Mengolok-olok dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermakna mempermainkan dengan perkataan (seperti mengejek). Kata dasarnya "olok" atau diulang menjadi "olok-olok" yang diartikan sebagai perkataan yang mengandung sindirin (ejekan, lelucon) atau perkataan untuk bermain-main saja; kelakar atau senda gurau.Â
Kebiasaan mengolok-olok ini rupanya telah menjadi tradisi bahkan mengakar menjadi sebuah penyakit yang menghinggapi warganet. Ironinya, bahkan telah menjadi semacam metode paling umum dalam dunia lawak agar audiens menjadi tertawa dan terhibur.
Alih-alih menjadi terhibur, terkadang ketika masuk ranah yang lebih serius olok-olok ini menjadi momok yang menakutkan, dikarenakan efeknya yang luar biasa terhadap personal yang diperolokan. Â Selain merusak harga dirinya, juga terkesan merendahkan sisi kemanusiaan yang ada pada dirinya bila olokan tersebut menjadi konsumsi khalayak umum.
Masuk pada ranah yang lebih luas, olok-olok ini bahkan tidak hanya datang dari satu personal kepada personal lainnya, namun juga terlontar dari satu kelompok kepada kelompok yang lainnya, meskipun lontaran tersebut dituangkan, diucapkan atau ditulis oleh satu atau beberapa orang diantanya.
Kalau tak kuat menahannya, maka olokan ini menjadi kedongkolan yang membara sehingga amarahpun memuncak, dan tahu kan apa yang terjadi selanjutnya? Ya, aksi balas dendam atau aksi radikal yang diejawantahkan dalam sebuah peperangan baik skala kecil ataupun besar merupakan buah pahit dari penyakit yang namanya sudah baku tersebut; mengolok-olok.
Di bulan suci Ramadan ini saat yang tepat untuk membuka kembali aturan Tuhan yang tertuang dalam Al-Qur'an mengenai permasalah ini. Dalam Al-Qur'an Surah Al-Hujurat Ayat 11 Allah menyinggung penyakit mengolok-ngolok ini dengan nada yang cukup keras.
"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah sekelompok laki-laki di antara kalian mengolok-olok kelompok laki-laki yang lain. Sebab, boleh jadi mereka yang diolok-olok itu lebih baik di sisi Allah daripada mereka yang mengolok-olok. Dan jangan pula sekelompok wanita Mukmin mengolok-olok wanita-wanita Mukmin yang lain. Karena, boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik di sisi Allah dari mereka yang mengolok-olok. Janganlah kalian saling mencela yang lain, dan jangan pula seseorang memanggil saudaranya dengan panggilan yang tidak disukainya. Seburuk-buruk panggilan bagi orang Mukmin adalah apabila mereka dipanggil dengan kata-kata fasik setelah mereka beriman. Barangsiapa tidak bertobat dari hal-hal yang dilarang itu, maka mereka adalah orang-orang yang menzalimi dirinya sendiri dan orang lain."
Apapun agama kita, mengolok-olok merupakan perilaku yang buruk untuk dilakukan. Apalagi, umat Muslim jauh-jauh hari telah disingguh oleh Al-Qur'an agar tidak melakukan perbuatan tersebut.
Cukuplah ayat ini sebagai salah satu undang-undang yang mengatur isu intoleransi yang kerap kali menghantui  kita, baik sebagai warga negara maupun warganet yang punya banyak peluang untuk melakukan olok-olok terhadap apapun dan siapapun secara terbuka.
Alhasil, semoga mengolok-olok tidak menjadi kebiasaan dan penyakit yang mendarah daging, karena Al-Qur'an yang diturunkan bertepatan dengan bulan suci Ramadan ini telah menyinggung penyakit sosial tersebut dengan sangat lugas. (*)