dulu. Bapak juga tidak menuntunku untuk berpikir dan belajar memilih juga menentukan.
Dunia tidak punya jenis kelamin, kita punya segalanya. Masa lalu dan masa esok. Semua cerita kita adalah kalimat yang sudah dimulai tapi dunia juga tak tahu kapan berakhir. Dunia hanya tahu kapan ia berkahir. Kita tahu selain itu.
Dunia mungkin pernah membayangkan ia ditinggali orang-orang yang tidak seperti aku. Meskipun aku tidak berpikir manifestasi dari balligh dan jenis kelamin hanya masalah seksual. Seperti kau juga yang sedang membaca ini.
Ia melupakan waktu yang dihabiskan karena ia tidak menunggu apa-apa.
Galis, 23-1-2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H