Mohon tunggu...
Muhammad Rofy Nurfadhilah
Muhammad Rofy Nurfadhilah Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis dan membaca merupakan cara yang paling elok dalam membunuh waktu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia Setengah Wajah, Menyunggingkan Senyuman dalam Balutan Masker

17 April 2020   11:37 Diperbarui: 17 April 2020   11:51 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Foto: www.dw.com)

Kehidupan sosial manusia benar-benar telah ditelanjangi oleh gempuran Sang Wabah. Mau tidak mau, manusia dipaksa berperan sebagai makhluk individualis yang terlihat -seperti- mementingkan diri sendiri dan tak peduli terhadap orang lain, meskipun hanya sekedar menyunggingkan senyuman. 

Guratan senyum terbaik sekalipun, yang terpotret pada setiap wajah manusia, tak mampu ditangkap dan 'dinikmati' oleh siapapun yang berada di depannya. 

Apakah ketidakwarasan tersebut adalah sesuatu yang waras untuk saat Ini? Ya, mau tidak mau kita harus mengakui hal itu, dan mulai membiasakan diri. 

Sampai kapan? Walah, terlalu dini menanyakan hal itu. Bermesraan dengan semua keadaan yang terjadi adalah keniscayaan untuk saat ini. Anggaplah ini sebagai nasihat berharga bagi manusia yang selalu mementingkan dan menampakkan 'wajah', namun tidak memperhatikan perkara hati yang seyogianya lebih ditonjolkan. 

Wajah fisiknya; wajah ketampanannya; wajah kecantikannya; wajah keilmuannya; wajah kesalehannya; wajah kekayaannya; wajah popularitasnya dan wajah-wajah lain yang tak jemu dipertonton kepada khalayak, kini hanya sekedarnya, karena semuanya telah tertutup oleh balutan masker -secara maknawi.

Kini, wajah-wajah yang penuh citra itu harus terhijab oleh wabah, yang realitasnya telah diejawantahkan dengan pemakaian masker. Anggap saja, kini manusia telah menjadi Manusia Setengah Wajah, karena citra dirinya sedikit tertutup oleh masker kegetiran; masker ketakutan; masker kekhawatiran yang mempermalukan manusia yang -kadang- egois, narsis dan pongah, karena hidupnya penuh dengan wajah pencitraan  yang selalu ingin tampak di hadapan manusia lainnya. 

Berbahagialah bagi manusia-manusia lain yang tak terlalu mementingkan 'wajah' ataupun citra dirinya, karena kebaikan dan senyuman tulus dari wajahnya akan tetap manis dan tetap 'ternikmati' walaupun 'setengah wajahnya' terbalut 'masker'. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun