Mohon tunggu...
muhammad sadji
muhammad sadji Mohon Tunggu... Lainnya - pensiunan yang selalu ingin aktif berliterasi

menulis untuk tetap mengasah otak

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi Si Uci

5 Januari 2023   22:28 Diperbarui: 5 Januari 2023   22:44 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Dokter Mengobati Pasien Kanker. (Sumber: Unsplash oleh National Cancer Institute)

Uci nama panggilannya. Dia dilahirkan pada tahun 2002. Pernah sekolah di Taman Kanak-kanak (TK) Yudha dan SD Islam Al Azhar, lalu melanjutkan ke SMP Islam Assyafiiyah kemudian ke SMA Negeri 16, semuanya di kota Bekasi. Masa sekolah adalah masa yang paling indah, begitu kata sebuah lagu. Dan ternyata memang benar, semua pasti mengalami, termasuk juga Uci. Sangat menyenangkan karena banyak teman, dan segala sesuatu hanya tinggal minta kepada orangtua tanpa memahami apa yang dihadapi atau dialami oleh orangtuanya.

       Pada tahun 2012 Uci duduk di bangku kelas 5C Sekolah Dasar (SD). Teman seangkatannya yang berjumlah lebih dari seratus orang anak, aneka macam perilakunya. Ada yang suka jahil dan ada yang jenaka, bahkan ada juga yang suka berantem. Banyak yang rajin, pendiam dan macam-macamlah. Semuanya tentu saja ada yang menyenangkan, tetapi tidak sedikit yang berperilaku menyebalkan. Suatu hari, Ibu Guru Bahasa Indonesia memberi tugas untuk membuat puisi. "Kalian harus membuat puisi seperti contoh pelajaran hari ini! Buat sendiri-sendiri, tidak boleh sama atau mirip, dan tidak boleh menyontoh dari buku lain. Kalian boleh berpuisi tentang khayalan cita-cita masa depan! Boleh tentang apa yang kalian lihat! Tentang apa saja, susun yang bagus karena minggu depan akan kalian baca di depan teman-teman kalian dengan gaya deklamasi!", tegas Ibu Guru.

       Maka, semua sibuk membuat puisi. Setiap hari, masing-masing anak saling curhat sesama teman, menanyakan apakah sudah membuat PR puisi dan seperti apa. Ada yang pamer puisinya, lalu dibaca dengan gaya deklamasi, tetapi kemudian dibuli dan ditertawakan ramai-ramai. Uci membuat beberapa judul, dicorat-coret lagi dan menyusun lagi, berkali-kali. Terilhami kakaknya nomor dua yang sudah menjadi mahasiswi di Fakultas Kedokteran dan pengalaman ketika berobat ke dokter, Uci antaralain membuat puisi berjudul "Dokter". Setelah dipilah-pilah dan ditimbang-timbang, akhirnya puisi berjudul "Dokter" dibawa ke jasa pengetikan untuk diketik, karena harus dikumpulkan dengan kertas ukuran kwarto dan diketik rapi.

                                                                                 *****

       Hari pelajaran Bahasa Indonesia pun tiba. Semua berdebar-debar dan umumnya takut untuk disuruh maju. Bu Guru memilih murid yang paling jenaka untuk maju yang pertama sebagai contoh. "Anak-anak, Itang membuat puisi tentang pemain sepak bola. Coba cari bola sepak, Itang, dan baca puisimu dengan gaya deklamasi yang bagus!", ujar Bu Guru.

Itang yang cekatan, segera memperoleh bola sepak dan langsung membacakan puisinya dengan lantang disertai gerak-geriknya yang lucu. Semua senang dan tertawa terbahak-bahak menyaksikan Itang yang jenaka bersama bola dan puisinya yang cukup panjang dan apik. Hampir separo kelas mendapat giliran, ada yang penuh semangat seperti Ibu Guru memberi contoh berdeklamasi, sampai ada yang sekedar membaca dengan datar saja.

       Sampailah pada puisi si Uci yang berjudul "Dokter". "Anak-anak, sekarang Uci akan membacakan puisinya tentang profesi atau pekerjaan sebagai Dokter. Sebaiknya Itang menemani dan melakukan peran sebagai dokternya, ya?", pinta Ibu Guru yang mendapat sambutan tepuk tangan meriah dari teman-temannya disertai ujaran dan teriakan, cuit-cuit.....! Itang dengan bergaya seorang dokter yang seolah mengenakan stetoskop langsung maju ke depan, sementara si Uci malu-malu sambil mengamati perilaku si Itang yang lucu dan selalu bersemangat. "Anak-anak, ayo...., diam semua, perhatikan puisi Uci!", teriak Ibu Guru. Tiba-tiba suasana hening dan Uci kemudian membacakan puisinya dengan lantang, bergaya bagaikan seorang deklamator. Inilah puisinya :

                                                                              Dokter

                        Dokter.....

                        Kau telah mengobati banyak orang yang sakit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun