Ya mungkin hanya 1 dari 100 anak yang mungkin bisa, tapi selebihnya tidak.Â
Nah, problemnya sendiri adalah orang tua siswa yang sibuk bekerja dan tidak sempat mendidik anaknya. Pasti guru juga tidak bisa menyalahkan, lha wong orang tuanya aja, mohon maaf, 'kurang ajar' juga. Ya anaknya ngikutlah.Â
Oke, (maaf kalau alurnya agak muter, tapi ini juga bagian dari intinya) terkait masalah guru yang dibayar siswanya, penulis punya pandangan sendiri.Â
Coba kita samakan dengan salah satu marketing strategy yang berbunyi, "pembeli adalah raja". Nah, pernyataan, kalau sekarang pernyataan tersebut dibalik dengan pernyataan seperti ini "Raja yang mana dulu?"
Memangnya bisa apa seorang pembeli kalau tidak dilayani oleh penjual. Seandainya diibaratkan kondisi yang kejepit, pembeli apa bisa memakan uangnya? Ya enggak bisa lah, pembeli tersebut bakalan mati kelaparan.Â
Kembali lagi ke pembahasan awal, jadi seorang murid itu tidak patut semena-mena terhadap gurunya. Mungkin nakal diusia kanak-kanak dan remaja adalah hal wajar, tapi tidak wajar kalau sudah tidak respect sama guru, maka dijamin gagal dunia-akhirat.Â
Coba lihat orang sukses di Indonesia. Katakanlah siapa, Chairul Tanjung, seorang pengusaha yang masuk Top 10 versi Forbes Times. Kalau anda membaca buku "Chairul Tanjung si Anak Singkong" karya Tjahya Gunawan Direjadja.Â
Di sana ada cerita menarik bahwa beliau ketika sukses mendirikan CT Corp dan mengakuisisi Bank Mega, beliau mengundang beberapa guru semasa sekolahnya untuk makan di tempatnya beliau bekerja.Â
Saya yakin, beliau pasti adalah murid yang baik dan menghormati gurunya. Bahkan ia dinobatkan sebagai mahasiswa teladan seluruh Indonesia pada tahun tersebut, bagaimana beliau itu bukan murid yang baik dan hormat kepada gurunya?Â
Mungkin karena hormat kepada seorang guru, maka akhirnya beliau bisa jadi sukses seperti itu.Â
By: M. Saiful Kalam