Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Catatan Seputar Amandemen UUD1945

5 Januari 2024   21:28 Diperbarui: 5 Januari 2024   22:07 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-Buku Yang Dijadikan Referensi. (Koleksi Pribadi)

Pada tahun 1963/1964 sampai dengan 1965/1966 saya belajar di SMP Negeri I Gresik. Pada waktu di kelas satu ada teman saya yang cantik keturunan Tionghoa bernama Maria Ignatia Oei Yan Nio dan seorang lagi keturunan Arab bernama Firdaus. Ketika membahas UUD 1945 untuk mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, kepada kedua teman itu kita godain dengan candaan :" Hei Yan, kamu harus nikah sama aku, biar anakmu bisa jadi Presiden RI!". Demikian juga kepada Firdaus sering digodain seperti itu karena pasal 6 UUD 1945 berbunyi :"Presiden NKRI ialah orang Indonesia asli". Oleh karena itu saya kaget karena menjelang Pilpres 2024 kok ramai orang menyebut Anis Baswedan yang keturunan Arab dan Ahok yang keturunan Tionghoa digadang-gadang sebagai calon presiden. Bahkan ada sebuah partai politik yang kemudian dengan tegas mengisiniasi mencalonkan Anies Baswedan sebagai Calon Presiden pada hal bukan kader resmi partainya.
       Karena penasaran apakah bangsa Indonesia sudah mengingkari konstitusinya, saya berusaha mencari buku literatur yang terkait dengan UUD 1945. Dan ternyata benar, UUD 1945 telah mengalami amandemen. Dalam buku "Lengkap UUD 1945 dan UUD di Indonesia" yang disusun oleh Redaksi Lima Adi Sekawan (thn. 2007) diuraikan dengan cukup lengkap sejarah konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia berikut hasil amandemennya. Dan belakangan, setamat SMP, Yan menikah dengan teman sesama Tionghoa yang bernama Ie Dian Fun, sedangkan Firdaus begitu naik ke kelas dua ternyata keluar karena menikah dengan sesama orang Arab dan kabarnya waktu itu dibawa ke Arab Saudi. Terbukti bahwa keluarga kedua teman itu masih mempertahankan identitasnya sebagai etnis Tionghoa dan Arab berikut tata budayanya dan jelas tidak berusaha membangun diri sebagai orang Indonesia sejati atau Indonesia asli. Sehingga benarlah rumusan pasal 6 UUD 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang dipimpin oleh Soekarno-Hatta karena sudah mengingatkan semenjak Indonesia Merdeka. Bahkan ketika ramai-ramai ada usulan Pemilu Sistem Terbuka atau Tertutup dan memperdebatkan masalah biaya pemilu yang demikian besar, mantan Wakil Presiden Jenderal TNI Purn.) Try Sutrisno sempat memberikan tanggapan dan usul :"Sebaiknya kita kembali ke UUD 1945 yang asli!".
       Terakhir, sesuai berita yang dilansir JPNN.com, bahwa pada tanggal 11 Agustus 2023 yang lalu di UC Resto Komplek Universitas Gajah Mada diadakan diskusi dengan tema : "Menyempurnakan dan Memperkuat Sistem Bernegara Sesuai Rumusan Pendiri Bangsa". Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mendapat dukungan Prof. Kaelan dan Prof. Sudjito Atmoredjo dari Universitas Gajah Mada serta Prof. Suteki dari Universitas Diponegoro. Dinyatakan, bahwa di dunia ini, konstitusi selalu berhubungan dengan identitas dan nilai bangsa, sedangkan Indonesia sudah terputus karena imbas amandemen yang sebanyak 97 % sudah berubah. Hadir dalam acara diskusi tersebut : Jenderal TNI Purn. Tyasno Sudarto, Let.Jen TNI Purn. Muhammad Setyo, Prof. Sofian Effendi, Pengamat Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy, Koordinator Kajian Politik Merah Putih Sutoyo Abadi, Akademisi Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) Prof. Aidul Fitriada Azhari dan sejumlah tokoh lainnya.
       Dan setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata amandemen UUD 1945 tersebut atas usul aspirasi warga masyarakat yang menamakan "korban istilah asli dan tidak asli" yang disampaikan kepada Panitia Ad Hoc II BP-MPR pada bulan Agustus 2000. Inisiator usulan tersebut adalah warga Tionghoa korban peristiwa G30S 1965/1966 dan korban Reformasi 1998 (lihat buku "G30S 1965, Perang Dingin & Kehancuran Nasionalisme karya Tan Swie Ling, Komunitas Bambu 2010"). Menurut mereka, karena istilah itu maka mereka selalu menjadi korban rasialisme. Pada hal bukan itu maksud dan tujuan penegasan "orang Indonesia asli" tersebut. Konstitusi sebenarnya menghendaki adanya pembauran dan asimilasi total sehingga tercipta bangsa Indonesia yang sebenarnya. Bukannya terus ada kelompok eksklusif Tionghoa saja atau Arab saja, atau keturunan/imigran asing lainnya. Dan begitu mudahnya UUD 1945 telah diubah tanpa melalui referendum yang mestinya mempertanyakan terlebih dahulu kepada seluruh rakyat Indonesia apakah perlu tidaknya amandemen dan bagian mana saja yang memerlukan perubahan. Celakanya, segelintir anggota MPR 1999-2004 pimpinan Amien Rais telah melakukan amandemen serius dan sesungguhnya sangat bertanggung-jawab terhadap Lembaga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang merumuskan UUD 1945 dan mensahkan berlakunya pada tanggal 18 Agustus 1945. Dikutip dari Kompas.com, Anggota Lembaga tersebut adalah para Perintis Kemerdekaan dan Para Pendiri Bangsa, yaitu : Ir. Soekarno (Ketua), Drs. Mohammad Hatta (Wakil Ketua), Soepomo, KRT Radjiman Wedyodiningrat, RP Soeroso, Soetardjo Kartohadikoesoemo, Abdoel Wachid Hasjim, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Abdoel Kadir, Pangeran Soerjohamidjojo, Pangeran Poeroebojo, Mohammad Amir, Mr. Abdul Abbas, Tengku Mohammad Hasan, GSSJ Ratulangi, Andi Pangerang, AA Hamidan, I Goesti Ketoet Poedja, Mr. Johannes Latuharhary, Yap Tjwan Bing, Achmad Soebardjo, Sayuti Melik, Ki Hadjar Dewantoro, RAA Wiranatakusumah, Kasman Singodimedjo dan Iwa Koesoemasoemantri.
       Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyebut prosentase WNI keturunan Cina di Indonesia berikut jumlah kekayaan yang mereka miliki, yang kemudian mengundang reaksi berbagai pihak. Dan ketika mengomentari banyaknya kasus kawin kontrak turis Arab di daerah Puncak-Bogor, dengan entengnya Jusuf Kalla bilang :"Biarlah kan untuk memperbaiki keturunan!". Lalu Presiden Jokowi sering menyebut jumlah suku bangsa di Indonesia yang demikian banyak dan bersatu dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Pertanyaannya, adakah sensus penduduk yang lengkap dan teliti tentang komposisi warga bangsa Indonesia sehingga bisa diketahui berapa prosen suku Jawa, Bali, campuran Jawa/Sunda dan lain-lain, keturunan Cina, Arab dan seterusnya dalam rangka melaksanakan wasiat Pasal 6 UUD 1945?
       Seorang Ulama memberikan nasihat sangat penting dan patut menjadi panutan. Bahwa arwah orang yang sudah meninggal itu di alam barzah sana masih bisa melihat dan memperhatikan kita yang masih hidup. Dia bisa melihat sanak-famili dan kerabatnya apakah hidupnya bahagia atau tidak, tetapi tidak bisa berkomunikasi langsung. Dan berdasarkan dalil itu kita akan percaya, bahwa para pendiri bangsa dan pejuang kemerdekaan pasti memperhatikan pola pikir dan perilaku bangsa Indonesia dalam mengelola bangsa dan negara ini, taat azas dan cerdas, atau mudah melanggar dan serampangan?*****Bekasi, Januari 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun