Semenjak pensiun pada akhir tahun 2006 dan bekerja lagi di perusahaan swasta di Jakarta Barat, saya banyak menggunakan angkutan massal pulang-pergi ke kantor. Tujuannya adalah untuk menghemat, karena saya masih menangggung anak yang masih sekolah. Caranya, berangkat kerja bersama anak yang diantar ke SD di kawasan Kemang Pratama Bekasi, lalu saya diantar ke Stasiun Bekasi. Kemudian dengan KAI Commuter saya menuju ke Stasiun Kota Jakarta yang juga terkenal dengan Stasiun Beos.Â
Lalu dengan angkot (angkutan kota) saya menyambung ke Manggadua Square tempat kantor saya bekerja. Pada waktu itu ada dua pilihan KAI Commuter yang ber-AC atau yang biasa alias non AC. Ada pemeriksaan karcis oleh kondektur dengan memberi tanda pada setiap karcis bertanggal yang sudah diperiksa.
Sampai pada suatu saat hanya ada satu jenis KAI Commuter yang ber-AC dan karcis menggunakan kartu elektronik yang sangat praktis dan tertib. Kebiasaan naik KAI commuter ini saya alami sampai akhir 2019 yang kebetulan terhenti karena pandemi Covid-19. Kebijakan bekerja dari rumah, membuat saya tidak berani pergi ke mana-mana. Baru pada akhir tahun 2022, tepatnya pada tanggal 7 Desember 2022 setelah dinyatakan kondisi sudah mulai membaik, saya bersama beberapa teman pensiunan mau survei tempat untuk pertemuan para pensiunan yang tertunda selama pandemi.Â
Kami berenam naik kendaraan pribadi ke Stasiun Bekasi, lalu naik KAI Commuter menuju Stasiun Kota Jakarta. Saya kaget, karena menyaksikan Stasiun Bekasi yang demikian jauh berubah. Rapi, bersih dan fasilitas lift serta eskalator adalah suatu perubahan yang demikian mengagumkan.Â
Selama masa bahaya Covid-19 dari tahun 2020 sampai 2022 ternyata pembangunan terus berjalan dengan cepat dan menakjubkan. Sehingga tepatlah apabila pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 2023 menggaungkan motto " Terus Melaju Untuk Indonesia Maju ".
Dari Stasiun Kota Jakarta kami berjalan menuju Museum Keramik untuk menjajagi kemungkinan sewa tempat untuk pertemuan paguyuban Himpana (Perhimpunan Pensiunan Pertamina). Tempat pertemuan yang dijajagi memang berhasil didapatkan, tetapi karena dinilai cukup mahal sehingga semuanya hanya sekedar disurvei belaka. Dan ternyata, pengalaman naik KAI Commuter kali ini merupakan yang pertamakali bagi teman-teman yang selama ini hanya terbiasa naik kendaraan bermotor.Â
Saya ceritakan kepada rombongan, bahwa suasana Stasiun telah berubah drastis. Lebih indah dan nyaman itulah yang saya gambarkan. Pada waktu itu masih berlaku aturan jaga jarak dan wajib memakai masker, bahkan dilarang berbicara selama di dalam kereta. Tetapi mencari tempat duduk sangat mudah karena orang bepergian masih berkurang.
Ketika Pemerintah menyatakan merdeka dari pandemi Covid-19, keinginan naik KAI Commuter kembali merayu. Bermula dari pertemuan sehabis sholat Jum'at di Masjid Al Muhajirin komplek perumahan Jatikramat Indah Bekasi. Saya usia 73 tahun, pak Bagya 75 tahun dan pak Suwarto 70 tahun, sepakat untuk napak tilas melancong ke Jakarta.Â
Tujuan utama ditetapkan yaitu shalat Jum'at di Masjid Istiqlal dan menemani saya ke Kantor Filateli. Bertiga kami jalan kaki pelan-pelan ke jalan raya, lalu naik angkot K02 ke Stasiun Bekasi. Karena manula semua, kami memohon sopir angkot untuk pelan-pelan mengemudi sejak naik sampai waktu turun. Perorang, ongkos angkot Rp 12.000,- yang sebelum pandemi tarifnya hanya Rp 8.000,-Â
Dulu, naik angkot selalu penuh, kali ini penumpang agaknya berkurang. Salah satu penyebabnya kemungkinan karena banyak orang sudah memiliki kendaraan bermotor sendiri. Selama pandemi, banyak orang takut naik kendaraan umum, maka banyak orang berusaha memiliki sendiri mobil atau sepeda motor. Sampai di Stasiun Bekasi, kami menggunakan lift untuk naik ke lantai dua tempat pembelian tiket elektronik. Dengan bermodalkan dana Rp 30.000,- per tiket, kami bertiga naik KAI Commuter ke Stasiun Juanda Jakarta yang suasananya memang benar-benar sudah bebas pandemi.Â
Penumpang berjubel dan sebagian sudah tidak mengenakan masker lagi. Kesadaran berbangsa dan bernegara sesuai falsafah Pancasila kami rasakan sangat tinggi. Penumpang yang lebih muda memberi tempat duduk kepada kami dengan sangat sigap dan penuh perhatian, begitu juga ketika pulang balik ke Stasiun Bekasi pada sore hari. Dari Stasiun Juanda kami berjalan kaki ke Masjid Istiqlal untuk menjalankan ibadah shalat Jum'at.Â
Selama pandemi Covid-19, Masjid Istiqlal juga sempat mengalami perubahan. Semua serba stainless-steel dan mobil sudah harus parkir di bawah tanah. Tidak seperti dulu, parkir berserakan di pelataran masjid dan di atas jembatan sehingga kedudukan atau kondisi jembatan sedikit mengalami penurunan karena beban berat kendaraan bermotor dalam jangka lama. Kemudian ke Pusat Filateli  sesuai bagian utama niat awal yaitu napak tilas memanfaatkan sarana angkutan umum.
Hari itu saya mengambil surat sahabat pena filateli dari Latvia yang dikirim melalui alamat PO Box yang saya sewa di Kantor Pos sejak tahun 1980-an. Dengan pertimbangan kemungkinan penumpang KAI Commuter akan membludak karena berbarengan dengan orang pulang kerja, maka diputuskan pulangnya naik KAI Commuter dari Stasiun Manggarai. Dari Kantor Pos Lapangan Banteng ke Stasiun Manggarai kami naik bajaj bertiga dengan ongkos Rp 50.000,- sambil menikmati keramaian kota yang sudah agak terlupakan.Â
Saya mengamati dengan seksama kawasan Stasiun Manggarai yang ramai dan terus berbenah, sehingga membuat saya teringat ketika pada tahun 1995 naik kereta api dari Tokyo ke kota Atsugi.Â
Dalam rangka tugas selama dua minggu di Laboratorium Lubrizol Atsugi, membuat saya berpengalaman menikmati suasana stasiun kereta api di Jepang yang ramai, hiruk-pikuk tetapi nyaman, rapi, menyenangkan, serba teratur dan bersih. Dengan gaya lingak-linguk bertiga dan saling bertanya apakah dapat tempat duduk, ternyata cukup memancing orang muda untuk memberikan tempat duduknya kepada kami bertiga.Â
Shalat Ashar sempat dilakukan di Masjid Kantor Pos Lapangan Banteng, dan untuk bisa mengejar Shalat Maghrib di rumah, kami sepakat naik taksi dari Stasiun Bekasi ke Komplek Perumahan Jatikramat Indah Bekasi dengan ongkos yang sedikit lebih mahal dibanding dengan naik angkot bertiga.
Itulah perjalanan panjang tiga sekawan manula pada tanggal 25 Agustus 2023 di hari Jum'at dengan menggunakan kendaraan umum yang cukup melelahkan tetapi nyaman dan sangat menyenangkan. Dengan jasa KAI Commuter yang tersedia ke segala jurusan, memudahkan niat perjalanan kita ke mana saja dengan murah, nyaman, aman, cepat, tepat waktu dan selamat sampai tujuan.Â
Paling tidak, itulah yang kami bertiga rasakan sebagai manula lebih dari 70 tahun yang telah napak tilas seperti waktu masih bekerja dulu. Sampai hari Jum'at berikutnya, kami saling memonitor dan ternyata kami semua tetap sehat wal'afiat berkat perjalanan dengan KAI Commuter yang terus melaju mengikuti Indonesia yang semakin maju dalam segala bidang.
Benar kata Prof. Dr. Paulus Wirutomo, dosen sosiologi Universitas Indonesia, bahwa pembangunan infrastruktur yang baik dan banyak sesuai kebutuhan rakyat, akan menciptakan secara otomatis mutu SDM (Sumber Daya Manusia) yang tertib, rapi, bersih dan berbudaya luhur karena harus menyesuaikan diri. Dan ini terlihat dari sektor perkereta-apian. Dulu untuk menertibkan penumpang saja diperlukan aparat keamanan terlibat dan bersenjatakan pentungan disiagakan di semua Stasiun.Â
Sebagai pengguna jasa KAI Commuter, saya mengingat bahwa kemajuan dan ketertiban di PT KAI dimulai ketika dipimpin oleh Ignasius Jonan sebagai Direktur Utama. Dan alhamdulillah, ternyata budaya kerjanya masih tetap diwarisi oleh manajemen berikutnya secara berkesinambungan. Masyarakat berharap agar budaya kerja dan budaya perusahaan  yang telah dicapai PT KAI terus dipertahankan dan dikembangkan sehingga bisa menjadi teladan bagi yang lain. Jayalah PT Kereta Api Indonesia (KAI), teruslah melaju demi Indonesia maju!***** Bekasi, Agustus 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H