Referensi: pengalaman teman penulis
Kalau bekerja di perusahaan yang memiliki jenjang karir yang tinggi (5-7 tingkatan), pasti di dalamnya memiliki skill manajemen yang tinggi.Â
Bagaimana tidak tinggi, jenjang karir yang dari sekian tersebut pasti memiliki tingkat kesulitan yang berkelanjutan. Maksudnya, misal kita berada di low manajemen (misal leader), maka diperlukan kemampuan untuk mengontrol kinerja satu tim (1 tim bisa terdiri antara 2-10 orang, atau lebih).Â
Kalau berada di middle manajemen (supervisor), maka diperlukan kemampuan untuk mengontrol beberapa leader. Kalau berada di top manajemen (manajer, atau general manager), maka diperlukan kemampuan untuk mengontrol beberapa supervisor.
Nah, kembali lagi ke pembahasan, kalau posisi teman-teman pembaca ini pernah berada di top manajemen, pasti merasakan yang namanya tekanan dan porsi kerja yang berbeda ketimbang manajemen tingkat bawah.Â
Dan, secara tidak sadar, mendorong Anda yang berada pada top manajemen untuk bersikap 'galak'. Galak disini terukur ya, bukan asal main seronong saja tanpa pertimbangan matang.
Fenomena manajer galak itu seperti hal yang lumrah. Apalagi kalau Anda bekerja di perusahanan multinasional, yang direkturnya sendiri merupakan orang luar, tapi general manajernya dari orang lokal.Â
Itu bisa-bisa meskipun sama-sama orang Indonesianya, jangan harap kita mendapat perlakuan ramah darinya.Â
Soalnya, mungkin atau pasti, si manajernya juga sering dimarahi oleh direktur dari orang luarnya, yang menyebabkan ia juga harus memarahi bawahannya kalau dirasa bekerja tidak becus dan sesuai SOP yang telah ditetapkan.
Manajer yang memarahi bawahannya, padahal kinerja bawahannya itu sudah baik, pasti ia memiliki sebuah alasan. Ibaratnya semakin tinggi jabatan seseorang, pasti juga semakin tinggi previlige yang ia memiliki.Â
Contoh, ia berhak untuk mengangkat atau memberhentikan low atau middle manajemen yang ada, tanpa ada yang bisa mengganggu gugat keputusannya.