Mohon tunggu...
Muhammad Rizky Maulana
Muhammad Rizky Maulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - .

fatum brutum amorfati

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tirto Adhi Soerjo dan Medan Priaji

27 April 2023   20:50 Diperbarui: 27 April 2023   21:21 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers, dikatakan bahwa pers merupakan lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik. Hal ini meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dalam bentuk lisan, tulisan, suara, gambar maupun media elektronik, dan segala saluran yang tersedia. Pers dalam arti luas media mass communication yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, baik dengan kata-kata maupun lisan. Sedangkan dalam arti sempit pers merujuk kepada persuratkabaran seperti koran, tabloid dan majalah.

Persuratkabaran di Indonesia tentunya sudah mengalami perkembangan dari masa penjajahan, kemerdekaan, sampai masa modern seperti sekarang ini. Dan berbicara mengenai surat kabar di Indonesia tentunya tidak terlepas dari peran Tirto Adhi Soerjo dan surat kabarnya yang dianggap menjadi pelopor pers nasional, Medan Priaji. 

Sebelum kita membahas tentang surat kabar Medan Priaji, mari kita berkenalan dengan tokoh pergerakan nasional yang namanya mungkin belum banyak dikenal oleh masyarakat umum, padahal perannya dalam pembentukan kesadaran awal kebangsaan sangat besar, tetapi jarang dibahas di dalam pelajaran-pelajaran sekolah dan kurang mendapat perhatian, Tirto Adhi Soerjo.

Bernama lengkap Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo, lahir di Blora pada tahun 1880 dan meninggal pada tahun 1918. Selain merupakan tokoh kebangkitan nasional, beliau juga dikenal sebagai tokoh perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Tirto Adhi Soerjo juga dikenal sebagai tokoh pergerakan yang cerdas dalam pengembangan nasionalisme indonesia. Tirto berpikir bahwa bangsa Hindia Belanda disatukan bukan oleh kesamaan agama, etnik, atau hubungan darah, tetapi oleh kesamaan pengalaman sebagai orang "terjajah". Perasaan senasib itulah yang mendorong lahirnya pergerakan nasional.

Tirto Adhi Soerjo ikut mendirikan Sarikat Dagang Islam(SDI) yang merupakan cikal bakal Sarekat Islam (SI). Tirto Adhi Soerjo juga menjadi pelopor banyak pergerakan kebangsaan diantaranya gerakan politik arsip, gerakan perempuan, dan gerakan pers nasional. Gerakan politik arsip diawali dengan adanya Skandal Donner dan Kasus Tirto Adhi Soerjo kontra A.Simon. Gerakan perempuan ditunjukan dengan menunjukan bagaimana Tirto Adhi Soerjo mendukung pergerakan Kartini dan Dewi Sartika, dan gerakan pers nasional dengan mendirikan Soenda Berita, Poetri Hindia dan Medan Prijaji. 

Medan Prijaji inilah yang kemudian dikenal sebagai surat kabar nasional pertama dan menjadi pelopor pers nasional karena menggunakan bahasa melayu dan seluruh pekerja nya merupakan orang pribumi asli. Kisah hidup dan perjuangannya pun dijadikan inspirasi oleh Pramoedya Ananta Toer menjadi tokoh bernama Minke dalam bukunya di Tetralogi Buru.

Surat kabar Medan Priaji didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo pada bulan Januari tahun 1907. Awal mula pendirian surat kabar Medan Prijaji disebabkan karena keinginan Tirto untuk membuat surat kabar yang bisa dibaca oleh semua kalangan tidak terbatas oleh wilayah atau status sosial. Medan Prijaji adalah surat kabar berbahasa Melayu yang membahas masalah sosial dan politik yang menyampaikan berita secara kritis dan berani. Surat kabar ini terbit di Bandung, tepatnya di jalan Naripan, Gedung Kebudayaan yang sekarang menjadi Yayasan Pusat Kebudayaan.

Melalui surat kabar ini Tirto ingin memberikan gambaran kepada masyarakat luas bahwa kolonialisme sangat menyengsarakan rakyat pribumi. Sistem kolonialisme melahirkan 2 golongan yang oleh Tirto disebut sebagai bangsa yang terperintah dan bangsa yang memerintah. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa surat kabar Medan Prijaji pada masa tersebut dijadikan sebagai alat propaganda untuk menyebarkan kesadaran tentang konsep kebangsaan. Selain untuk membangun kesadaran bangsa, surat kabar Medan Priaji juga melakukan fungsi advokasi atas permasalahan yang dihadapi oleh rakyat pribumi serta membongkar skandal kekuasaan.

Medan Prijaji menjadi surat kabar pertama yang dijalankan sepenuhnya oleh pribumi dengan uang, saham dan perusahaan mereka sendiri, serta menjadi panutan bagi media independen yang mengutamakan transparansi dan keadilan. Untuk memesan Medan Prijaji, pelanggan harus melakukan pembayaran uang muka terlebih dahulu selama satu kuartal, setengah tahun, atau satu tahun. 

Bentuk fisik Medan Prijaji berbeda dengan surat kabar yang beredar saat ini. Surat kabar ini berukuran 12,5 x 19,5 cm berbentuk buku dan terbit seminggu sekali. Surat kabar ini memiliki beberapa rubrik tetap, seperti  Mutasi pegawai, salinan lembaran negara dan pasal hukum, serial, iklan dan surat.

Masa kejatuhan Medan Priaji dimulai dari pemberitaan-pemberitaan tentang Bupati Rembang, R. Adipati Djojodiningrat (suami R.A Kartini) yang dituduh menyalahgunakan kekuasaan. Pemberitaan Medan Priaji dianggap menghina Residen Ravenswaai dan Residen Boissevain yang menghalangi putra R. Adipati Djojodiningrat menggantikan jabatan ayahnya. Tirto Adhi Soerjo pun terkena delik pers dan diputus pengadilan untuk dihukum pengasingan ke Ambon selama 6 bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun