Dilema Sekolah Favorit
By: M. Saiful Kalam
(cerita ini dibangun atas pengalaman teman penulis. Beberapa redaksi diubah agar mudah dipahami alur ceritanya. Happy reciting)
Kalau Anda lolos tes dan berhasil menjadi siswa di sekolah favorit, maka tentu perasaan Anda sangat senang dan bahagia. Dan sebaliknya, bagi yang tidak diterima tentu kecewa berat dan tidak sedikit yang tidak merasa diterima.Â
Mungkin karena merasa dirinya pintar dan pantas, tetapi sekolah favorit yang ia tuju tidak menerimanya, itu menjadi sebuah sakit hati tersendiri bagi yang mengalaminya.
Lalu pergi kemana siswa yang tidak diterima tersebut, ya mau tidak mau tentu pergi untuk mencari sekolah yang kualitasnya dibawah sekolah favorit (patokan sekolah favorit berdasarkan peringkat UN senasional atau track record juara kompetisi atau olimpiade tingkat kota, provinsi, dan nasional). Tapi, biasanya tipe siswa pintar yang tidak diterima di sekolah favorit, justru prestasinya akan lebih nampak di sekolah biasa-biasa saja.
Membicarakan dilemma sekolah favorit, kedua paragraph diatas adalah sekilah saja sebelum mengenai ke pembahasan inti. Pada pembahasan inti, akan dijelaskan mengenai apa yang membedakan antara sekolah favorit dengan sekolah biasa, baik dari segi fisik maupun non-fisik dan tentu dilema yang dialami siswa saat di dalam kelas dan sekolah.
Yang pertama, mengenai apa yang membedakan antara sekolah favorit dengan sekolah biasa tentu saja dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan non-fisik.Â
Maksudnya, aspek fisik itu meliputi kondisi ruang kelas, sarana dan prasana, dan bangunan yang ada di sekolah tersebut. Kalau kondisi non-fisik itu seperti kualitas guru yang mengajar, kebijakan kepala sekolah, dan tentu kualitas siswa-siswi.
Kalau aspek fisik, sebenarnya sekolah biasa saja tidak sedikit yang kualitasnya bagus. Kualitas yang bagus itu seperti apa? (biar sedikit objektif). Contohnya ruang kelas yang terdapat bangku dari plastic, LCD di tiap kelas (untuk menunjang KBM), layar proyektor, lampu warna putih, stop kontak minimal satu di dekat meja guru, kipas angin (bahkan disediakan AC), pintu dari kaca yang ada kusennya, rak lemari, rak sepatu, tong sampah, alat kebersihan (seperti sapu, cikrak, kemoceng), papan kecil buat deadline, papan tulis yang pakai spidol, karpet kelas, CCTV (agar barang kelas tidak hilang), dan masih banyak lainnya.
Kalau melihat sekilas, sudah tentu untuk satu kelas saja kalau memiliki semua fasilitas tersebut, anggaranya bisa jutaan. Bagaimana kalau setidaknya ada 30 kelas, bisa jadi sampai ratusan juta hanya untuk tersedianya kelas yang mendukung bagi siswa yang ada di dalamnya. Hal itu akan ditemui disekolah favorit, yang notabene siapa juga siswa yang tidak kepingin belajar dengan nyaman di kelas yang fasilitasnya lengkap.