Subvarian XBB pertama kali teridentifikasi di India pada bulan Agustus 2022. Varian ini merupakan gabungan dari dua subvarian Omicron sebelumnya, BJ.1 dan BA.2.75. Sejak pertama kali ditemukan, XBB menyebar dengan sangat cepat menggantikan varian BA.5 yang sebelumnya mendominasi di berbagai negara Asia Selatan dan Asia Timur. Berdasarkan data dari Global Initiative on Sharing Avian Influenza Database (GISAID) per 18 November 2022, XBB kini telah terdeteksi di minimal 70 negara. Salah satu negara dengan lonjakan kasus tertinggi akibat varian ini adalah China, dengan puncak kasus harian mencapai 31.527 pada 25 November kemarin.
Menurut laporan WHO bulan Oktober 2022, kemampuan penularan XBB mencapai 1,4 kali lebih tinggi daripada subvarian BA.2 dan lebih kuat menghindari antibodi dibanding BA.5. Mutasi bernama F486P diduga menjadi penyebab meningkatnya kemampuan varian ini untuk melekat pada reseptor sel manusia. Meski demikian, XBB menimbulkan gejala serupa dengan varian Omicron lainnya seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri otot, dengan rata-rata masa sakit 6,5 hari. Diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan apakah varian ini meningkatkan risiko kematian atau kesakitan parah. Upaya pengendalian varian XBB sangat mendesak dilakukan mengingat kemampuan penularannya yang superior ini, dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan ketat guna memutus mata rantai penyebarannya.
Jumlah kasus Covid-19 harian di China belakangan ini mengalami peningkatan tajam, mencapai lebih dari 31 ribu kasus pada 25 November 2022. Gelombang kasus ini didominasi varian baru XBB yang menyumbang 60% kasus mingguan di China. Beberapa kota besar seperti Beijing, Chongqing, Guangzhou dan Zhengzhou menjadi pusat penyebaran varian XBB saat ini. Diperkirakan lebih dari 900 juta warga China saat ini hidup dengan pembatasan ketat akibat kebijakan Zero Covid pemerintah. Kebijakan ini mencakup lockdown, karantina wajib, tes PCR massal, hingga penutupan fasilitas umum dan tempat kerja non-esensial. Akibatnya, mobilitas dan aktivitas masyarakat China terhambat secara makro. Banyak pabrik dan perusahaan tutup yang berdampak pada terganggunya rantai pasok global.Â
Penjualan ritel pada Oktober 2022 anjlok 26,8% dibanding tahun sebelumnya, level kontraksi terdalam sejak 2020. Sektor properti juga lesu lantaran pembeli enggan berinvestasi di tengah ketidakpastian. Secara keseluruhan, lonjakan kasus XBB memberi tekanan berat bagi China, baik kesehatan publik maupun ekonomi. Diharapkan dengan kebijakan tepat dan didukung disiplin masyarakat, gelombang kasus ini bisa segera dikendalikan.
Menyikapi peningkatan kasus Covid-19 varian XBB di China, sejumlah protokol kesehatan perlu diterapkan ketat oleh pemerintah dan masyarakat untuk memutus penularan virus corona. Pertama, sangat dianjurkan memakai masker dengan benar dan menjaga jarak aman dengan orang lain saat beraktivitas di tempat umum. Hindari menyentuh area wajah sebelum mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer. Kedua, pemerintah perlu menggalakkan tes PCR atau antigen dan isolasi mandiri bagi warga yang menunjukkan gejala ringan Covid-19 seperti demam, batuk, dan sakit tenggorokan.Â
Testing dan karantina massal sangat penting dilakukan guna mencegah penyebaran virus lebih luas. Ketiga, kampanye edukasi soal vaksinasi Covid-19 perlu digencarkan mengingat baru 90% penduduk China divaksinasi lengkap. Vaksinasi booster juga sangat dianjurkan melindungi dari infeksi dan gejala parah oleh varian XBB. Dengan menerapkan protokol kesehatan ini secara disiplin dan masif, diharapkan penularan varian XBB di China dapat segera dikendalikan.
Banyak ahli memprediksi pandemi Covid-19 akan berakhir pada 2023 dan memasuki fase endemi. Artinya, virus corona diperkirakan masih beredar di masyarakat tetapi tidak lagi menimbulkan lonjakan kasus besar-besaran yang mengancam sistem kesehatan global. Transisi menuju endemi diperkirakan terjadi saat tingkat kekebalan penduduk terhadap Covid-19 sudah memadai, baik karena infeksi alami maupun vaksinasi massal. Hal ini penting agar sistem kesehatan mampu menangani kasus yang masih muncul. Sebagai persiapan, masyarakat global perlu disosialisasikan mengenai strategi hidup berdampingan dengan virus corona, seperti beradaptasi dengan protokol kesehatan dan vaksinasi rutin tahunan. Selain itu, para ilmuwan terus mengembangkan vaksin generasi baru yang bisa melindungi dari beragam varian Covid-19, dan diharapkan memberi perlindungan jangka panjang. Dengan persiapan matang menghadapi skenario endemi, diharapkan dampak jangka panjang pandemi bisa diminimalisir sehingga kehidupan global dapat normal kembali.
Kemunculan varian baru XBB di China mengindikasikan beberapa pelajaran berharga terkait penanganan pandemi Covid-19 selama ini di negara tersebut. Pertama, kebijakan Zero Covid yang terlalu ketat justru berdampak negatif dengan membuat sebagian besar warga China tidak memiliki antibodi alami melawan virus corona. Hal ini memudahkan varian-varian baru penyebarannya. Kedua, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Jepang dan Korea Selatan, sistem kesehatan dan protokol penanganan pandemi di China dinilai masih perlu ditingkatkan agar lebih adaptif menghadapi dinamika Covid-19 ke depan. Â Ketiga, kerja sama antar negara sangat diperlukan mengingat virus corona tak mengenal batas territorial dan varian baru bisa muncul kapan saja. Dengan belajar dari pengalaman China dan negara lain, diharapkan penanganan pandemi ke depan bisa lebih cepat dan tepat guna melindungi kesehatan global.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H