Tidak sebatas menahan diri dari makan dan minum, selama bulan Ramadan ini pun umat Muslim dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai manusia sekaligus hamba Allah yang berperan aktif sebagai khalifah atau pemimpin di muka bumi ini.Â
Peran ini tidak hanya sebatas menjaga dan memelihara amanat kemanusiaan  yang didelegalisikan Tuhan Yang Maha Esa untuk bumi tempatnya manusia tinggal, tapi juga manusia dituntut untuk mengendalikan, mengatur dan mengkoordinasikan dirinya sehingga tak merugikan dirinya maupun manusia lainnya.
Pelatihan kepemimpinan tersebut betul-betul terasa saat manusia harus menahan diri dari memenuhi kebutuhan dasar tubuhnya dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari.Â
Nafsu hasanah, seperti makan dan minum betul-betul dikendalikan disesuaikan dengan ketentuan waktu yang telah ditentukan, yaitu hanya di waktu sahur dan berbuka. Hal ini mengindikasikan adanya kurikulum pembiasaan menuju tingkat kedisiplinan yang optimal.
Dari sana hikmah kesehatan pun didapat. Seolah mesin pabrik yang diistirahatkan dan dibersihkan untuk beberapa saat agar kembali optimal untuk dipakai dan menghasilkan kebermanfaatan yang lebih di kemudian hari.
Begitupun dengan kinerja tubuh, khususnya organ pencernaan yang memperoleh waktu istirahat dari tugasnya yang mulia. Bentuk pendisiplinan ini telah melatih dirinya untuk mengoptimalkan kinerja di bulan-bulan yang lain.
Tidak hanya masalah perut, tapi pelatihan kemampuan memimpin diri pun begitu terasa saat harus menahan panca indera dari hal-hal yang memperburuk fungsinya sebagai alat mulia untuk kepentingan mulia yang dianugerahkan Tuhan Yang Maha Pencipta.
Di bulan Ramadan, manusia dianjurkan untuk bertutur kata yang baik, melihat yang baik-baik dan mendengar yang baik-baik saja, karena di dalamnya ada konsekuensi berat yang harus ditanggung bila hal tersebut dilanggar. Paling minimal pahala puasanya menjadi rusak, dan paling maksimal tak memperoleh pahala sama sekali.
Lagi-lagi pelatihan ini mengindikasikan adanya peran diri sendiri untuk mengontrol dan mengendalikan diri sendiri yang secara mekanisme berhubungan erat dengan manusia lainnya.
Jika lisan tak dijaga, misalkan, maka mau tidak mau ada orang lain yang dirugikan. Begitu juga dengan panca indera yang lainnya, ada konsekuensi logis bila hal tersebut tidak terpimpin dengan baik dan bijak