[caption id="attachment_347113" align="aligncenter" width="525" caption="Penerima Bedah rumah saat meratapi rumahnya yang belum selesai. foto-foto pribadi"][/caption]
Melihat Penerima Bedah Rumah di Nagari Siguntur
Rumah Tak Selesai, Hutang Menumpuk, Anak Putus Sekolah
Salah satu penerima bedah rumah dari Kementrian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Republik Indonesia di Nagari Siguntur Jorong II yakni keluarga Ruslan dan Asni. Mereka mendapat program bedah rumah tahun 2013, namun hingga saat ini rumah yang telah dibedah tak kunjung selesai bahkan menyisakan masalah. Seperti apa kondisi penerima bedah rumah di Nagari Siguntur ini?
Muhammad Samin - Sumatera Barat
Program bedah rumah yang digagas Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) melalui Bantuan Stimulan Perumahan Rakyat (BSPS) merupakan sebuah program yang membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan hunian yang lebih layak.
Namun apa yang telah digulirkan oleh Kemenpera ini, justru berbalik arah dengan maksud dan tujuan dalam penerimaan bedah rumah itu sendiri. Sebab penerima program bedah rumah, justru malah mengalami masalah yakni rumah yang dibangun tidak selesai. Bahkan penerima bantuan hutang dan anak yang ada ternyata juga putus sekolah.
Dari pantauan penulis dilapangan di Jorong II Nagari Siguntur Kecamatan Sitiung, tepatnya di rumah pasangan Ruslan dan Asni keluarga ini mendapat bantuan program bedah rumah dari Kemenpera sebesar Rp 7,5 juta. Mendapat program bantuan bedah rumah, merupakan hal yang sangat diharapkan oleh pasangan yang memiliki empat orang anak ini.
Namun setelah dibangunkan rumah, justru menambah masalah. Uang yang telah didapat ternyata tidak cukup untuk membangun rumah yang ada. Upaya yang dilakukan keluarga ini, dengan meminjam dana agar rumah yang telah dibangun diharapkan selesai. Tapi setelah menambah hutang sebesar Rp 7 juta juga tidak selesai. Sehingga pasangan ini, pasrah dengan yang ada dan rumah yang telah dibuat dibiarkan terbengkalai karena sudah tidak mampu lagi untuk membangun rumah.
"Suami saya sudah tidak mampu lagi untuk menyelesaikan rumah yang telah kami bangun, untung saja rumah kami yang lama belum kami robohkan" ujar Asni kepada penulis bercerita dengan nada sedih.
Kata Asni, sebagai ibu rumah tangga dan suaminya kuli penyadap karet tidak mampu untuk membangun rumah. Harapan setelah mendapatkan program bedah rumah bisa membuat rumah yang layak, namun justru dapat bantuan malah menambah permasalahan yang ada. “Rumah kami tak selesai, hutang menumpuk dan anak juga saat ini putus sekolah. Kemana lagi kami mau mengadu pak,”bebernya.
Saat ini, kata Asni, harapan dari kami keluarga rumah yang telah dibangun bahkan terbengkalai dan sudah mulai rapuh ini agar bisa selesai dibangun minimal rumah bisa diberi atap dan kami juga bisa tinggal disana.
“Kami mencoba untuk mengumpulkan uang, tapi tak bisa terkumpul. Penghasilan suami saya cukup untuk keperluan makan, apalagi kami punya hutang gara-gara mau menyelesaikan rumah. Tapi apa daya, sampai saat ini kami hanya bisa meratapi rumah kami yang belum kunjung selesai” tegasnya.
Diakui Asni, anaknya putus sekolah karena memang keluarganya sudah tidak sanggup lagi memberi biaya terhadap anaknya dan memilih anaknya untuk bekerja sebagai buruh cuci motor di Simpang Pogang. “Kami berharap kepada pemerintah mencarikan solusi agar rumah kami ini bisa selesai secepatnya, minimal rumah kami diberi atap,”tandasnya. (****)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H