Mohon tunggu...
M. Saiful Kalam
M. Saiful Kalam Mohon Tunggu... Penulis - Sarjana Ekonomi

Calon pengamat dan analis handal

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Ketakutan Seorang Sarjana Ketika Bermasyarakat

11 Maret 2022   09:58 Diperbarui: 11 Maret 2022   10:09 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

4 tahun tidak berada di desa sudah pasti ada beberapa perubahan yang terjadi di dalamnya, entah itu dari segi fasilitas maupun masyarakat pendatang yang hadir.

Yang miris adalah fenomena mahasiswa yang kesulitan untuk menerapkan semua ilmu yang mereka pelajari di kampus.

Kesulitannya sebenarnya ada dua hal, antara satu si mahasiswa memang hanya "kejar IPK" saja tanpa memahami esensi gelar yang ia dapat, dua memang dari desa yang tidak membutuhkan ilmu yang ia pelajari. Ya jika dianalogikan "produk sedang tidak dibutuhkan oleh masyarakat."

Yang terjadi, akibatnya banyak sarjana yang lebih memilih bekerja di perantauan dibandingkan untuk kembali lagi kampong halamannya. Akibatnya, desa ibaratnya sudah kehabisan para pemuda sarjananya yang seharusnya mereka mengabdikan diri untuk membangun desa, tetapi karena satu dua alasan mereka memutuskan untuk tidak melakukannya.

Jika ingin memperhatikan alasan lain dan ini juga merupakan bentuk saran, sebenarnya ada kesulitan seorang sarjana ketika bermasyarakat adalah ketika memposisikan dirinya sejajar dengan masyarakat.

Sejajar artinya seorang sarja seharusnya memaklumi gaya bicara masyarakat yang kebanyakan mungkin hanya lulusan SD-SMP. Ya jika dalam bicara kadang nyinyir atau ceplas-ceplos, ya mungkin bisa dimaklumi.

Sebab, pada dasarnya semakin tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi rasa menghargai satu sama lain.

Jadi, istilahnya seorang sarjana itu harus bisa melepaskan ego-sentris-nya jika ingin berhasil menyatukan diri dengan masyarakat.

Nah, yang sering terjadi adalah sarjana itu selalu menghadapi omongan-omongan yang menyakitkan hati. Akan tetapi, jika memang ingin seorang sarjana ingin berhasil mengabdikan diri untuk kampungnya, maka sesuatu pengorbanan yang dilakukan.

Dan sarjana itu sebaiknya memang jangan ada sekat pembatas dengan masyarakat. Entah itu suatu saat kelak hidup di kampong orang lain, yang terpenting adalah sarjana harus bisa menyatu dan memposisikan diri dengan masyarakatnya.

Sebab, bagaimanapun juga masyarakat itu secara pengalaman menjalani pahit-getir kehidupan itu sangat lebih dibandingkan seoarng seorang sarjana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun