Mohon tunggu...
Cumang M. Rusman
Cumang M. Rusman Mohon Tunggu... -

Ingin terus belajar menulis.....\r\n\r\nKini berdomisili di Nunukan Kaltim (tapal batas Indonesia-malaysia)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Susahnya Sembuh di RSUD Nunukan

14 Desember 2011   14:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:17 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring perkembangan teknologi saat ini, masyarakat perlahan-lahan mulai meninggalkan tradisi berobat melalui dukun. Dengan lebih banyak mengharapkan pengobatan melalui rumah sakit atau puskesmas.

Tetapi pengharapan tersebut, belum dapat dirasakan secara maksimal. Akibat masih adanya sebagian tenaga medis atau dokter yang menjalankan profesinya dengan tidak tulus.

Hal ini berlangsung di RSUD Nunukan Propinsi Kalimantan Timur. Di rumah sakit ini, sebagian masyarakat yang ingin mendapatkan kesembuhan ternyata tidak ditemukan. Malah terkesan mereka hanya dijadikan kelinci percobaan dan menjadi ajang mencari keuntungan.

Keluhan masyarakat khususnya pasien yang selama ini berobat acapkali mengeluhkan soal pelayanan para medis. Yang tidak mendapatkan kesembuhan yang maksimal. Sehingga banyak diantara pasien yang meninggalkan rumah sakit sebelum sembuh dari penyakitnya. Sementara biaya yang dikeluarkan sangat besar mulai dari biaya obat, penginapan dan membatar jasa perawat atau dokter.

Seperti yang dialami salah seorang pasien bernama Mustakim beberapa bulan yang lalu. Pasien bersangkutan masuk di RSUD Nunukan karena penyakit usus turun, dan perlu dioperasi.

Pada kenyataannya, pasien tersebut dua kali operasi dalam jangka waktu dua hari. Karena pada operasi pertama, seringkali mengalami sakit pada bagian yang dioperasi. Sehingga dia diminta kembali oleh dokter bedah untuk dioperasi kembali.

Ketika pasien (Mustakim) ditemui di kamar 2 Gedung Anggrek setelah operasi kedua waktu itu, dia mengatakan sangat heran dengan tindakan dokter operasi yang tidak profesional.

Menurutnya, warga Tembaring Kecamatan Sebatik Barat ini sebelum menjalani operasi kedua sempat diberitahukan oleh dokter bahwa adanya kesalahan pengikatan usus yang telah dipotong. Makanya, setelah operasi pertama mengalami rasa nyeri.

Melalui anaknya yang bernama Umah yang setia menjaga selama sakit, mengatakan bapaknya dirawat dengan menggunakan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu). “Mungkin karena kami ini menggunakan SKTM sehingga dilayani setengah-tengah,” keluhnya.

Keluhan semacam ini, seringkali terdengar dari pasien atau keluarga pasien yang menggunakan SKTM. Dimana pelayanan yang diperolehnya tidak sama dengan pasien yang tidak menggunakan kartu miskin.

Namun Mustakim bersama anaknya tetap menerima apa adanya. Karena setelah operasi kedua penyakit usus turun yang dialami sejak beberapa tahun terakhir tidak merasakan sakit lagi. “Saya tetap bersyukur walaupun pelayanan selama dirawat di RSUD Nunukan kurang maksimal. Karena sudah sembuh dan tidak merasakan nyeri lagi di perut,” ungkapnya.

[caption id="attachment_148776" align="alignnone" width="640" caption="Resi pembayaran pasien bernama Asrawati yang dikeluarkan paksa oleh keluarganya karena penyakit yang dialaminya tidak ada perubahan "][/caption]

Kurangnya profesionalisme tenaga medis dan dokter di rumah sakit ini, dialami pula oleh Arief Budiman. Waktu itu, anak bungsunya masuk di rumah sakit tersebut akibat mengalami berak-berak yang hebat.

Harapan untuk mendapatkan kesembuhan pun tidak dirasakan selama menjalani perawatan. Dan setelah memperhatikan, penyakit anaknya tidak mengalami kemajuan, akhirnya mengeluarkan secara paksa.

Keputusan itu terpaksa dilakukan, kata Arief Budiman, karena selama dirawat di RSUD Nunukan penyakit anaknya tidak kunjung sembuh. Meskipun tenaga dokter dan perawat di rumah sakit itu telah melayaninya selama tiga malam.

Untung saja, biaya yang dibebankan oleh pihak RSUD Nunukan yang jumlahnya jutaan rupiah itu dinilainya tidak masalah berkat menggunakan asuransi kesehatan (askes) sebagai seorang PNS.

“Saya keluar terpaksa karena saya perhatikan penyakit berak-berak anak saya tidak ada perubahan meskipun telah mendapatkan perawatan di rumah sakit,” ujarnya. Bahkan dia berniat akan membawa anaknya berobat di rumah sakit Tawau Malaysia waktu itu.

Informasi melalui Arief Budiman, anaknya dikeluarkan dari RSUD Nunukan pada tanggal 4 Desember 2011. Dan akhirnya memilih berobat alternatif, dan mengaku anaknya sembuh dari penyakitnya berkat melalui pengobatan itu.

“Saya juga heran, waktu dirawat di rumah sakit kenapa penyakit berak-berak anak saya tidak bisa sembuh-sembuh. Satu hari setelah keluar dari rumah sakit da berobat alternatif, langsung sembuh,” beber Arief Budiman.

Rupanya, pengobatan alternatif lebih mujarab dibandingkan berobat medis di RSUD Nunukan, yang biayanya sangat mahal. Banyaknya pasien yang tidak sembuh dari penyakit apabila berobat di rumah sakit ini menandakan, perawat dan tenaga dokternya tidak memiliki kemampuan dalam bidangnya. Ataukah ada kesengajaan yang dilakukannya agar pasien bisa lebih lama dirawatnya?

Kejadian yang sama bukan hanya sekali dua kali saja. Ada informasi yang diperoleh pula, bahwa pernah ada seorang pasien meninggal dunia akibat luka bekas bedah di rumah sakit tersebut membusuk akibat tidak mendapatkan perawatan secara maksimal. Pasien ini menggunakan SKTM dan beberapa peristiwa yang sama sebelumnya, pasien yang melahirkan keluar setelah menjadi mayat.

Peristiwa yang sama terjadi terhadap seorang pasien bernama Asrawati. Masuk di RSUD Nunukan pada tanggal 4 Desember 2011 karena pingsan di rumahnya saat mandi pagi. Dan sakit kepala yang dahsyat dirasakannya sampai ke bagian punggung.

Akhirnya dilarikan ke rumah sakit itu untuk mendapatkan perawatan. Saat tiba di rumah sakit, tenaga perawat dan dokter langsung memeriksa penyakitnya dan divonis bahwa dia mengalami tekanan darah tinggi yaitu 150/100. Pihak keluarga Asrawati memaklumi hasil pemeriksaan awal tersebut.

Namun sehari kemudian, tekanan darahnya berangsur-angsur turun. Tepat hari ketiga tekanan darahnya sudah mencapai titik normal menjadi 110/70. Tetapi sakit kepala yang dialaminya tidak mengalami perubahan, sehingga setiap sakit kepala menderanya itu muncul sampai meraung-raung.

Anehnya, perawatan yang diperolehnya dari perawat RSUD Nunukan, setiap saat hanya dicek tekanan darahnya, dan menginfusnya. Begitu pula dengan tenaga dokter yang menanganinya, hanya sekali-kali masuk menyapanya tanpa melakukan tindakan medis.

Perlakuan dokter ini, dikeluhkan suami pasien. Menurutnya, dokter yang bernama dr Andi Reahmawati,SpPD ahli penyakit dalam ini setiap masuk di kamar 2 Kelas II Bougenvile ini jarang sekali melakukan pengecekan perkembangan penyakit istrinya.

Kecuali menyapanya dan mengatakan bagaimana bu? Setelah itu langsung meninggalkan pasien dan memberitahukan bahwa obat yang dibutuhkan yaitu obat penahan nyeri sakit kepalanya tidak ada di apotek rumah sakit dan harus membeli di apotek lain. Dan memang selama dirawat, semua obat termasuk cairan infus semuanya dibeli di luar atas petunjuk dokter yang menanganinya.

Setelah itu sang dokter keluar dan tak lama resep obat datang. Ironisnya, pada sudut atas sebelah kiri dari resep itu dicantumkan nama apotek tempat membeli obat yaitu Apotek Sehat Selalu.

Sehingga muncul kecurigaan, obat penahan nyeri yang dibutuhkan Asrawati ini sengaja tidak diadakan di apotek rumah sakit supaya membeli di apotek yang telah dicantumkan pada resep tersebut.

Benarkah, tenaga dokter di RSUD Nunukan menjalankan profesinya sambil berbisnis dengan menjalin kerjasama dengan apotek tertentu sebagai tempat membeli obat bagi setiap pasiennya?

Sementara kunjungan sang dokter pun dibayar oleh pasien. Padahal, tindakan medis yang dilakukan jarang dilakukan kepada pasiennya. Untung saja, biaya yang harus ditanggung oleh keluarga Asrawati tidak terlalu berat karena menggunakan askes. Kebetulan suaminya adalah seorang PNS di Badan Satpol PP Nunukan.

Hanya saja, beberapa poin di nota pembayaran sempat dikompalinnya berkaitan pembayaran kunjungan dokter yang dibayar sebesar Rp 30 ribu selama empat kai kunjungan. Dan satu kai kunjungan oleh dr Okta dengan beban Rp 10 ribu.

Komplain ini dilakukan, karena dokter yang dibayar tersebut tidak pernah melakukan pemeriksaan kepada istrinya sehubungan dengan perkembangan penyakit yang dialaminya selama empat hari di rumah sakit itu.

Selain mengomplain soal biaya, suami Asrawati dan keluarganya memutuskan untuk meninggalkan RSUD Nunukan akibat tidak puas atas pelayanan dr Andi Rahmawati,Sp.PD selama dirawat. Dan sakit kepala yang dialaminya malah semakin bertambah. Bahkan sempat dibantu pernapasan karena mengalami sesak napas.

Dari beberapa pengalaman dan kejadian ini, maka diduga kuat tenaga medis yang dimiliki RSUD Nunukan tidak memiliki kemampuan dalam menjalankan profesinya sebagai seorang perawat atau dokter, meskipun telah menyandang dokter ahli.

Kurangnya profesionalisme ini diduga setiap akan memberikan pelayanan kepada pasien lebih menonjolkan kepentingan pribadi soal bagaimana mendapatkan duit yang sebanyak-banyaknya. Meskipun melanggar kode etik kedokteran.

Sehubungan dengan pelayanan medis di RSUD Nunukan, sehingga masyarakat Kabupaten Nunukan tidak berminat untuk berobat di rumah sakit ini dan lebih memilih berobat di RSUD Tarakan, Kaltim.

Bahkan banyak diantaranya yang lebih senang berobat di rumah sakit Tawau Malaysia. Karena selain sangat puas dengan pelayanan yang diperolehnya pun biaya yang dikeluarkan jauh lebih murah. Makanya, setiap hari jumlah pasien yang menggunakan jasa RSUD Nunukan sangat sepi tidak sebanidng dengan kondisi rumah sakit yang sangat besar dan megah.

[caption id="attachment_148778" align="alignnone" width="640" caption="Ruang tenaga medis Gedung Bougenville RSUD Nunukan. Salah satunya dr Andi Rahmawati,Sp.PD, dokter yang menangani pasien Asrawati"][/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun