Wakaf dikenal sebagai salah satu bentuk filantropi Islam yang memiliki dampak signifikan dalam menciptakan kesejahteraan sosial. Secara tradisional, wakaf identik dengan aset tetap seperti tanah atau bangunan yang manfaatnya dapat digunakan tanpa mengurangi nilai pokoknya. Namun seiring perkembangan zaman, konsep wakaf berkembang ke arah yang lebih fleksibel, salah satunya wakaf uang. Meski demikian, praktik wakaf uang sering menjadi kontroversi karena dianggap bertentangan dengan prinsip dasar wakaf terutama terkait dengan sifat uang yang dianggap tidak permanen dan mudah habis.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa yang dikeluarkan pada 11 Mei 2002 menegaskan bahwa wakaf uang hukumnya jawaz (boleh) dengan syarat nilai pokoknya dijaga kelestariannya dan hanya digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i. Fatwa tersebut menyebabkan wakaf uang telah diimplementasikan di Indonesia dan menunjukkan perkembangan yang signifikan. Secara praktis, Badan Wakaf Indonesia (BWI) mencatat bahwa hingga Februari 2024, akumulasi wakaf uang mencapai Rp2,23 triliun, meningkat dari Rp1,04 triliun pada tahun 2021. Meskipun angka ini masih jauh dari potensi wakaf uang yang diperkirakan mencapai Rp180 triliun per tahun, peningkatan tersebut menunjukkan bahwa wakaf uang dapat menjadi instrumen yang efektif dalam mendukung kesejahteraan umat jika dikelola dengan baik dan sesuai dengan prinsip syariah.
Dengan potensi yang begitu besar, wakaf uang tidak hanya menjadi solusi dalam membangun kesejahteraan umat, tetapi juga sebagai alat strategis untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. Dana wakaf uang dapat dimanfaatkan untuk berbagai sektor seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, selama pengelolaannya dilakukan secara transparan dan sesuai syariah. Hal ini menunjukkan bahwa wakaf uang bukan sekadar teori, tetapi telah memberikan dampak nyata dalam mempersempit kesenjangan sosial.
Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman mendalam tentang wakaf uang, mengupas landasan hukumnya, serta menunjukkan potensinya sebagai instrumen ekonomi yang mendukung pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan pendekatan berbasis data dan referensi ilmiah, diharapkan dapat menjawab keraguan masyarakat terkait keabsahan dan manfaat wakaf uang dalam konteks modern.
Definisi Wakaf
Wakaf merupakan salah satu konsep hukum Islam dengan definisi yang beragam. Kata wakaf berasal dari bahasa arab "waqafa" yang berarti menahan atau diam. Secara istilah, wakaf diartikan oleh para ulama sebagai proses melepaskan harta yang diwakafkan dari kepemilikan wakif (pihak yang mewakafkan harta benda miliknya), setelah sempurna prosedur perwakafan yang digunakan manfaatnya dalam kebajikan (Badan Wakaf Indonesia, 2021).
Paradigma dari pengertian wakaf tersebut menimbulkan pro kontra dalam terbitnya instrumen baru dalam wakaf berupa uang. Wakaf uang, sebagai salah satu inovasi dalam praktik wakaf, menawarkan fleksibilitas yang belum pernah ada sebelumnya dalam mengelola sumbangan untuk kepentingan sosial. Dengan memanfaatkan uang sebagai objek wakaf, para wakif dapat dengan mudah menyumbangkan dana yang kemudian dapat dikelola untuk berbagai proyek sosial dan ekonomi. Hal ini membuka peluang baru dalam pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kontribusi filantropis. Namun, meskipun wakaf uang memiliki potensi yang besar, muncul berbagai pandangan dari tokoh agama tentang keabsahan dan kelayakannya. Oleh karena itu, penting untuk mengeksplorasi perspektif mereka guna memahami berbagai argumen yang ada terkait dengan wakaf uang.
Pandangan Tokoh Agama terhadap Wakaf Uang: Kajian Komparatif
Beberapa tokoh agama tradisional cenderung menolak wakaf uang. Sikap ini didasarkan pada prinsip wakaf dalam syariah Islam yang mengharuskan aset wakaf bersifat tetap dan tidak mudah habis, seperti tanah atau bangunan (Usman, 2021). Pandangan ini menekankan bahwa sifat uang yang mudah habis karena digunakan atau mengalami depresiasi membuatnya tidak cocok sebagai objek wakaf. Mereka juga merujuk pada praktik wakaf klasik yang selama berabad-abad mengandalkan aset fisik sebagai media untuk kesejahteraan umat.
Namun, para ulama tradisional juga mengakui bahwa perubahan konteks zaman memungkinkan interpretasi yang lebih fleksibel. Sebagai contoh, fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2002 menyatakan bahwa wakaf uang diperbolehkan dengan syarat nilai pokoknya tetap dijaga. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat perbedaan pandangan, beberapa ulama tradisional mulai menerima konsep wakaf uang dalam rangka memenuhi kebutuhan umat yang terus berkembang. Selain itu, Yusuf al-Qardawi, seorang cendekiawan Islam terkemuka, menegaskan bahwa selama dana wakaf uang dikelola secara amanah dan digunakan untuk kemaslahatan umat, maka penggunaannya sesuai dengan prinsip maqashid syariah (Qaradawi, 2000).
Legalitas dan Relevansi Wakaf Uang dalam Konteks Ekonomi Syariah Modern